Isu Bunga The Fed Memudar Bikin Rupiah "Perkasa"

 

 

NERACA

 

Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar mengalami penguatan yang cukup signifikan. Sempat menyentuh angka Rp14.680 per dolar, kini rupiah sudah mencapai Rp13.900 per dolarnya. Menguatnya nilai tukar rupiah, dikatakan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro lantaran dalam beberapa hari terakhir karena sinyal The Fed (Bank Sentral AS) untuk menaikkan suku bunga mulai mereda. "Kepastian AS untuk menaikkan tingkat bunga makin lama makin kecil, bahkan kemungkinan lebih besar (suku bunga naik) pada 2016. Itu yang membuat semua mata uang menguat dan rupiah yang sangat 'undervalue', menguat," katanya di Jakarta, seperti dilansir laman Antara, kemarin.

Menkeu menjelaskan isu kenaikan suku bunga The Fed akan mereda hingga akhir tahun 2015, namun kemungkinan isu tersebut akan muncul lagi pada 2016 apabila perekonomian di Amerika Serikat mulai membaik. "Perkiraannya sampai isu kenaikan suku bunga The Fed muncul lagi (tahun depan), kalau sekarang isunya hilang dulu," ujarnya. Selain itu, menurut Menkeu, penguatan kurs rupiah juga terpengaruh oleh kondisi domestik yaitu tidak adanya permintaan dolar AS yang luar biasa didalam negeri, sehingga untuk sementara rupiah tidak bergejolak terlalu tajam.

Analis OSO Securities Supriyadi mengatakan, penguatan rupiah ini didorong kuat oleh rencana bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan tidak akan menaikkan tingkat suku bunganya di tahun ini. Hal tersebut, memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan dalam negeri. Selain itu, paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid III yang akan diluncurkan besok memberikan optimisme kepada para investor baik lokal maupun asing.

"Rupiah menguat selama tiga hari terakhir. Ada beberapa sebab, salah satunya optimisme pasar soal paket kebijakan pemerintah yang akan diluncurkan besok. BI juga melakukan kebijakan ketat," katanya. Supriyadi mengungkapkan, data-data ekonomi AS yang telah dirilis banyak menunjukkan kinerja negatif sehingga para analis memperkirakan jika The Fed akan menunda untuk menaikkan tingkat suku bunganya hingga tahun depan.

Kondisi demikian membuat mata uang negeri Paman Sam tersebut merosot terhadap seluruh mata uang negara-negara di dunia termasuk Indonesia. "Data-data ekonomi AS jelek, rata-rata negatif, jadi diperkirakan suku bunga ditunda. Dolar AS melemah terhadap semua mata uang termasuk rupiah," kata Supriyadi.

Disisi lain, Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa beredarnya spekulasi Kebijakan Ekonomi Jilid III yang akan diluncurkan lebih mengedepankan pada pembenahan kondisi makroekonomi yang lebih konkret dan disertai dengan optimisme Presiden RI Joko Widodo yang meyakini pertumbuhan ekonomi nasional pada semester II 2015 akan lebih baik dibandingkan periode sebelumnya menopang nilai tukar rupiah.

"Harapan fundamental ekonomi nasional yang positif otomatis akan mengangkat mata uang rupiah terhadap mata uang asing, seperti dolar AS," katanya. Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan pemerintah sebelumnya mengenai pengurangan pajak bunga deposito bagi para eksportir yang menempatkan dana hasil ekspor di dalam negeri menambah likuiditas peredaran dolar AS di dalam negeri.

Dari eksternal, ia menambahkan bahwa sentimen terkait kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed fund rate) yang cenderung mulai mereda menambah aset-aset dalam mata uang berisiko kembali dilirik investor dikarenakan imbal hasil yang ditawarkan masih cukup menggiurkan. Di sisi lain, lanjut dia, adanya pertemuan antara Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mengatasi perlambatan ekonomi di kawasan itu turut menambah sentimen positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa sinyal kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yang mereda menyusul melambatnya beberapa data ekonomi AS yang menjadi indikator the Fed untuk menaikan suku bunga membuat sebagian pelaku pasar beropini bahwa Fed kemungkinan baru akan menaikan suku bunga acuannya pada tahun depan. "Proyeksi kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang ditunda membuat dolar AS menjadi kurang menarik bagi investor pasar uang," katanya.

BERITA TERKAIT

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…