Pentingnya Keterbukaan Informasi Perbankan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad mendukung rancangan Undang-undang Perbankan yang sedang direvisi di parlemen untuk mengatur pemberian data perbankan terhadap Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. "Bank Indonesia memiliki informasi, OJK memiliki informasi, perpajakan juga perlu data yang sama," kata Fadel sebelum memulai rapat kerja dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Senin.

Menurut Fadel, ketentuan pemberian data tersebut akan memperkuat penerapan Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang ditargetkan dapat disahkan pada 2015. "Saya kira seperti di negara negara lain juga seperti itu, seperti di Amerika Serikat, di Singapura," ujarnya. Hingga saat ini, kata Fadel, proses pembahasan revisi UU Perbankan sudah memasuki tahap finalisasi. Namun, Fadel belum dapat memastikan apakah revisi UU Perbankan tersebut dapat disahkan pada masa sidang tahun ini.

Hal senada juga dikatakan oleh Pengamat moneter dan perbankan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto. Ia menilai keterbukaan informasi perbankan merupakan suatu langkah progresif dari pemerintah untuk mengumpulkan data pajak. "Keterbukaan informasi perbankan ini adalah langkah progresif dari pemerintah ke depannya negara yang transparan itu prospek pembangunan ekonominya paling baik," kata Eko.

Kendati demikian, Eko mengingatkan langkah progresif tersebut juga harus disertai kehati-hatian dalam implementasinya agar jangan sampai membuat terapi kejut bagi industri perbankan. Hal tersebut, lanjut dia, bisa dilakukan dengan memperketat tata kelola implementasinya yang artinya bisa menjaga kerahasiaan data nasabah dengan mengatur siapa yang berhak mengetahui dan tujuannya.

"Ini harus jelas dulu prosedurnya siapa yang memiliki akses pada data nasabah tersebut agar tidak bocor datanya dan memang tidak boleh bocor. Jika data tersebut sampai bocor, harus ada konsekuensi yang diterapkan, pasalnya data ini adalah persoalan sensitif karena menyangkut keuangan," ujarnya.

Dia juga menekankan keterbukaan data informasi perbankan tersebut harus ada karena bisa meningkatkan pendapatan pajak yang merupakan instrumen penting dalam membangun negara. "Selain itu tujuannya kan bagus untuk memastikan dana di perbankan itu halal, bukan hasil pencucian uang (money laundering) ataupun transfer pricing ini implikasinya besar untuk jasa keuangan dan perekonomian asalkan pemerintah bisa jag amanahnya untuk jaga kerahasiaan data perbankan," ucapnya.

Untuk pihak yang memiliki akses pada data perbankan itu, lanjut dia, adalah level pejabat tinggi dengan mekanisme tertentu agar data tersebut tidak disalahgunakan. "Informasi itu minimal eselon I, karena jika semakin tinggi, urgensi untuk membuka data bagi kepentingan pajak akan semakin jelas," katanya.

Kekuasaannya bisa ada di Dirjen Pajak, lanjut dia, tetapi teknisnya nanti bisa dilihat setelah regulasi mengenai implementasi kebijakan yang saat ini digodok oleh OJK telah rampung."Yang harus diingat adalah akses tersebut jangan juga dimiliki oleh pejabat level menengah karena efeknya akan menjadi bumerang yaitu tidak percaya pada perbankan dan pemerintah," katanya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di kesempatan yang sama, mengaku belum mengetahui ikhwal keterbukaan informasi perbankan masuk dalam naskah revisi UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Namun, menurut Bambang, semua Undang-Undang memang akan mengikuti standar ketentuan atau peraturan yang berlaku secara internasional dan diadaptasi Indonesia.

Bambang merujuk pada Ketentuan Pertukaran Informasi global atau "Automatic Exchange Of Information" hasil kerja sama kelompok G-20 dan OECD yang akan diadaptasi Indonesia pada 2017. Dengan mengikuti keterbukaan informasi tersebut, pertukaran data perbankan antarpemangku kepentingan dalam negeri, maupun mancanegara akan terealiasi.

Keterbukaan informasi perbankan, menurut pemerintah, dapat menjadi upaya untuk memperbaiki basis data wajib pajak. Dengan perbaikan basis data wajib pajak, upaya penggalian potensi pajak akan lebih optimal. Saat ini, Indonesia dibayangi dengan potensi membesarnya kekurangan penerimaan pajak dari target yang dicanangkan, salah satunya karena perlambatan ekonomi. Menkeu memperkirakan realisasi penerimaan pajak pada 2015 sebesar 85-87 persen dari target sebesar Rp1.295 triliun.

 

BERITA TERKAIT

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…