Penerimaan Pajak Ditaksir Hanya 77%

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memprediksi pencapaian maksimal penerimaan pajak pada tahun ini hanya sekitar 77 persen. Hal itu melihat dari realisasi penerimaan pajak hingga saat ini mencapai 64 persen padahal sisa waktu untuk akhir tahun tinggal sedikit. Sebagai gambaran saja, hingga 22 November 2015, total penerimaan pajak baru Rp 828,93 triliun. Angka ini setara dengan 64 persen dari yang ditargetkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Menurut Yustinus, angka 77 persen tersebut juga dibantu dari Pajak Penerimaan Negara (PPn) maksimal 10 persen. "Ditambah dengan revaluasi aset dan reinventing, paling finish di 77 persen," ujar Yustinus di Jakarta, Senin (30/11).

Melihat hasil penerimaan pajak sampai saat ini, Yustinus sosok Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito belum bekerja secara maksimal. Dari segi kepemimpinan Yustinus berharap pemerintah mengevaluasi kembali Dirjen Pajak. "Saya kira kinerja Dirjen Pajak perlu dievaluasi, karena ini juga menyangkut leadership yang tidak efektif," ungkap Yustinus.

Yustinus memaparkan selama ini Dirjen Pajak belum bisa bekerjasama dalam mendorong penerimaan pajak. "Ia kurang bisa membangun koordinasi, komunikasi dan teamwork," jelas Yustinus. Yustinus menambahkan, jika diperlukan Dirjen Pajak bisa diganti. Namun hal tersebut harus berdasarkan rekomendasi dari pihak DPR dan mutlak keputusan dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang membawahi Direktorat Jenderal Pajak. "Saya kira Panja Penerimaan Negara bisa melakukan evaluasi," kata Yustinus.

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan hanya sanggup mengumpulkan penerimaan pajak sekitar Rp 1.099 triliun atau 85 persen dari target Rp 1.294 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Dengan begitu, kekurangan (shortfall) penerimaan pajak ditaksir sekitar Rp 195 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran dalam batas aman yaitu 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Batas aman tersebut sesuai amanat Undang-undang (UU) Keuangan Negara meskipun penerimaan pajak gagal mencapai target.

"Perkiraan realisasi penerimaan pajak 85 persen hingga 87 persen tahun ini karena memang sangat berat sampai akhir tahun. Tapi kita akan jaga defisit di level aman di bawah 3 persen dari PDB," ujar Bambang.

Terpisah, Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menambahkan, APBN-P 2015 juga akan mengalami kekurangan penerimaan di pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan dari bea cukai. Namun ia membantah jika shortfall mencapai Rp 300 triliun.

"Tidak sampai (Rp 300 triliun), tapi shortfall bukan hanya di penerimaan pajak, tapi juga bea cukai dan PNBP. Itu semua ada faktor yang bisa meninggikan dan mengurangi. Misalnya cukai, di DPR sudah kita bilang ada 14 kali pemungutan tahun ini, PNBP juga. Jadi macam-macam faktornya," terang Suahasil. Ia mengaku, jatuhnya penerimaan PNBP berasal dari persoalan lifting dan harga minyak yang merosot walaupun sedikit tertolong dengan pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Suahasil menegaskan, pemerintah tidak memangkas belanja Kementerian/Lembaga, tapi hanya menghemat pengeluaran di operasional atau belanja tidak produktif sehingga seluruh Kementerian/Lembaga harus melakukan efisiensi anggaran di sisa periode 2015. "Jadi defisit anggaran melebar, tapi tetap di bawah 3 persen. Kita lihat lagi secara reguler berapa butuhnya (pembiayaan atau utang). Selama itu (utang) boleh, ya kita ambil," ucapnya.

 

 

BERITA TERKAIT

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…