Menanti Pengumuman Besar IMF "Jilid II", Yuan Selangkah Lagi Masuk Currency Basket IMF

Oleh: Theo Fransisco, Pengamat Pasar Uang

Jika berandai-andai tentang negeri Tirai Bambu –China-, maka bisa dibilang negeri tersebut seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi, China sedang berada pada waktu-waktu terbaik sebagai sebuah negara. Namun di sisi koin berbeda, China juga sedang berada di periode terburuk dalam perjalanan sebuah negara besar dengan penduduk lebih dari satu miliar jiwa.

Kenapa bisa begitu?

Lihat saja megah dan modernnya kota-kota yang baru dibangun pemerintah meskipun kemudian dinamai “Kota Hantu”, karena memang kosong tidak berpenghuni.

Lantas, bandingkan dengan kepadatan Beijing berikut semua aktivitas bergaya ortodoks, berpenduduk padat dan menjadi salah satu kota teramai di dunia.

Sedikit menengok sejarah, belum pernah terjadi sebelumnya dimana sebuah peradaban dirubah dari kemiskinan menjadi kemakmuran, hanya dalam waktu sekejab. Namun ini yang terjadi di China. Masyarakat negeri itu kini menikmati kesejahteraan luar biasa.

Persoalannya adalah, sebagian prosperity itu nyata, sementara sebagian lagi adalah ilusi.

Bagi sebagian masyarakat, sikap otoriter pemerintah seperti menjadi duri dalam daging. Ketika bursa saham China crash beberapa waktu lalu, sikap otoriterian pemerintah nampak dengan jelas. Investor diharuskan membeli saham apapun keadaannya. Sebaliknya, aktivitas jual dilarang di lantai bursa. Para pelaku pasar tidak diberikan pilihan. Mau rugi atau untung, yang penting harus beli. Titik.

Lantas apakah akan terjadi kerusuhan besar, seperti yang terjadi di Jakarta 1998 lalu, di negeri China, jika ketidapuasan, kekecewaan dan kemarahan terhadap pemerintah akhirnya meledak karena tidak lagi bisa ditolerir?

Ingat apa yang terjadi di Uni Sovyet era 1980.

Tidak ada yang bermimpi bahwa Sovyet akan hancur dilindas oleh glasnost dan perestroika. Siapa yang pernah menyangka, bahwa ternyata Uni Sovyet tidak sekuat seperti yang selama itu dilihat oleh mata dunia.

Apakah kondisi China juga seperti demikan?

Ada indikasi bahwa konglomerat China sedang ramai-ramai memindahkan kekayaan mereka ke luar negeri. Real Estate Amerika, serta Wall Street, tentu saja menjadi gula-gula yang sangat menggoda di tengah pasar ekonomi yang terpenjara oleh sistem komunis.

Bursa saham rentan, real estate seperti balon yang siap meletus, perbankan juga tidak terlihat aman. Semua alasan itu cukup untuk menjustifikasi kaum borjuis China untuk secara berjemaah melakukan capital flight out.

Namun tiba-tiba datang komentar dari Direktur IMF, Christine Lagarde.

Dalam sebuah pertemuan yang digelar Jumat (13/11), Lagarde memberikan pernyataan yang sebetulnya tidak terlalu spektakuler juga. Apalagi hal ini sudah sekian lama digadang-gadang akan terjadi.

Namun paling tidak, apa yang dikatakan Lagarde bisa menjadi titik balik dan pijakan baru bagi China sebelum melakukan sebuah vertical leap yang luar biasa, sebagai negara dengan ekonomi terkuat ke dua di dunia.

Ya, Lagarde mengatakan IMF siap untuk menerima Yuan di dalam IMF currency basket, yang juga dikenal dengan Special Drawing Right (SDR).

Terkejut? Seharusnya tidak juga. Karena ini sudah menjadi “kekuatiran” pelaku ekonomi dunia sejak lama.

Yuan -CNY=CFXS CNY-, akan sejajar dengan mata uang utama dunia lainnya seperti US Dolar, Yen Jepang, Poundsterling, serta Euro.

