HASIL PEMERIKSAAN BPK SEMESTER I-2015 - Lebih 50% Birokrat Langgar UU

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ungkap 10.154 temuan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester I- 2015. Dari temuan kasus tersebut, aparat pelaksana yang melanggar UU mencapai lebih dari 50% yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian birokrat yang mengelola keuangan negara.

NERACA

Dari pemeriksaan 666 objek pemeriksaan tersebut, BPK menemukan 10.154 temuan yang memuat 15.434 permasalahan dari 7.890 (51,12%) masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 33.46 triliun dan 7.544 (48,88%) masalah kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

“Pelanggaran atas per-Undang-undangan ini mencapai 51,12%, artinya bisa saja ada kesengajaan, bisa juga ada kelalaian dari petugas yang mengelola keuangan negara, ada juga sebagian yang tidak paham,” kata Harry Azhar saat menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/10).

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I- 2015 memuat ringkasan 666 objek pemeriksaan yang terdiri atas 117 objek pada pemerintah pusat, 518 objek pemerintah daerah dan BUMD, serta 31 objek BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, terdapat 607 objek pemeriksaan keuangan, lima pemeriksaan kinerja, dan 54 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

“Tadi Presiden menyampaikan ke Menkeu untuk diingatkan lagi di sidang kabinet berikutnya akan dia tekankan betul menyampaikan hasil temuan maupun rekomendasi BPK harus ditindaklanjuti tahun yang bersangkutan juga,” ujar Harry Azhar.

Sementara untuk pemerintah daerah, menurut dia, mencapai angka 49% dari sebelumnya masih 30 persen pada 2013 dan 2009 masih 3%. “Untuk pemerintah daerah, selama semester I tahun 2015, BPK memeriksa 504 laporan keuangan pemda atau sebanyak 93,51% LKPD dari 539 pemerintah daerah yang wajib menyusun laporan keuangan (LK),” ujarnya.

Hal ini mengalami perkembangan dari tahun sebelumnya yang dimuat dalam IHPS I Tahun 2014, yaitu sebanyak 456 (87,02%) LHP LKPD dari 524 pemerintah daerah yang wajib menyusun LKPD tahun 2013.

LKPD tahun 2013 yang memperoleh opini WTP sebanyak 29,96% dan tahun 2014 meningkat menjadi 49,80%. IHPS I tahun 2015 juga mengungkap 31 obyek pemeriksaan BUMN dan badan lainnya, terdiri atas 6 pemeriksaan keuangan, 2 pemeriksaan kinerja, dan 23 PDDT.

Dalam hasil pemeriksaan atas enam laporan keuangan badan lainnya tahun 2014, BPK memberikan opini WTP atas empat LK badan lainnya, yaitu LK Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Hulu Migas.

Terhadap LK Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) dan Badan Pengelolaan Dana Abadi Umat, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP).

Belum Seimbang

Sebelumnya Harry Azhar dalam kuliah umum di Universitas Nasional mengungkapkan, laporan realisasi APBN pada 2014 menunjukan realisasi pendapatan pemerintah sebesar Rp 1.550,49 triliun atau naik sebesar 7,75%, jika dibandingkan tahun 2013 senilai Rp 1.438,89 triliun. Sayangnya, kata dia, jumlah kenaikan keuangan negara tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

"Apakah anggaran telah dipergunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Menurut dia, salah satu tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum seperti yang termuat dalam UUD 1945. Namun, masih banyak masyarakat belum merasakan sejahtera. Salah satu alasannya adalah alokasi anggaran negara yang belum seimbang.

Namun demikian, Harry mengatakan BPK menjadi salah satu pihak yang berperan besar menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Perlu langkah-langkah prioritas diambil demi memaksimalkan penggunaan anggaran agar sesuai tujuan.

"Kami akan memprioritaskan pemeriksaan kinerja, di antaranya adalah program-program yang bisa menekan tingkat kemiskinan, angka pengangguran, mengurangi angka kesenjangan pendapatan, dan meningkatan indeks pembangunan manusia yang meliputi kesehatan, pendiidkan, dan peningkatan, daya beli masyarakat," ujarnya.

Selain itu, Ketua BPK mengatakan perlunya peningkatan kapasitas kinerja khususnya di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. “Tadi saya menyampaikan ke Presiden perkembangan trend positif (laporan keuangan) di pemerintah daerah itu salah satunya hasil kerja Kementerian Dalam Negeri,” katanya.

Dia mengungkapkan bahwa kinerja laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara umum terus menunjukkan peningkatan. “Pemerintah pusat yang memperoleh opini WTP (wajar tanpa pengecualian) mencapai 71 persen. Sebelumnya lima tahun yang lalu masih 57 persen,” katanya.

Harry Azhar berkomitmen menaikkan persentase audit kinerja pemeriksaan keuangan negara tiap tahun demi memastikan setiap anggaran negara digunakan meningkatkan kemakmuran rakyat.

"Setiap tahun naikkan lima persen," ujarnya.

Jika dalam kepemimpinan BPK sebelumnya audit kinerja hanya memiliki porsi 20%,  maka pada tahun pertama kepemimpinannya, dia menaikkan menjadi 25%. Dia berkomitmen menaikkan lima persen setiap tahun. "Hingga pada akhir masa jabatan lima tahun sudah 45 persen," kata dia.

Menurut dia, porsi audit kinerja harus terus diperbesar, karena audit keuangan saja dianggap tidak cukup untuk memastikan anggaran negara digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Audit keuangan hanya memastikan penggunaan anggaran wajar, mengikuti peraturan yang berlaku. Namun tidak dapat menjamin bahwa setiap rupiah membuat masyarakat sejahtera.

"Daerah bisa dapat WTP terus kalau penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran sesuai aturan. Tetapi, belum tentu anggaran digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata dia seperti dikutip Antara.

"Misalnya, daerah membangun jembatan yang lebih banyak dilewati monyet karena dibuat di hutan. Apa manfaat jembatan itu bagi kesejahteraan masyarakat," kata dia.

Dia percaya bila audit kinerja diperbesar, maka pengguna anggaran akan lebih proporsional dalam mengalokasikan dana untuk kepentingan masyarakat. Di Amerika Serikat saja, kinerja audit investigasi memiliki porsi 90% dari total pemeriksaan keuangan. Hasilnya, BPK di negara itu mampu meningkatkan kemakmuran rakyat berkali lipat dari anggaran untuk badan.

Namun, sebelum menerapkan audit kinerja sepenuhnya, BPK harus membuat ukuran penilaian untuk tiap lembaga. Karena kriteria keberhasilan tiap lembaga berbeda-beda.

Misalnya saja Bank Indonesia, ukuran keberhasilan kinerjanya adalah penguatan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat dan penurunan inflasi. "Ini yang harus disepakati dulu dengan tiap lembaga, saya sedang berusaha menyusunnya," ujarnya. bari/mohar/fba

 

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…