Akhir Kebuntuan

 

Oleh: Ambara Purusottama

Pengajar Prasetiya Mulya Business School

 

Tidak terasa pemerintahan baru yang terpilih sudah berjalan setahun lebih. Meskipun beberapa indikator ekonomi nasional terbilang tidak memuaskan namun harus diakui bahwa pemerintah telah bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi nasional. Salah satunya adalah mengupayakan penyelesaian problematika perburuhan yang tidak kunjung usai. Problematika tersebut turut andil terhadap penurunan daya saing dan meningkatnya risiko berbisnis di Indonesia. Sebagai respon dari permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV yang merupakan bagian dari serangkaian paket kebijakan untuk menggenjot ekonomi nasional.

                Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV secara khusus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan pekerja. Tujuan kebijakan ini salah satunya untuk menentukan pengupahan yang adil bagi pekerja dengan tetap memperhatikan pemberi upah. Selama ini untuk menentukan upah buruh hanya didasarkan pada komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) atau kenaikan harga barang(inflasi) yang selanjutya akan diterjemahkan ke dalam jarring pengaman melalui UMK, UMP ataupun UMR. Oleh karenanya, kenaikan upah selalu dianggap musuh bagi para pemberi upah. Kenaikan upah sepihak seringkali memakan ‘korban’. Harus dipahami dalam prinsip ekonomi adanya peningkatan biaya tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas dianggap tidak efisien. Kenaikan biaya tersebut akan menjadi dasar bagi pengusaha untuk merumahkan pekerja dan pengangguran pun meningkat.

                Permasalahan pengupahan terjadi karena tidak selarasnya hubungan antara kenaikan upah dengan produktivitas. Perdebatan antara upah dengan produktivitas seakan tidak ada habisnya. Kondisi ini turut diperparah dengan perspektif dan kepentingan dari masing-masing pihak, baik dari pekerja maupun pengusaha. Perspektif pekerja menyatakan bahwa peningkatan produktivitas akan terjadi apabila kebutuhan dasar sudah dipenuhi. Sebaliknya, pengusaha melihat apabila terjadi peningkatan upah harus didasari oleh peningkatan produktivitas. Minimnya produktivitas pekerja akan sulit bagi pengusaha untuk menaikkan upah. Kedua perspektif tersebut masing-masing memiliki dasar untuk dijadikan acuan. Tidak ada yang salah,hanya saja sulit sekali untuk menentukan jalan tengahnya.

                Problematika pengupahan di Indonesia tidak hanya sampai disitu dan cenderung meluas. Permasalahan tersebut seringkali dijadikan komoditi bagi sebagian oknum untuk memuluskan kepentingan pribadinya. Dengan kata lain permasalahan perburuhan menjadi rawan dipolitisasi. Demokrasi di Indonesia yang berlandaskan pada asas kerakyatan dimana rakyat berperan penting dalam roda pemerintahan memperbesar peluang untuk dijadikan kendaraan politik. Dengan dalih suara buruh adalah suara rakyat menjadi alat yang efektif untuk memuluskan ‘jalannya’. Selain itu tidak jarang dalam menyuarakan aspirasi kenaikan upah, terjadi anarkisme dimana-mana yang justru merugikan berbagai pihak.

                Pengupahan yang adil seyogyanya tidak berpihak pada salah satu pihak saja. Keadilan haruslah menjunjung prinsip persamaan dan saling menguntungkan semua pihak. Keadilan harus mampu mengakomodir kepentingan maupun kebutuhan semua pihak terkait, termasuk pemerintah. Formula pengupahan yang dibuat pemerintah dalam Paket Kebijakan Ekonomi tersebut mampu mengakomodir kepentingan pekerja dan juga pemberi upah dengan memformulasikan kombinasi antara variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, pemerintah dalam hal ini juga ingin mengubah daya saing perburuhan di Indonesia yang selama ini terjebak pada upah murah menjadi perburuhan yang kompetitif.

                Harus diakui bahwa kehadiran pemerintah saat ini mampu membuat iklim bisnis menjadi lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Permasalahan pengupahan yang ‘mandek’ selama lebih dari satu dekade akhirnya menemukan titik terang. Hasil kerja tersebut patut diberikan apresiasi lebih. Implikasi kebijakan tersebut akan membuat kepastian berbisnis di Indonesia menjadi lebih pasti. Kenaikan upah tidak selalu mengacu pada KHL namun juga mempertimbangkan kondisi perekonomian. Paket pemerintah tersebut diharapkan mampu melegakan berbagai pihak meskipun belum mengakomodir semua kepentingan. Paling tidak ini bias menjadi awal yang baik bagi negara ini untuk meningkatkan kinerja ekonomi nasional.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…