Menegakkan Kedaulatan Rupiah - Agar Tidak Asing di Negeri Sendiri

NERACA

Jakarta – “Aku cinta rupiah biar dolar dimana-mana, Aku suka rupiah karena aku anak Indonesia. Mau beli baju, pakai rupiah. Jajannya juga, pakai rupiah.”adalah sepenggalan lagu lawas anak yang dinyanyikan oleh Cindy Cenora yang menggambarkan rasa bangga anak Indonesia terhadap mata uang negaranya di saat krisis. Lagu ini memberikan pesan yang dalam bahwa rupiah bukan hanya sebagai alat transaksi, tetapi juga simbol negara yang patut dibanggakan. Oleh karena itu, menggerakkan dan menganjurkan masyarakat untuk mencintai rupiah sejak dini dirasakan penting agar mereka tidak lagi asing di negeri sendiri.

Makin terpuruknya kurs rupiah saat ini salah satu penyebabnya karena tidak suka bertransaksi dengan rupiah dan lebih senang berburu dolar. Apakah mungkin disebabkan karena jumlah nolnya terlalu banyak dan dengan mengantongi rupiah, kantong kita makin tebal sekali ?. Belajar dari tetangga Malaysia, pemerintahnya menekankan kepada rakyatnya untuk menggunakan ringgit sebagai bertransaksi. Ya, perusahaan Malaysia dalam setiap kerjasama dengan perusahaan asing selalu meminta total project tender dikalkulasi dengan ringgit, bayangkan betapa bangganya mereka (perusahaan Malaysia) dengan mata uang mereka.

Kondisi ini bertolak belakang dengan Indonesia, dimana masyarakatnya lebih bangga kalau bertransaksi menggunakan dollar dari pada rupiah. Sesuatu yang miris memang, transaksi di Indonesia namun pembayaraannya harus menggunakan uang dollar dan bukan rupiah. Hal ini terjadi hampir di semua sektor, baik itu pertambangan, pelabuhan, perdagangan jasa, migas hingga pariwisata. Dampak ini semua semakin membuat negeri ini tidak pernah berdiri tegak. Sadar betul rupiah harus menjadi tuan di rumahnya sendiri dan berperan lebih besar lagi, menjadi alasan pemerintah menelorkan UU RI No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang mengharuskan penggunaan mata uang rupiah untuk bertransaksi dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 tentang Mewujudkan Kedaulatan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sikap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan setiap masyarakat dan bahkan warga negara asing menggunakan rupiah, sampai pembayaran gaji harus diapresiasi agar rupiah sebagai mata uang Indonesia bisa terhorrmat dan tidak lagi didikkte mata uang asing. Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Berly Martawardaya mengakui, melemahnya nilai tukar rupiah diantaranya karena rupiah tidak banyak digunakan di dalam negeri.

Menurutnya, mata uang rupiah di Indonesia justru tidak memiliki peran banyak karena kegiatan ekonomi mayoritas menggunakan mata uang dolar Amerika. Kondisi ini membuat peran rupiah lemah dan sangat rentan terhadap isu-isu global. “Kita harus dorong betul betul rupiah menjadi tuan rumah dinegara sendiri, transaksi ritel seperti hotel, tiket maupun transaksi yang besar seperti energi, kontrak-kontrak minyak, gas itu harus dalam rupiah dan itu domain pemerintah,” kata Berly. 

Dibalik kebijakan tersebut, tentunya saja menuai pro dan kontrak dari sebagian pelaku usaha. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Suhala menuding, Peraturan Bank Indonesia No.17/3/PBI/2015 merupakan sikap reaksioner pemerintah ketika nilai tukar rupiah terkoreksi dalam. Menurutnya, kebijakan ini tidak akan banyak membantu peningkatan nilai tukar rupiah, sebab faktor utama kebangkitan rupiah adalah bergairahnya kegiatan ekspor, terutama dari sektor komoditas pertambangan.

