BUMI Tambah Saham Baru di Non HMETD

NERACA

Jakarta - PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kembali melakukan aksi demi memuluskan jalan berkelit dari gagal bayar (default). Produsen batubara milik Grup Bakrie ini akan mengubah sebagian besar utangnya menjadi saham. Dalam salah satu skema restrukturisasi baru yang diajukan kepada kreditor, BUMI akan menambah saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) sebesar 32,5% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Saham baru itu akan ditukar dengan utang BUMI senilai US$ 1,9 miliar.

Direktur Keuangan BUMI Andrew Christopher Beckham mengatakan, harga saham baru tersebut sekitar Rp 1.100 per saham. Nilai itu jauh di atas harga saham BUMI saat ini yang belum berkutik dari angka Rp 50 per saham. "Harga saham baru itu berdasarkan valuasi BUMI saat ini," ujar Andrew, di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Menurut dia, nilai valuasi BUMI saat ini mencapai US$ 4,6 miliar. Yang perlu diwaspadai, aksi korporasi ini menimbulkan efek dilusi yang cukup besar bagi para pemegang saham, termasuk investor publik. Sebab, harga saham private placement itu mencapai 22 kali dari harga saat ini. Saat ini, Longhaul Holdings Ltd melalui Credit Suisse menguasai 23,15% saham BUMI. PT Damar Reka Energi menguasai sekitar 6,28%. Publik menguasai 70,57% saham BUMI. "Kepemilikan semua pemegang saham akan terdilusi. Namun, manfaat private placement ini akan bagus dalam jangka panjang," papar Andrew.

Karena harga saham yang diusulkan cukup tinggi dan efek dilusi besar, BUMI harus mendapatkan restu melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) lebih dahulu. Andrew optimistis, kreditor bisa menyepakati usulan restrukturisasi ini. Jika berjalan lancar, maka BUMI akan meminta persetujuan pemegang saham pada Desember mendatang. Lebih jauh, proses restrukturisasi ini bisa dieksekusi pada Januari tahun depan.

Utang senilai US$ 1,9 miliar yang akan dikonversi itu sebagian besar berasal dari utang China Investment Corporation (CIC) dan China Development Bank Corporation (CDB). Selain itu, ada pula sebagian surat utang senior BUMI dan pinjaman dari Castleford yang akan diubah menjadi saham. Senilai 1,2 miliar  atau 42,3% dari pokok utang tetap menjadi utang di BUMI dalam bentuk Fasilitas Bergaransi Senior Baru.

Fasilitas ini terbagi menjadi dua trance, masing-masing senilai 600 juta dengan bunga 6% per tahun dan 9% per tahun. Kedua fasilitas ini bertenor lima tahun. Sementara itu, menurut David N Sutyanto, analis First Asia Capital mengatakan, aksi korporasi ini kemungkinan bisa mendapatkan persetujuan para kreditor. Pasalnya, saat ini, kreditor dibatasi dengan pilihan yang terbatas.

Jika BUMI default, maka utang yang jumbo ini akan menyebabkan kenaikan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) ke bank pemberi pinjaman. "Tentu saja, kreditor tidak mau NPL-nya naik sehingga, mau tidak mau, kreditor harus menyetujui. BUMI malah memiliki posisi tawar yang tinggi," ujarnya.

Namun, dengan harga konversi yang sangat premium, ada kemungkinan proses ini tidak akan berjalan mulus begitu saja. "Pasti akan ada negosiasi dari kreditor," imbuhnya. Ia menilai, aksi korporasi ini bisa merugikan investor publik, mengingat hal tersebut menimbulkan efek dilusi yang besar. Utang BUMI yang sebesar US$ 3,9 miliar memang bisa menyusut seusai restrukturisasi ini. Ujungnya, debt to equity ratio(DER) perseroan bisa turun.

Namun, David mengatakan, proses konversi utang menjadi saham tidak bisa menjadi jaminan bahwa fundamental BUMI akan lebih baik. Meski ia memberikan rekomendasi untuk mulai mencermati saham sektor pertambangan, David tetap menyarankan agar investor menjauhi saham BUMI. (agus)

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…