Penjaminan, Jembatan Bagi UMKM Menuju Perbankan

Penjaminan merupakan jembatan bagi mereka yang usaha­nya feasible namun belum bankable. Salah satu penyebab rendahnya kredit per­bank­an ke usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) karena terjadinya informasi asi­metris antara kedua pihak. Demikian dikemukakan Ketua umum Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) sekaligus Direktur Utama (Dirut) Perum Jamkrindo Diding S Anwar, dalam sambutannya pada acara bedah buku berjudul “Industri Penjaminan Menatap Indonesia Gemilang’, di Jakarta, Senin (9/11).

Informasi asimetris menyebabkan calon kreditur tidak mempunyai pengetahuan mendalam tentang calon debitur. Karenanya, lembaga penjamin mendorong mereka yang memiliki usaha fessible menjadi bankable. “Lembaga penjamin bisa melahirkan usaha-usaha baru. Mampu membuat mimpi orang menjadi pengusaha menjadi kenyataan,” tutur dia. Dia menjelaskan, dalam industri penjaminan ada tiga pihak yang terlibat dalam proses bisnis ini. Disebutkannya ada penjamin, penerima jaminan, serta terjamin.

Lebih jauh dijelaskannya, praktik penjaminan bukan hal yang baru. “Hampir semua negara menggunakan instrumen penjaminan dalam membantu UMKM mengakses sumber pendanaan,” kata Diding.

Dia mencontohkan, di Jepang industri penjaminan dimulai dengan mendirikan Credit Guarantee Corporation (CGC) Tokyo, yang berkembang dan tersebar di 47 prefektur dan 5 kota metropolitan. Setiap CGC didukung oleh pemerintah daerahnya dalam pendanaan. CGC juga memperoleh subsidi dari pemerintah pusat lewat Kementerian Keuangan.

Sementara itu, diungkapkan Diding, kegiatan penjaminan di Indonesia dimulai sejak tahun 1971, saat itu pemerintah mendirikan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK), yang lalu berubah menjadi Perum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK), menjadi Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU) pada tahun 2000. Terakhir, pada tahun 2008, Perum SPU berubah menjadi Perum Jaminan Kredit Indonesia atau Jamkrindo.

Dalam buku setebal 330 halaman ini, diulas peluang dan tantangan Industri Penjaminan di Indonesia seperti pengesahan UU Penjaminan. Selain itu, masih rendahnya kredit perbankan kepada UMKM, hanya sekitar Rp 707 triliun setara 18,7 persen outstanding kredit Rp 3.779 triliun (data BI 31 Desember 2014) lantaran adanya informasi asimetris.

Masih dalam buku tersebut, diulas contoh sukses lembaga penjaminan di negara lain seperti KODIT (Korea) yang mampu mengumpulkan modal lebih dari US$ 5 miliar dan nilai penjaminan mencapai US$ 40 miliar lebih. Ataupun FIAT di Italia.

Di Indonesia, total aset industri penjaminan tumbuh 23,2 persen dari Rp 3,1 triliun pada 2010 menjadi Rp 8,8 triliun pada 2014. Sekitar 95,06% atau Rp 8,39 triliun di antaranya dimiliki Jamkrindo yang mampu mencatatkan outstanding penjaminan hingga Rp 38,04 triliun usaha produktif (98,02 persen), Rp 56,59 triliun penjaminan usaha non produktif (99,34%). "Industri penjaminan Indonesia baru tumbuh signifikan pada 2006 saat pemerintah meluncurkan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan UMKM (Inpres 6/ 2007) dan program KUR," kata Diding.

Selain itu, Assipindo juga siap menggelar konferensi asosiasi lembaga penjaminan kredit Asia (Asia Credit Supplementtion Institution Confederation/ ACSIC) pada 16-19 November mendatang di Nusa Dua Bali.

