Waspada, DSR Indonesia 60%!

Jakarta – Tingkat kemampuan membayar utang luar negeri atau yang lazim dikenal dengan Debt Service Ratio (DSR) Indonesia pada kuartal III-2015 mencapai 60,4%, meningkat dibandingkan kuartal II sebesar 59,90%. Kenaikan rasio DSR ini mengindikasikan beban utang yang harus ditanggung dari waktu ke waktu semakin besar. Sementara pihak Bank Indonesia maupun Menteri Keuangan RI menyatakan tidak ada masalah dengan kecenderungan kenaikan rasio utang tersebut.

NERACA
Kenaikan rasio DSR itu sebenarnya sudah terasa sejak akhir Desember 2014 yang tercatat 46,16%, menurut data BI, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2013 sebesar 44,29%. Dan kini pada kuartal III-2015 mencapai 60,4%.

Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, tingginya DSR lebih dikarenakan tekanan dari utang luar negeri swasta, bukan disebabkan oleh utang luar negeri milik pemerintah. Namun, ada kecenderungan yang rendah terhadap kemampuan swasta membayar utang.

"Itu kan swasta. Kalau pemerintah tidak ada masalah dengan bayar utang," tegas Bambang, ketika ditemui wartawan di Kantor Kemenkeu,  Jumat (20/11).

Pengertian DSR dalam konteks ini, adalah  jumlah beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang yang dibagi dengan jumlah penerimaan devisa ekspor Indonesia.

Rasio DSR mencerminkan kemampuan sebuah negara untuk menyelesaikan kewajibannya membayar utang. Jika rasio DSR semakin besar, maka berarti beban utang yang ditanggung semakin besar.

Menurut kalangan pakar ekonomi, rasio DSR meningkat karena jumlah utang terus tumbuh ketika penerimaan dari ekspor menurun. Untuk memperbaiki rasio DSR, perlu dilakukan akselerasi peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan.

Secara terpisah, Menko Perekonomian Dramin Nasution mengatakan, jika kinerja ekspor menurun sudah otomatis tingkat DSR akan naik. Meski secara nominal posisi utang tidak bertambah, rasio DSR pasti naik. 

Namun, lanjut Darmin, yang terpenting pada kondisi seperti sekarang ini adalah utang luar negeri swasta utamanya perbankan mendapatkan penerimaan dalam bentuk rupiah, adanya natural hedging, dan juga adanya pasang badan (backup) oleh perusahaan induk dengan valuta asing.

"Saya ingat beberapa tahun yang lalu itu tidak terlalu banyak porsinya yang penghasilannya rupiah," ujar Darmin.

Lebih lanjut, menurut dia, dari sisi pemerintah tentunya berusaha menjaga agar utang tidak membengkak, khususnya untuk swasta. Pemerintah, akui Darmin, tentu ikut memikirkan dan membahas mengenai pelebaran itu dan mencari cara untuk menekannya, salah satunya melalui kebijakan Debt to Equity Ratio (DER) atau rasio utang terhadap kecukupan modal.

Seperti kalau pinjam di luar ada batasannya. Artinya berapa persen dari modal. DER-nya iya betul. Itu sebenarnya normal tapi tidak tahu kenapa belum selesai juga dibahas tapi sudah dalam pembicaraan," tutur Darmin.

Pada bagian lain, Bank Indonesia memprediksi utang luar negeri (ULN) jangka pendek untuk tahun depan akan mengalami peningkatan. Sampai dengan kuartal III-2015 posisi ULN jangka pendek hanya US$56,2 miliar atau 18,6%  dari total ULN Indonesia sebesar US$302,4 miliar.

"ULN jangka pendek seperti capital untuk modal tenaga kerja kemungkinan akan naik lagi," ujar Direktur Eksekutif‎ Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati, di Jakarta, Jumat (20/11).

Menurut dia, kondisi ULN jangka pendek hingga kuartal III-2015 juga mengalami penurunan 2,8% dari US$56,9 miliar pada kuartal sebelumnya. "Jadi kalau kita lihat ULN jangka pendek itu tumbuh negatif padahal biasanya itu selalu di atas posisinya. Kalau kegiatan ekonomi membaik pasti ini akan tumbuh lagi," ujarnya.

Kebutuhan Pembiayaan Naik

Hendy menjelaskan, jika pertumbuhan ULN jangka pendek pada tahun depan akan disokong oleh kebutuhan swasta untuk menambah permodalan serta kondisi perekonomian yang diprediksi membaik.

"Ini biasanya untuk modal perusahaan, untuk biaya pengolahan nanti mereka pinjam, dibayar, lalu ditarik lagi. Kalau ekonomi membaik nanti akan membaik lagi," ujarnya.

"Posisi ULN jangka pendek pada kuartal III/2015 tercatat 18,6% ini berada di bawah batas aman atau threshold yang sebesar 18,9%. Yang dianggap bahaya kalau melampai 18,9%. Ini nilainya turun artinya membaik," ujarnya.

Indikator kedua yakni melihat posisi ULN terhadap penerimaan transaksi berjalan yang meningkat, seiring dengan turunnya penerimaan transaksi berjalan. Kendati demikian, indikator tersebut masih jauh dari threshold waspada.

Pada kuartal III/2015, ULN terhadap penerimaan transaksi berjalan sebesar 157,7%, mengalani kenaikan dibanding kuartal II/2015 yang senilai 153%. "Threshold-nya 170,7%. Sekarang kita masih 157,7% masih di bawah batas. Walaupun kita tahu ekspor kita juga menurun," ujar Hendy.

Indikator ketiga yakni posisi ULN terhadap produk domestik bruto yang meningkat tipis seiring tingginya kebutuhan untuk eksternal financing. Pada kuartal III-2015, posisi ULN terhadap PDB sebesar 34,9%, meningkat dari kuartal II-2015 yang sebesar 34,5%. Indikator tersebut masih jauh di bawah threshold waspada yang di level 51,1%.

"ULN terhadap PDB itu batasnya 51,1%. Sekarang kita masih 34,9%. Jadi enggak apa-apa dan tidak berbahaya, sepanjang masih di bawah threshold. Selama pembiayaan dalam negeri belum cukup, maka masih perlu dana dari luar‎," katanya.

Indikator yang terakhir yakni posisi ULN jangka pendek terhadap cadangan devisa atau cadev yang menurun namun masih di atas thresshold waspada. ULN jangka pendek pada kuartal III-2015 terhadap cadev sebesar 181,1% mengalami penurunan dari 190%.

"Cadev terhadap ULN jangka pendek batasnya 150%, kita di 181%. Kalau di bawah batas waspada yang 150% itu yang memburuk. Ini karena cadev kita turun cukup banyak dari kuartal II ke kuartal III-2015. Makanya rasio turun karena cadev turun," ujarnya.

Dia menegaskan kondisi ULN saat ini terbilang masih dalam keadaan aman. Pasalnya, posisi ULN terhadap sejumlah indikator berada masih di bawah thresshold. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…