Jika semua berjalan sesuai rencana, paling lambat keputusan itu sudah bisa diketok tanggal 30 November 2015, ketika IMF menggelar pertemuan besar mereka. Berarti sekitar 3 minggu dari sekarang!

Pertengahan Oktober lalu, dunia menunggu sebuah keputusan besar terkait dengan status Yuan yang akan menjadi salah satu world reserve currency. Banyak yang tidak percaya, mencibir, ataupun bingung bagaimana skenario itu bisa terjadi.

IMF kemudian mengatakan akan menunda keputusan itu sampai tahun depan. Namun sepertinya IMF harus menjilat ludahnya sendiri, dengan kembali memajukan rencana menempatkan Yuan sebagai salah satu mata uang utama dunia.

Masuknya Yuan ke dalam Special Drawing Rights IMF, merupakan sebuah kemenangan bagi Beijing yang sudah bekerja demikian keras untuk mewujudkan hal tersebut.

Apakah dunia siap menyambut episode terbaru dari drama ekonomi dunia ini?

Ingat bahwa saya pernah berkata bahwa jika hal ini sampai benar-benar terjadi, maka bisa saja terjadi sebuah wealth transfer massif di seluruh dunia. Dengan status Yuan sebagai reserve currency, permintaan akan Renminbi akan melonjak tajam.

Penuhi Semua Kriteria

Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa itu akan menjadi symbol kebangkitan China. Kekuatiran-kekuatiran di awal tulisan ini akan segera menguap, karena sistem ekonomi China akan mau tidak mau, berubah secara drastis.

Dengan sangat yakin, Lagarde mengatakan seluruh unsur IMF, sepakat bahwa The Renminbi –nama lain dari Yuan-, telah memenuhi semua kriteria untuk menjadi mata uang dunia. Yuan akan bisa digunakan di setiap pelosok dunia, serta akan menjadi salah satu mata uang yang “menari” di lantai perdagangan valuta asing.

Sontak Bank Sentral China segera mengeluarkan pernyataan positif tentang statement Lagarde. China berharap bahwa dunia akan dengan senang hati menerima Yuan sebagai world reserve currency –sebuah harapan yang sejatinya pasti dan pasti akan terpenuhi-.

Siapa yang akan menolak Yuan, mata uang dari negara ekonomi terkuat ke dunia di seluruh dunia. Dan bahkan tidak mungkin, menjadi nomor satu di kemudian hari.

Tak menunggu waktu lama, IMF langsung memberikan lampu hijau bagi Beijing untuk segera merancang isu-isu operasional terkait status Yuan yang baru, usai pertemuan akhir bulan November nanti.

Menurut sumber yang kredibel, 188 anggota IMF diprediksi akan setuju menerima Yuan. Bahkan, Prancis dan Inggris, sejak jauh-jauh hari sebelumnya telah memberikan persetujuan untuk Yuan menjadi sebagai salah satu mata uang utama dunia. Masuk dalam SDR IMF.

Dapat dipastikan, reformasi besar-besaran yang dilakukan Xi Jinping dalam meliberalisasi ekonomi China, akan terus berlanjut untuk satu cita-cita nasional yang selalu didengungkan oleh Jinping, yaitu kembali menjadi The Greatest China, China yang besar dan disegani di seluruh dunia.

Para pengamat ekonomi mengatakan masuknya Yuan ke dalam mata uang utama dunia, harusnya membuat China lebih berusaha untuk membangun sentiment positif dari pelaku pasar dan para pembuat kebijakan.

“What the hec, let’s just do it”.

Mungkin begitulah bentuk excitement pemerintahan Xi Jinping.

Sistem ekonomi tertutup yang selama ini menjadi penghalang bagi para investor untuk membeli Yuan sebagai tujuan investasi keuangan, akan segera ditanggalkan.

Demikian juga dengan peredaran Yuan di luar China yang secara otomatis menjadi sangat minim, akan segera berubah.

Pemerintah China pun dipastikan akan bekerja keras, untuk menghilangan stigma bayang-bayang depresiasi yang selama ini melekat pada Yuan.

Oh boy !!

Kelihatannya, episode baru akan segera terpentas di atas panggung ekonomi global. Kalau begitu, selamat menyaksikan! (www.jokowinomics.com)


BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…