Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D - Rektor Universitas Budi Luhur - "Jabatan Tak Perlu Dikejar"

Bekerjalah secara profesional, tentunya dengan menunjukan hasil kerja yang maksimal, akan membuat seseorang tak lagi perlu mengejar jabatan yang ia inginkan, namun karena track-record yang baik jabatan yang bakal mengejarnya.

NERACA

Kata-kata di atas ini mungkin terdengar klise di telinga, tetapi seperti itulah kenyataan hidup yang dialami Rektor Universitas Budi Luhur, Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D dalam mengembangkan karir di dunia pendidikan. Dirinya yang memegang teguh prinsip tersebut justru sukses membuat jabatan yang mencarinya.

Buktinya, dari beberapa jabatan yang diperolehnya, tak ada satu pun yang ia lamar. Tetapi sebaliknya, sang profesor diajak bergabung oleh orang yang mengenalnya lantaran tahu kualitas dan track-record yang dia miliki. Artinya, semua jabatan yang diperolehnya, adalah buah dari kualitas yang dihasilkan serta hubungan baik dengan pihak lain.

“Saya selalu ingat apa yang dipesan bapak saya dahulu. Dia selalu berpesan “jangan mengejar jabatan”, tetapi bekerjalah secara profesional dan baik. Pasti jabatan dan lain sebagainya akan ikut sebagai bonus,” sebut pria yang akrab disapa Prof. Suryo tersebut.

Ya, seperti diungkapkannya, saat diminta menjadi rektor Universitas Budi Luhur misalnya, itu dikarenakan Prof. Suryo punya hubungan baik dengan pemilik Yayasan yang membawahi universitas. Saat itu pemilik yayasan sangat mengenal dirinya, dan tahu, bagaimana prestasi yang dimiliki Prof. Suryo. Akhirnya mereka pun meminta Prof. Suryo bergabung ke Universitas Budi Luhur pada 2013.

“Karena hubungan baik ditambah hasil yang kita buat bagus, sebelumnya kita juga pernah bekerjasama yakni saat saya di kementerian. Saya tidak tahu, mungkin memang mereka lihat track-record saya, karenanya dalam perekrutan saya bukan diwakili dengan kata memilih layaknya memilih anggota dewan dan presiden, tetapi kata yang tepat adalah pencarian rektor,” jelas dia.

Maklum, hubungan baik antara mereka (Prof. Suryo dan pemiliki Yayasan) sudah lama terjalin yakni saat dirinya masih menjabat Sekretaris Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Disitu kemudian terjalin kerja sama, karena pemilik yayasan puas dengan hasil kerjanya, makin kesengsem dan meminta Prof. Suryo menjadi pimpinan di Universitas Budi Luhur.

“Sebelumnya, kita memang sudah kenal baik. Dahulu juga kan pernah bekerjasama saat saya masih di kementerian. Nah, baru pada tahun 2013 saya diajak bergabung dengan Universitas Budi Luhur ini sebagai rektor,” tegas dia.

Untungnya, rektor induk Prof. Suryo saat itu, yakni rektor UGM, memberikan izin kepadanya untuk menjadi rektor Universitas Budi Luhur. “Saya akhirnya putuskan setalah mendapat izin dari rektor induk saya (rektor UGM),” beber dia.

Prinsip MERAK  

Saat bergabung dengan Universitas Budi Luhur, diakui Prof. Suryo dirinya bukanlah tipe orang yang muluk-muluk dalam menjanjikan sesuatu bagi perusahaan dalam hal ini universitas, karenanya ia tak mau mengubah visi misi yang telah dibuat oleh Yayasan, tetapi hanya mencoba menyempurnakannya dengan mengaplikasikan prinsip “MERAK”.

“Saya bukan tipe yang muluk-muluk saat diminta memimpin universitas ini, visi misi sudah dibuat Yayasan, jadi saya hanya menjalankan visi misi universitas, dengan beberapa tambahan. Seperti dengan melengkapinya dengan formulasi MERAK,” tegas Prof Suryo.

