Bappenas Dukung Dimasukan Indikator Kemakmuran - Laporan Keuangan Pemerintah

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mendukung dan mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan jika ingin menggunakan indikator kemakmuran rakyat dalam memberikan opini pemeriksaan laporan keuangan terhadap pemerintah pusat dan daerah. Menurut Sofyan, dalam seminar ekonomi di Jakarta, Kamis (26/11), sudah selayaknya hasil kerja pemerintah bukan dinilai dari sekadar laporan keuangan matematis, melainkan harus diukur dari penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat ketimpangan masyarakat yang dihasilkan.

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serukan tidak boleh lagi program pemerintah hanya menghasikkan laporan. Tidak boleh lagi FGD (fokus diskusi kelompok) menghasilkan FGD lagi," kata dia di Kompas 100 CEO Forum. "Kita perlu dorong program prioritas untuk hasilkan kesejahteraan yang benar nyata," tambahnya. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis sebelumnya menegaskan bahwa pihaknya akan melibatkan indikator kemakmuran dari hasil program pemerintah sebelum memberikan opini laporan keuangan. Hal itu dilakukan, salah satu caranya dengan meningkatkan porsi audit kinerja.

Sofyan mengatakan bahwa pemerintah hingga akhir tahun ini masih bekerja keras untuk mencapai target kesejahteraan yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2015 meskipun di pertengahan tahun terjadi beberapa deviasi dari target berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik. Target hingga akhir tahun itu adalah penurunan kemiskinan menjadi 10,3 persen, tingkat pengangguran menjadi 5,6 persen, dan tingkat ketimpangan menurun menjadi 0,4, dan indeks pembangunan manusia sebesar 69,4.

Menurut Sofyan, evaluasi yang didapat pemerintah adalah kebijakan dalam alokasi anggaran harus lebih banyak difokuskan pada sektor-sektor padat karya, seperti industri manufaktur, infrastruktur, pertanian, dan juga pariwisata. Selain itu, perencanaan pembangunan harus terpadu antarsektor. Hal itu untuk mencegah pembangunan program dan proyek menjadi disfungsi karena tidak ada dukungan dari sektor lain. "Misalnya, sewaktu Presiden ke Aceh, Presiden melihat pembangunan waduk tetapi tidak ada sarana saluran airnya. Itu karena kesalahan alokasi anggaran. Perlu ada perencanaan yang baik," ujarnya.

Dengan kebijakan pembangunan yang terpadu, Sofyan meyakini efek ekonomi berlipat akan lebih cepat teralisasi. Sofyan mengatakan bahwa Bappenas telah menerapkan ketepatan dalam alokasi anggaran dan keterpaduan antarsektor dalam Rencana Kerja Pemerintah 2016. Oleh karena itu, dia meyakini target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada tahun 2016, dan juga target kesejahteraan 2016 bisa tercapai.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis menekankan Indonesia perlu menentukan indikator terperinci tentang kesejahteraan agar penggunaan anggaran bisa berdampak positif bagi masyarakat. Selama ini, ujarnya, pemeriksaan anggaran masih berkutat pada masalah administrasi keuangan yang berkolerasi dengan berbagai status seperti Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). "Padahal di dalam Undang-undang Keuangan Negara, selain akuntabilitas juga ada kalimat digunakan untuk kemakmuran negara," ujarnya.

Menurutnya, indikator untuk menilai apakah penggunaan anggaran oleh pemerintah pusat maupun daerah terdiri dari empat hal yaitu angka kemiskinan, angka pengangguran, rasio gini (ketimpangan kekayaan) serta indeks pembangunan manusia. Karena itu, menurutnya pemerintah seharusnya segera menentukan tolak ukur dari empat aspek tersebut sehingga pengawasan penggunaan anggaran bisa dipertanggungjawabkan hingga ke tataran kemakmuran rakyat seluas-luasnya.

BPK, lanjutnya, berdasarkan UU BPK tidak memiliki hak keberatan penggunaan anggaran untuk tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah. Sejauh ini, lembaga tinggi negara itu hanya diberikan ruang untuk menyatakan pendapat sebagai antisipasi penggunaam anggaran itu tidak terseret ke dalam kasus administrasi dan hukum.

Dia mengatakan sejauh ini pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan para pihak seperti DPR dan Presiden sehingga indikator tersebut bisa disepakati secara terperinci. "Harus terperinci misalkan untuk angka kemiskinan mau gunakan data mana, BPS, BKKBN atau mana. Itu salah satu contohnya," ucapnya.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…