Pengawasan Perbankan ala Filipina

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Pengawasan perbankan di Filipina akhir-akhir ini semakin intensif karena pertumbuhan ekonomi yang menurun sehingga fokus bank sentral tidak lagi fokus kepada sektor pembayaran tetapi kepada tekanan penurunan pertumbuhan ekonomi terhadap kesehatan perbankan. Hantaman bencana alam juga menyebabkan bank sentral melakukan pengawasan yang serius terhadap risiko yang dapat menyebabkan penurunan kinerja perbankan.

Pada galibnya,  Filipina memiliki sistem pengawasan perbankan yang terkait dengan sistem pembayaran.  Sementara pertumbuhan ekonominya menurun selama tiga tahun terakhir tetapi masih di atas 5 persen.  El Nino tampaknya menjadi penyebab utama karena panen menjadi gagal dan suplai energi dari tenaga hidro melemah. Filipina adalah negara paling maju di Benua Asia setelah Perang Dunia II, namun sejak saat itu telah tertinggal di belakang negara-negara lain akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah, penyitaan kekayaan yang dilakukan pemerintah, korupsi yang luas, dan pengaruh-pengaruh neo-kolonial.

Meskipun begitu, saat ini Filipina mengalami pertumbuhan ekonomi yang moderat, yang banyak disumbangkan dari pengiriman uang oleh pekerja-pekerja Filipina di luar negeri, dan sektor teknologi informasi yang sedang tumbuh pesat. Pertumbuhan dunia diproyeksikan secara moderat menjadi 3,5 persen pada tahun 2015 dan 3,7 persen pada tahun 2016.  Ekonomi negara maju diharapkan menjadi lebih kuat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, meskipun kenaikan tersebut dipandang sebagai berbasis luas, didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif dan harga minyak yang lebih rendah.

Namun pertumbuhan di pasar negara berkembang diperkirakan untuk sementara lebih rendah pada tahun 2015 karena beberapa eksportir komoditas besar (termasuk Nigeria, Rusia, dan Arab Saudi) terpengaruh oleh memburuknya perdagangan. China terus bertransisi dari pertumbuhan investasi yang dipimpin, dan sentimen sektor swasta masih tetap lemah di Brasil. 

Filipina seringkali dianggap sebagai satu-satunya negara di Benua Asia di mana pengaruh budaya Barat terasa sangat kuat. Sebagai negara yang pada awal tahun 1970-an memiliki sekolah bisnis terbaik di Asia maka Filipina tidak kesulitan merekrut sumber daya manusia terbaik untuk melakukan pengawasan perbankan di bank sentral maupun bank komersial.

Pada 1998 ekonomi Filipina, sebuah campuran dari pertanian, industri ringan, dan jasa pendukung; mengalami kemunduran sebagai akibat dari krisis finansial Asia, dan cuaca yang buruk. Pertumbuhan jatuh ke 0,6% pada 1998 dari 5% pada 1997, tetapi kembali ke sekitar 3% pada 1999, dan 4% pada 2000. Pemerintah telah menjanjikan untuk terus mereformasi ekonominya untuk membantu Filipina setanding dengan perkembangan negara industri Asia Timur.

Hutang besar ("public debt" sekitar 77% dari PDB), menghambat perbaikan situasi ekonomi. Alokasi dana untuk hutang lebih tinggi dari pada untuk Departemen Pendidikan, dan militer digabungkan. Permasalhan utama yang dihadapi oleh perbankan Filpina dari krisis tersebut hingga saat ini adalah terlalu terkonsentrasinya penyaluran kresit perbankan kepada sektor korporasi. Inilah penyebab utama krisis Asia yang lalu yang masih bercokol hingga akhir-akhir ini. Padahal kredit tersebut banyak terkonsentrasi kepada satu dua konglomerat.

Akibatnya perbankan sangat rentan terancam risiko sistemik. Kesulitan lain yang membuat pengawasan perbankan di Filipina tidak efektif adalah perbankan terlalu banyak bank. Hal ini dapat terjadi karena bank sentral selama ini terlalu fokus kepada sistem pembayaran dan bukan pengawasan perbankan.  Katakutan lain dari bank sentral adalah jika suku bunga di Amerika Serikat dinaikkan. 

Pengetatan ini telah terjadi meskipun kebijakan moneter dalam negeri tidak berubah atau bahkan telah menjadi longgar di beberapa negara dan tetap sejalan dengan perkiraan aturan Taylor, menunjukan pentingnya siklus keuangan global dalam kondisi dalam negeri di Filipina. Kondisi ini bisa mengencangkan lebih lanjut ketika Federal Reserve mulai menaikkan tingkat suku bunga.

Simulasi menyarankan bahwa hal ini akan disertai dengan peningkatan volatilitas dan rentang perusahaan, yang menyebabkan meningkatnya premi berjangka dan biaya pinjaman, serta depresiasi nilai tukar di pasar negara berkembang di Filipina.

Kondisi ini bisa membuat kesulitan untuk peminjam marjinal yang mencoba untuk roll over utang dan berdampak pada investasi, dengan efek samping pada pertumbuhan potensial. Negara-negara dengan kepemilikan obligasi sektor publik dan swasta asing yang ditinggikan dan di mana basis investor domestik secara relatif dangkal  seperti  Filipina bisa lebih rentan, meskipun posisi ekonomi makro yang prudent dan buffer kebijakan memberikan perlindungan countervailing. Tak pelak lagi pengawasan perbankan bukan hanya menjadi semakin lebih penting lagi untuk dilakukan oleh bank sentral tetapi juga dalam rangka menjamin bahwa risiko sistemik tidak terjadi!

 

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…