Pertamina Stop Impor Solar Tahun Depan

 

NERACA

Jakarta – Akibat kelebihan produksi dan kewajiban penggunaan biodiesel, PT Pertamina (Persero) memastikan tahun depan tidak lagi mengimpor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. 

Hal ini terkait dengan dua faktor yang mendasari kebijakan tersebut, yaitu kebijakan pencampuran biodiesel ke dalam solar, serta beroperasinya kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, dan proyek Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di Kilang Cilacap.

”Perkiraan kelebihan produksi solar tahun depan 400.000 barel per bulan. Jadi, kita benar-benar tidak perlu impor lagi,” kata Direktur Pemasaran dan Niaga Ahmad Bambang, di sela acara penandatanganan kontrak FAME di Jakarta, akhir pekan lalu.  

Ahmad mengatakan, ada dua alternatif yang akan dilakukan oleh Pertamina terkait kelebihan produksi solar tersebut. Pertama, akan dijual kepada perusahaan migas lain atau di ekspor. Meski begitu, kandungan sulfur dalam solar murni yang masih tinggi membuat harga solar tidak menarik untuk diekspor karena harganya cukup tinggi. Namun, Pertamina berharap kelebihan produksi solar mampu diserap pasar di dalam negeri. 

”Kami akan usulkan kepada pemerintah baiknya seperti apa ke depan. Kalau produksi berlebih, kami usulkan tidak usah impor tapi sisanya harus mampu dibeli badan usaha lain,” tegasnya.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menambahkan, saat ini Pertamina telah menyalurkan biodiesel dengan persentase FAME sebesar 15%. 

Total penyerapan FAME hingga 31 Oktober 2015 mencapai sekitar 300.000 kiloliter (kl) dan ditargetkan dapat mencapai 966.785 kl pada akhir tahun, atau setara dengan 5.98 juta kl biosolar. Dengan penerapan mandatori B-ZO tahun depan, Pertamina memproyeksikan kebutuhan volume FAME yang akan diserap BUMN energi itu sebesar 5,14 juta kl atau setara 26 juta kl biodiesel. Adapun, volume tersebut terdiri dari 2,7 juta kl untuk kebutuhan subsidi, 1,26 juta kl untuk kebutuhan pembangkit listrik, dan 1,12 juta kl untuk kebutuhan nonsubsidi. 

”Penyerapan FAME sebagai langkah penting menjauh dari ketergantungan impor solar dan membuka lapangan kerja karena industri hilir sawit akan lebih bergairah,” kata dia. Tahun ini Pertamina akan menyalurkan biodiesel sebanyak 966.785 kl. Jika itu dapat direalisasikan, akan ada penghematan devisa sebanyak US$360 juta. 

Terkait beroperasinya kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, Wianda mengatakan bahwa kilang itu sudah beroperasi 100% pada akhir tahun 2015. Beroperasinya kilang TPPI berdampak pada penghematan impor BBM berupa premium dan solar hingga USD2,2 miliar. Ini juga berkaitan dengan tahun depan, perseroan harus mengimplementasikan mandatory biodiesel 20%.


Menurut dia, kelebihan produksi solar disebabkan beberapa faktor. Pertama, peningkatan di kilang Pertamina di beberapa tempat telah selesai. Salah satunya adalah proyek pembangunan kilang residual fluid catalytic cracker (RFCC) di Cilacap. Kedua, konsumsi solar murni dari pasar domestik juga menurun lantaran perlambatan ekonomi. 

Ketiga, naiknya porsi campuran nabati (FAME) dari 15% menjadi 20% pada tahun depan juga otomatis akan mengurangi permintaan terhadap solar murni.
"Jadi, bingung juga kami. Perkiraan kelebihannya tahun depan 400.000 barrel per bulan," ujarnya.  

Kondisi ini akan dibicarakan dengan pemerintah. Menurut dia, ada dua pilihan yang bisa diambil. Opsi pertama, solar murni diekspor, atau kedua, solar murni produksi Pertamina dibeli oleh badan usaha lain, seperti PLN.

Meski demikian, Ahmad mengakui, kandungan sulfur dalam solar murni yang masih tinggi membuat harga solar tidak menarik untuk diekspor, alias terlalu murah.  "Solar yang diekspor Pertamina masih murah karena belum mengikuti low sulfur contain," ujarnya seperti dikutip kompas.com.  

Pertamina pun akan mengusulkan kepada pemerintah untuk tidak memberikan izin impor solar kepada badan usaha lain. "Kalau (produksi) dalam negeri sudah cukup dan lebih, apakah diizinkan untuk impor? Ya usulan kami, kalau ada produksi lebih, ya tidak ada izin impor. Sisa dari Pertamina ya harus dibeli oleh badan usaha yang lain," ujarnya. bari

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…