Perkuat Posisi Pengusaha

Sebaliknya, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah dan siap memenuhi kewajiban yang diamanatkan Bank Indonesia untuk menggunaan rupiah. Menurut dia, kebijakan tersebut memiliki nilai positif karena dapat memperkuat posisi pengusaha nasional. “Seluruh transaksi kami di dalam negeri sudah menggunakan rupiah,” kata Garibaldi.

Hal senada dikatakan Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo). Dirinya paham bahwa sejauh ini masih banyak pelaku usaha tambang yang menggunakan valuta asing saat transaksi di dalam negeri. Sebab perusahaan memiliki fasilitas pinjaman dalam bentuk dolar AS, sehingga akan lebih mengamankan kas perusahaan. Namun untuk kestabilan nilai tukar rupiah, peraturan Bank Indonesia seperti ini memang sudah waktunya diterapkan.

Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) menambahkan, selama ini para pengusaha tambang, semisal pemilik izin usaha pertambangan (IUP), masih banyak yang menggunakan mata uang dolar dalam perdagangan produknya ke perusahaan pabrik pemurnian. Sebab, harga patokan komoditas mineral masih menggunakan dolar. Namun begitu, pihaknya siap mendukung kewajiban tersebut asalkan ada peraturan pelaksanaan dan sosialisasi ke pengusaha tambang.

Langkah yang sama juga di lakukan perusahaan tambang emas PT Merdeka Cooper Gold Tbk. Kata Kepala Divisi Keuangan dan Sekretaris Perusahaan, Ellie Turjandi menilai, kebijakan BI menerbitkan kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi di wilayah NKRI justru menguntungkan bagi perusahaan.“Secara general, kami akan mengikuti peraturan dari regulator. Memakai rupiah ini akan menguntungkan bagi perusahaan,”ungkapnya.

Ellie menuturkan, sisi keuntungan yang dapat diambil oleh pihak perseroan adalah mengenai pendapatan transaksi. Karena transaksi dalam negeri akan menggunakan rupiah, sedangkan transaksi ekspor nantinya menggunakan dollar.“Biaya rupiah nantinya akan membesar, tapi revenue (pendapatan) kami akan dalam bentuk dollar semua,” ujarnya.

Kemudian untuk gaji para expatriate dibayar rupiah, lanjut Ellie, pihak perseroan akan menjalan kebijakan tersebut, tanpa alasan ataupun ketentuan tertentu.“Ekspatriat akan kami jalankan. Kami tidak mau melanggar. Karena kami salah satu bagian perusahaan publik,” ungkapnya.

Bagi Deputi Gubernur  BI Ronald  Waas, ketidaktaatan masarakat Indonesia  terhadap aturan  kewajiban  penggunaan  rupiah sangat beresiko  bagi  keutuhan dan juga  kestabilan ekonomi  serta  keuangan negara. Oleh karena itu, penegakan  hukum  terhadap  tindak pidana uang  rupiah serta dibidang penukaran valuta asing sangatlah penting.  Indonesia, kata Ronald, mempunyai pengalaman pahit dari rendahnya penggunaan transaksi rupiah yaitu, sengketa hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan dengan Mayalsia.

Maka agar aturan kewajiban penggunaan rupiah tidak hanya diatas kertas, tentunya harus mendapatkan dukungan dari para stakeholder, baik itu asosiasi, pelaku usaha dan termasuk kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tanpa itu semua, aturan tersebut hanya akan menjadi macan ompong. (bani)

 

 

 

BERITA TERKAIT

Pertumbuhan Logistik Tembus 8% - CKB Logistics Optimalkan Bisnis Lewat Kargo Udara

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

Metropolitan Land Raup Laba Bersih Rp417,6 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) membukukan laba bersih Rp417,6 miliar pada tahun 2023 atau tumbuh…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

Metropolitan Land Raup Laba Bersih Rp417,6 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) membukukan laba bersih Rp417,6 miliar pada tahun 2023 atau tumbuh…

Elang Mahkota Akuisisi Carding Aero Rp704,14 Miliar

NERACA Jakarta -Kembangkan ekspansi bisnisnya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) melalui anak usahanya PT Roket Cipta Sentosa (RCS) melaksanakan…