Pengadilan Tipikor Butuh Tambahan Hakim

NERACA

Jakarta - Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) membutuhkan tambahan hakim "ad hoc" untuk menangani peningkatan perkara korupsi dan mundurnya sejumlah hakim tipikor lain.

"Sekarang pengadilan tipikor mengalami suatu kendala dengan berkurangnya hakim 'ad hoc' yang semulanya delapan, tapi yang tiga sudah tidak diperpanjang. Jadi, tinggal lima hakim, sementara perkara yang masuk terus dilimpahkan ke kita, bahkan hari ini sidang ada 21 perkara. Jadi sangat diharapkan sekali agar hakim 'ad hoc' itu ditambah," kata Humas Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sutiyo Jumagi di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/10).

Dalam perkara tipikor biasanya terdiri atas lima orang hakim yaitu tiga orang hakim karier yang berasal dari pengadilan negeri di Jakarta dan dua orang hakim ad hoc yang khusus menangani perkara Tipikor.

Tiga orang hakim yang tidak lagi bertugas adalah Made Hendra karena mengundurkan diri, Hendra Yosfin dan Slamet Subagyo. Hakim Made Hendra tercatat sebagai salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara tipikor Bank Century yang memutuskan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya divonis 10 tahun penjara.

"Yang satu mengundurkan diri sejak lama, yang dua mungkin pertimbangan sendiri, kayak Pak Slamet Subagyo sudah cukup tua umurnya. Satu lagi agak tidak tahu, mungkin pertimbangan atasan kita," ungkap Sutiyo.

Sutiyo bahkan menjelaskan bahwa kendala yang dialami dalam mengadili perkara mantan Menteri Agama Suryadharma Ali yang rencananya berlangsung pada hari ini pukul 10.00 WIB dengan anggota majelis hakim Sutiyo Jumagi (ketua) dengan anggota Sutarjo, Ugo dan Joko Subagyo.

"Nanti di sidang perkara SDA (Suryadharma Ali) hakim 'ad hoc'-nya satu naik haji, yang satu sakit. Sekarang tinggal 3 hakim. Makanya perkara yang sekarang banyak agak tertunda karena menunggu sidang lain di (lantai) atas kalau sudah lengkap, sambil menunggu penetapan ketua tentang penggantian hakim yang sakit," tambah Sutiyo.

Sutiyo berharap setidaknya ada penambahan hingga 12 orang hakim."Ya paling sedikit (penambahan) 10 (hakim) atau 12 begitu ya dengan banyaknya perkara seperti sekarang," lanjut Sutiyo.

Sutiyo mengaku sudah ada tambahan hakim ad hoc yang akan bertugas di pengadilan Tipikor Jakarta, hanya saja belum aktif."Informasi ada 3 (tambahan hakim ad hoc), dua dari Surabaya, satu dari banten, yang dari Banten sudah melapor, dan pada pertengahan Oktober sudah masuk, sedangkan dari surabaya belum masuk. Praktis sekarang hakim ad hoc tinggal 3 orang, kami sudah minta sejak 3 bulan lalu," jelas Sutiyo.

Selain jumlah hakim ad hoc yang minim, hakim karier di pengadilan Tipikor pun sedikit. Hakim ad hoc ada 5 orang, hakim kariernya kurang dari 16. Kalau hakim karier tidak masalah, bisa diambil dari Jakarta Utara, Jakarta Selatan, masih banayk stoknya.

Tambahan Ruangan dan Tunjangan 

Kemudian Sutiyo menjelaskan hakim yang bertugas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membutuhkan tambahan ruangan maupun tunjangan."Kita sering sidang dengan 4 ruangan, itu sangat kurang sekali. Tapi nanti mudah-mudahahn kalau sudah pindah ke kantor baru di Bungur nanti, mungkin bisa lebih lancar lagi," kata dia.

Saat ini pengadilan Tipikor menumpang di gedung Ombudsman Republik Indonesia yang berada di Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan dan mendapatkan 2 lantai yaitu di lantai 1 dan 2 namun hanya ada 4 ruang sidang, dan 2 yang layak menjadi ruangan sidang karena memiliki fasilitas video perekaman.

Sejak tahun lalu, Pengadilan Jakarta Pusat rencananya akan pindah ke gedung baru yang beralamat di Jalan Bungur Besar, Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat."Kalau ruangan mungkin dalam waktu dekat mungkin akan pindah ke gendung baru. Mulai akhir Oktober kita sudah pindah semua baik PHI (Pengadilan Hubungan Industrial), Tipikor, Niaga, masalah HAM, semua di sana," ungkap Sutiyo.

Selain membutuhkan ruangan baru, Sutiyo juga mengaku bahwa hakim yang menangani perkara Tipikor saat ini tidak lagi mendapatkan tunjangan."Di tipikor ini sudah tidak ada tunjangan lagi, ada uang transpor lah, sekarang tidak ada, jadi kita sekarang sama dengan hakim kebanyakan lainnya," tambah Sutiyo. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…