Menurut Diding, dalam seminar tersebut, bakal ada seminar penjaminan internasional (internationl guarantee seminar/ IGC) yang menghadirkan 500 peserta lebih. Mereka adalah 16 anggota dari 11 negara ACSIC, perbankan, non perbankan, OJK, BPK, Kementerian serta Kedutaan Besar dan Konsulat Asing di Indonesia. "Tema IGC kali ini 'The Challenge of Borderless SMEs in Developing Economy ane Role if Credit Guarantee Corporation'. Kami harap akan menambah wawasan seputar fungsi penting industri penjaminan dalam membangun sektor UMKM dan korporasi," kata Diding.

Selain IGC, ada juga konferesi khusus anggota ACSIC dengan tema "Measuring the soundness and Key Performance Indicator of Credit Guarantee Corporation". Selain itu, juga akan diselipkan agenda peluncuran buku "Industri Penjamin: Menatap Indonesia Gemilang" yang merupakan hasil karya Diding berkolaborasi dengan Kepala LM FEB UI, Toto Pranoto.

 

 

Masih Rendah

 

 

 

Yang jelas, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam struktur perekonomian Indonesia. Namun, meski punya peran seperti itu, akses pendanaaan UMKM masih rendah, atau belum memiliki akses yang baik. Menurut Diding, data tahun 2013 menunjukkan jumlah UMKM mencapai 99,9 persen dari total pelaku usaha nasional, penyerapan tenaga kerja 96,9 persen, kontribusi pada PDB 60,34 persen, dan kontribusi pada investasi mencapai 63,4 persen.

 

Data dari Bank Indonesia menunjukkan sampai 31 Desember 2014 posisi outstanding kredit UMKM hanya Rp 707 T atau 18,7 persen dari total outstanding kredit sebesar Rp 3.779 triliun. “Salah satu penyebab rendahnya kredit perbankan kepada UMKM adalah terjadinya informasi asimetris antara perbankan dengan UMKM. Dimana calon kreditur tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang calon debitur sedang calon debitur berupaya memoles data untuk meningkatkan daya tarik terhadap calon kreditur,” jelas Diding pada bedah buku Industri Penjaminan Menatap Indonesia Gemilang, Senin.

 

Informasi yang salah ini menyebabkan seleksi dan keliru serta moral hazard. Akibatnya banyak kreditur yang menerapkan penjatahan kredit. Dan UMKM yang tidak memiliki agunan menjadi semakin sulit mengakses pinjaman.

 

Hadirnya penjaminan diakui Diding menjadi solusi mengatasi permasalahan penjaminan bagi UMKM ini. Penjaminan bisa menjadi jembatan bagi mereka yang usahanya feasible tetapi belum layak memperoleh pendanaan karena kurang memenuhi syarat kredit.

 

Industri penjaminan itu sendiri terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Total aset industri terus tumbuh dengan CAGR 23,2 persen yaitu dari Rp 3,1 triliun pada 2010 menjadi Rp 8,8 triliun pada Maret 2014.

 

Terlihat bahwa posisi Perum Jamkrindo dalam industri penjaminan nasional sangat dominan yaitu total aset Rp 3,39 triliun atau 96,06 persen dari aset industri. Data 2014 juga menunjukkan Perum Jamkrindo mendominasi kinerja penjaminan nasional nasional dengan nilai outstanding penjaminan usaha produktif sebesar Rp 38,04 triliun dan total outstanding penjaminan Rp 94,64 triliun.

BERITA TERKAIT

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…

BERITA LAINNYA DI Peluang Usaha

Di Tengah Ancaman Boikot, Danone Terus Disoal

Nama perusahaan multinasional asal Prancis, Danone terus bikin geger. Danone dan banyak perusahaan multinasional lainnya  dikecam di seluruh dunia karena aktif…

Khong Guan Luncurkan Biscuits House di KidZania

Memperkenalkan lebih dekat lagi biskuit Khong Guan kepada anak-anak sejak dini sebagai biscuit legendaris di Indonesia, Khong Guan Group Indonesia…

KUR, Energi Baru Bagi UKM di Sulsel

Semangat kewirausahaan tampaknya semakin membara di Sulawesi Selatan. Tengok saja, berdasarkan data yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel,…