“M” adalah Manajeman, di sini tentunya adalah manajemen Perguruan Tinggi dimana dirinya mencoba menerapkan manajeman yang sehat, sehingga tidak akan pernah terjadi clash saat bekerja. Manajeman sehat tersebut menurutnya meliputi beberapa hal, antara lain adalah manajeman organisasi, manajeman SDM, dan manajeman infrastruktur.

Karena Universitas Budi Luhur merupakan universitas swasta. Maka mau tak mau harus dijalankan dengan efektifitas dan efisien, karenanya “E” dalam prinsip “MERAK”tadi adalah Efektifitas dan Efisiensi. Pada intinya, semua langkah yang diambil harus efektif dan efisian.

“Seperti efektif dan efisien dalam mengelola ruang yang dimiliki,efektif dan efisien dalam menggunakan listrik dan efektif dan efisien di dalam semua aspek,” jelas dia.

Sementara “R” adalah Relevansi, maksudnya kegiatan yang dijalankan universitas harus relevan, seperti relevan akademik. Relevan dalam kehidupan bermasyarakat (pengabdian masyarakat). Sesuai prinsip cerdas dan berbudi luhur yang digadang-gadang universitas ini (Universitas Budi Luhur).

“Karena kan yang namanya berbudi luhur itu, harus dapat bermanfaat buat orang lain dan tidak merugikan orang lain,” kata dia.

Sedangkan “A” selanjutnya adalah Atmosfir. Universitas juga harus memilki atmospir yang sehat, baik di dalam maupun di luar dalam upaya membentuk budaya, karakter, moral mahasiswa. Atmosfir sehat ini bukan hanya diterapkan di universitas dan lingkungannya saja, tetapi juga dihadirkan dalam kehidupam sehari-hari dosen dan mahasiswa.

Terakir, “K” adalah Kerja sama. Pihaknya sadar tidak bisa berjalan sendiri, karenanya butuh bersinergi dengan pihak lain. Dan pada kepemimpinan Prof. Suryo ini kerja sama dengan berbagai pihak terus digencarkan, seperti kerja sama dengan Pemerintah Jepang, Jerman, Ausralia, Laos, Vietnam dan UGM beserta lembaga lainnya.

“Kita lakukan kerja sama juga dengan Laos dan Vietnam untuk memperkuat posisi kita saat menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN akhir tahun ini,” jelasnya.

Makanya dengan prinsi “MERAK” tersebut, diyakini Prof. Suryo, hubungan antara Perguruan Tinggi dan Yayasan berlangsung dengan sehat. Tidak pernah ada konflik kepentingan. Sehingga tidak akan ada yang namanya rebut-rebutan universitas.

“Yang penting berembuk saja, makanya saya tidak ingin kordinasi itu kata yang mahal di universitas ini. Kebanyakan kan akibat tidak koordiansi, salah satunya cara adalah setiap Senin kami mengadakan coffee morning baik antara Perguruan dan Yayasan, di situ kita sharing, jadi apa yang kita bicarakan mereka juga tahu,” katanya.

Konsisten

Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan oleh universitas (dunia pendidikan), tak heran kenapa Prof. Suryo hanya ingin menabdikan dirinya di dunia pendidikan. Baginya tak masalah meski pada awalnya, banyak suara “nyinyir” atas keputusannya.

“Saya lulusan Teknik Sipil UGM, saat memutuskan menjadi dosen, banyak suara-suara “miring” yang saya dengar saat itu, maklum teman-teman saya sudah ada yang jadi kontraktor besar dan mereka berpesan, hati-hati jadi dosen mending cari pekerjaan lain,” kenang Prof. Suryo.

Tetapi baginya, kepuasan diri adalah segalanya. Meskipun saat itu kesejahteraan teman-temannya yang berprofesi sebagai kontraktor lebih besar dari yang ia jalani yakni menjadi dosen, Prof. Suryo tetap menjadi dosen adalah hasratnya yang besar di dunia pendidikan.

Saya kejar kepuasan saya, di mana saya bisa jalankan pekerjaan dengan baik, itu yang saya cari dalam hidup saya. Sejak awal saya lahir dan dibesarkan oleh perguruan tinggi, sejak awal saya sudah di sini,” ujar sang profesor menutup pembicaraan. (ahm)

BERITA TERKAIT

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…

BERITA LAINNYA DI

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…