Bencana Asap Berbahaya

 

Setiap pagi hingga malam hari serta pagi berikutnya asap dari pembakaran hutan liar masih terus mengepung. Asap menutupi pandangan serta mengurangi kadar oksigen di udara. Asap pembakaran tersebut sudah berlangsung lama. Tak ada penyelesaian dalam menanggulangi asap dan pencemaran udara.

Wakil Ketua Komisi II DPR  Lukman Edy mengatakan, pihaknya akan membentuk Panitia Kerja (Panja) asap. Dia mengatakan kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan sudah seperti pembunuhan masal alias genosida. 

"Sekarang di Riau kembali asap pekat. Kepekatannya mungkin empat kali lipat dari sebelumnya. No electric (tidak ada listrik), No school (tidak bisa bersekolah), No flight (tidak ada penerbangan), No oxygen (tidak ada oksigen). Demi Allah, ini terasa seperti Genosida!,” kata ujarnya di Jakarta, Selasa (6/10).

Kekesalan anggota DPR tersebut sangat beralasan. Koordinasi lintas sektoral untuk mengatasi bencana asap di Riau tampaknya kurang mulus. Gubernur dan Bupati setempat lambat menanggulangi asap dengan alasan kekurangan dana dan takut mencairkan dana bencana alam. Tidak hanya itu. koordinasi Kementerian Dalam Negeri dengan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat juga kurang serasi. Karena itu, pembentukan Panja Asap akan mengundang sejumlah pihak terkait seperti Mendagri, Mensesneg, Seskab, Kastaf Kepresidenan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Hukum dan HAM.

Selain itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong sekaligus mendukung langkah sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) melakukan gugatan class action terhadap perusahaan-perusahaan terlibat pembakaran dan pemerintah, atas bencana kebakaran hutan dan lahan. Gugatan ini dinilai Komnas diperlukan sebagai langkah mengingatkan negara, yang selama ini dirasakan masih minim bertindak, terlebih menyangkut penegakan hukum dan masalah penanganan masyarakat yang menjadi korban.

Meski Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, pemerintah tegas dalam mengusut pembakaran. Dipastikan ada 400 perusahaan siap dikenakan sanksi, hingga kemungkinan izinnya dibekukan dan dicabut. Ini sekaligus sebagai respon pemerintah pusat yang sekaligus menanggapi pernyataan PM Malaysia Najib Razak, dan sejumlah pihak yang meragukan ketegasan pemerintah RI terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.

Kita juga mendukung langkah masyarakat melakukan gugatan class action sebagai hal yang wajar. Ini lantaran bencana asap telah terjadi bertahun-tahun. Bahkan di Riau, persoalan kebakaran hutan dan lahan telah terjadi selama 18 tahun. Jelas, negara terlambat mengatasi bencana asap yang demikian akut dan mengancam kematian warga setempat.

Kita tentu tidak mau terjadi pembiaran atas kasus asap di Riau dan beberapa wilayah lainnya. Walau pemerintah menyatakan sudah lakukan banyak langkah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kenyataannya masyarakat terus menjadi korban asap dari waktu ke waktu.  

Sampai sekarang keluhan dari beberapa daerah khususnya warga tidak mendapat perhatian pemerintah daerah untuk memberikan bantuan kepada korban dampak asap yang menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Namun yang paling memprihatikan dari dampak pencemaran udara oleh asap pembakaran hutan liar ini adalah balita dan anak-anak sekolah. Mereka tidak tahu-menahu tentang bahaya asap yang mereka hirup.

Apalagi lokasi tempat pembakaran hutan liar ini tidak terlalu jauh dari rumah warga. Entah mengapa protes warga bahwa asap itu mengganggu pernapasan tidak pernah digubris, baik oleh pelaku di lapangan maupun pemerintah setempat. Apakah warga harus terus menghirup asap dari pagi hingga malam hari, dan pagi berikutnya? ISPA dan phneumonia telah menyerang warga, terutama anak-anak.

Kita meminta Presiden Jokowi agar segera bertindak lebih cepat lagi. Pasalnya, upaya pemadaman yang dilakukan selama ini belum optimal mengingat luas lahan yang terbakar mencapai ratusan ribu hektar, sementara jumlah peralatan termasuk helikopter untuk memadamkan relatif minim. Negara sudah saatnya turun tangan langsung dengan melakukan tindakan yang super cepat untuk menekan jatuhnya korban jiwa sedini mungkin. Semoga!

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…