Mebel dan Kerajinan - Diterapkan Hingga Sektor Hilir, AMKRI Keluhkan Aturan SVLK

NERACA

Jakarta – Industri Kecil dan Menengah (IKM) mebel dan kerajinan menolak diterapkannya aturan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) sampai ke sektor hilir. Menurut salah satu tokoh industri mebel dan kerajinan asal Jepara, Endang, dengan diterapkannya SVLK sampai ke sektor hilir maka akan membuat banyak IKM terkena dampaknya mengingat tidak banyak keuntungan yang didapatkan ketika mendapatkan SVLK buatan pemerintah tersebut.

“Tidak banyak keuntungan yang industri mabel dapatkan ketika menerima SVLK. Bahkan SVLK tersebut cenderung mematikan industri kecil dan menengah, terlebih aturan SVLK juga bakal diterapkan sampai ke hilir. Padahal dengan menerapkannya di sektor hulu saja maka yang hilir otomatis juga mendapatkan kayu yang sudah tersertifikasi SVLK. Di lain sisi, tidak banyak negara-negara tujuan ekspor yang menerima SVLK tersebut. Mereka mempunyai standarisasi yang telah berlaku di seluruh dunia,” ungkap Endang saat ditemui di Jakarta, Senin (5/10).

Sebagai asosiasi yang mewadahi industri mabel, maka dari itu Asosiasi Mabel dan Kerajinan Republik Indonesia (AMKRI) menyatakan menolak diterapkannya SVLK sampai ke sektor hilir. Ketua AMKRI Rudi Halim mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI No. 66/M-DAG/PER/8/2015 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan sudah menyatakan jelas bahwa industri hilir tidak perlu mengurus SVLK. “Namun begitu, kini mulai beredar bahwa Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup akan mulai memberlakukan SVLK juga berlaku di industri hilir,” cetusnya.

Rudi mengatakan sektor hilir di industri mabel dan kerajinan lebih banyak dihuni oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang omset dan modalnya sedikit. Hingga kini, anggota AMKRI terdapat 5.054 anggota yang mana 80 persennya adalah industri kecil dan menengah. “Rata-rata modal mereka tak sampai Rp50 juta. Namun untuk mengurus SVLK tersebut diperlukan biaya antara 40-80 juta. Yang ada mereka bisa tutup,” tegas Rudi.

Sekretaris Jenderal AMKRI Abdul Sobur yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut menjelaskan setidaknya ada 12 persyaratan yang perlu disiapkan untuk mengurus SVLK. Untuk proses V Legal juga dinilai tergolong lama karena memerlukan syarat-syarat pendukung mulai dari perizinan prinsip hingga pengelolaan lingkungan yang kesemuanya memerlukan biaya yang tidak sedikit.

“Tentunya mengurus persyaratan tersebut bukan gratis. Untuk mendapatkan SVLK harus membayar antara 40-80 juta dan setiap tahunnya selalu ada audit berkala yang dilakukan oleh auditor yang mana sekali audit dikenakan biaya Rp25 juta. Belum lagi kalau untuk ekspor itu dikenakan biaya Rp100 ribu per dokumen. Kalau dokumennya ada banyak maka bisa dikalikan saja,” cetusnya.

Tak hanya soal cost yang perlu dikeluarkan oleh pengusaha mebel, namun juga soal daya saing yang akan terus menurun lantaran kebijakan SVLK tersebut. Apabila aturan tersebut tetap dilakukan pada awal 2016, lanjut Sobur, maka akan menimbulkan stagnasi ekspor produk mebel dan kerajinan dengan drastis. “Jika ekspor yang menurun maka akan menimbulkan kerugian dan bertambahnya defisit neraca perdagangan serta akan berdampak pada pengangguran sebagai konsekuensi dari pengurangan lapangan kerja secara besar-besaran di daerah basis produksi,” jelasnya.

Berdasarkan data AMKRI, hingga kini sudah ada 16 ribu pekerja yang di PHK lantaran banyaknya persoalan yang diterima oleh pengusaha industri mebel. “16 ribu orang yang di PHK itu baru di Jawa Timur, belum lagi daerah lainnya. Selain itu, ada pabrik mebel asing yang akan tutup pada akhir tahun ini dan lebih memilih merelokasi pabriknya ke Vietnam yang segala sesuatunya jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia,” tambah Sobur.

Penolakan terhadap SVLK juga diklaim AMKRI mendapatkan respon positif dari Presiden Joko Widodo. Pertama pada saat pembukaan IFEX di Kemayoran pada 12 Maret silam, Jokowi meminta kepada para menteri-menteri terkait untuk menyelesaikan berbagai hambatan yang dihadapi industri mebel dan kerajinan termasuk soal SVLK.

Kedua, dukungan Jokowi untuk penghapusan SVLK juga dilontarkan ketika Presiden mengundang pengurus AMKRI ke Istana Jakarta pada 15 April lalu untuk membahas pencapaian target ekspor industri mebel dan kerajinan. Dalam pertemuan tersebut Presiden kembali menegaskan persetujuannya bagi penghapusan SVLK terhadap industri mebel dan kerajinan.

“Dengan adanya penegasan dari Presiden, lalu mengapa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak melaksanakan perintah Presiden. Karena kebijakan SVLK merupakan kebijakan kontraproduktif dengan semangat memperbaiki daya saing dan semangat pertumbuhan yang tengah dibangun oleh pemerintah. Karena untuk mengurus SVLK membutuhkan biaya Rp200 miliar per tahun dan perlu ditanggung oleh industri hilir,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…