Rebut Kembali Pasar Domestik

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Banjirnya impor barang jadi dari China menjadi indikator bahwa produksi nasional tengah mengalami penurunan. Selain itu penurunan juga terjadi pada penjualan, omzet hingga  jumlah penyerapan tenaga kerja dari pelaku usaha dalam negeri.

Hasil survei yang pernah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian terhadap 228 pos tarif termasuk kategori industri sensitif yakni besi dan baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), permesinan, elektronika, kimia anorganik dasar, petrokimia, furnitur, kosmetika, jamu, alas kaki, produk industri kecil dan maritim, memperlihatkan, adanya penurunan kinerja sektor-sektor industri tersebut. Kondisi ini menyebabkan daya saing industri nasional melemah. Salah satu penyebab kekalahan daya saing Indonesia adalah mahalnya harga bahan baku.

Selain itu, penyebab lainnya adalah minimnya pasokan bahan baku komponen, tidak stabilnya pasokan energi dan akses permodalan yang masih sulit.

Hasil survei tersebut juga menunjukan, implementasi perjanjian perdagangan bebas (ASEAN-China Free Trade Agreement /ACFTA) pada  awal tahun 2010, berdampak besar terhadap penurunan produksi industri dalam negeri, terutama di sektor TPT dan elektronika. Sedangkan sektor industri yang sama sekali terkena imbas hanya logam.

Banjirnya produk impor China telah menguntungkan pihak penjual alias trader. Keuntungan yang diperoleh oleh penjual produk China rata-rata mengalami kenaikan 20,1%. Ditambah lagi, harga produk China jauh lebih murah.

Survey Kementerian Perindustrian juga menemukan indikasi adanya praktek perdagangan yang tidak adil (unfair trade). Fakta menunjukan, dari sebanyak 190 jenis barang impor China, sebanyak 38 jenis dijual lebih murah di Indonesia dibandingkan di Guangzhou dan Shanghai, China. Pendek kata, China telah melakukan praktek dumping .

Direktorat Jendral Bea Cukai Kementerian Keuangan mencatat, impor produk industri dari China selama 2010 mencapai 18,5% dari total impor atau naik 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan ekspor Indonesia ke China hanya 8,21% dibandingkan total ekspor, walaupun nilainya naik 34%.

Selama tahun 2010, nilai impor Indonesia dari China mencapai US$ 20,424 miliar, atau naik 45,86% dibandingkan tahun 2009. Sementara dalam periode yang sama, nilai ekspor Indonesia ke China hanya sebesar US$15,692 juta.

Untuk mengkaji dampak buruk dari penerapan ACFTA, memang tidak bisa hanya melalui survei terkait lonjakan ekspor dan impor. Namun, harus juga dilihat perbandingan realisasi investasi China di Indonesia dibandingkan negara Asean lain.

Adanya pergantian menteri perdagangan memunculkan harapan baru di kalangan dunia usaha. Kalangan pelaku usaha berharap Gita Wirjawan berbeda dengan Mari Elka Pangestu yang lebih pro China dibanding pro Indonesia.

Gita menyandang tugas berat, yaitu merebut kembali pasar domestik dari dominasi barang impor asal China. Masalahnya, mengalahkan mafia impor bukan perkara enteng. Mampukah Gita melakukan tugasnya? Kita lihat saja nanti..

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…