ICW Desak Revisi UU KPK Dibatalkan

NERACA

Jakarta - Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mendesak agar revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibatalkan karena berpotensi melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

"ICW meminta agar seluruh fraksi di DPR untuk membatalkan rencana pembahasan revisi Undang-Undang KPK di DPR," kata Lalola Easter dihubungi di Jakarta, Rabu (7/10).

Selain itu, Lola mengatakan ICW juga meminta agar pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo mengambil sikap dengan menolak membahas revisi Undang-Undang KPK bersama DPR."Bila pemerintah bersedia membahas revisi Undang-Undang KPK akan bertentangan dengan Agenda Nawa Cita Presiden Jokowi untuk memperkuat KPK," tutur dia.

Selain itu, ICW juga meminta agar para pimpinan KPK bersikap dengan mengirimkan surat resmi kepada DPR yang menyatakan keberatan terhadap rencana pembahasan revisi UU KPK, terutama atas substansi yang berpotensi melemahkan KPK.

Menurut Lola, sedikitnya ada 15 hal penting dalam naskah Rancangan Undang-Undang KPK di DPR yang berpotensi melemahkan KPK. Salah satu hal krusial itu adalah KPK dibatasi hanya sampai 12 tahun sejak RUU tersebut disahkan sebagai undang-undang sebagaimana tercantum pada Pasal 5 dan Pasal 73.

Upaya pelemahan KPK juga terlihat pada Pasal 53, yaitu KPK tidak lagi memiliki tugas dan wewenang melakukan penuntutan. Selain itu, KPK juga akan kehilangan tugas dan kewenangan dalam melakukan monitoring.

Pada naskah RUU tersebut juga disebutkan bahwa KPK hanya bisa menangani perkara korupsi bila ada kerugian negara di atas Rp50 miliar. KPK juga lebih diarahkan kepada tugas pencegahan korupsi daripada penindakan.

Bila pada Pasal 16 Undang-Undang KPK yang saat ini berlaku, KPK memiliki kewenangan untuk membentuk kantor perwakilan di daerah, naskah RUU KPK menghilangkan kewenangan tersebut.

Selain itu, masih ada beberapa hal krusial yang berpotensi melemahkan KPK seperti harus mendapatkan izin ketua pengadilan negeri untuk melakukan penyadapan, dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi, serta tidak bisa merekrut pegawai secara mandiri.

Tidak Tepat Waktu

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK dinilai tidak tepat waktu untuk diajukan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan mengancam eksistensi lembaga antirasuah itu."Revisi ini belum tepat waktunya, karena selain iklim politik ini akan berdampak pada eksistensi KPK terhadap revisi ini," kata dia.

Revisi UU KPK sebenarnya masuk dalam Prolegnas 2016 untuk usulan insiatif pemerintah, namun saat ini diusulkan masuk menjadi RUU Prioritas Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR yang diajukan oleh 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB."Alasannya terutama karena keberadaan lembaga KPK adalah basis kekhususan kelembagaan, baik struktur, kewenangan maupun teknis ketentuannya. Revisi ini tegas jelas mengamputasi wewenang khusus lembaga KPK menjadi 'public state institution'," tambah Indriyanto.

Apalagi berdasarkan karakter khusus penindakan KPK menurut pasal 44 UU KPK, tahap penyelidikan (lidik), sehingga bila tidak ada bukti permulaan cukup dengan minimun 2 alat bukti."Maka pada tahap lidik, suatu kasus dapat dihentikan lidiknya dan ini berarti tidak perlu ada pengaturan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) di tahap penyidikan," lanjut Indriyanto. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…