Gelombang Baru Krisis Moneter Sedang Dalam Perjalanan ?

Oleh: Theo Fransisco, Pengamat Pasar Uang

Pemerintah sering mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikuatirkan terkait perlambatan ekonomi global –khususnya China-, yang untuk Indonesia, menyebabkan rupiah terjerembab ke level 14.700 per dolar Amerika.

Beberapa waktu lalu, saya mengatakan bahwa jika rupiah menembusstrong resistance 13.500 per dolar, maka level 15.000 sudah terlihat di depan mata. Tunggu saja, jika keadaan seperti ini terus menerus diberitakan sebagai sesuatu yang wajar, serta tidak perlu kuatir karena Indonesia belum berada pada fase krisis, saya kuatir kita tidak akan bisa menahan gempuran gelombang krisis moneter baru.

Ada sebuah fenomena di Amerika –sebetulnya juga terjadi di Indonesia-, dimana peran media sangatlah besar dalam menyuarakan “propaganda” pemerintah dan juga kebohongan-kebohongan yang keluar dari Wall Street.

Anda pasti tahu stasiun televisi CNBC, sebuah channel khusus untuk para pemain-pemain di pasar uang, saham, komoditi dan pasar modal. Beritanya selalu ditunggu, karena memuat beragam analisa, statement,sampai pada prediksi. Tapi ada beberapa hal yang menarik dari stasiun tv ini:

Pada 11 Maret 2007, ahli ekonomi Jim Cramer lewat stasiun CNBC berkata begini dalam sebuah program: “Bank of Amerika adalah bank terbaik di dunia dengan harga saham yang menggiurkan. Saya perkirakan saham bank ini akan meroket hingga US$ 60 per lembar.” Yang terjadi adalah, 18 bulan kemudian saham Bank of Amerika hanya dijual seharga US$ 4 per lembarnya.

1 February 2008, lagi-lagi Jim Cramer berkata bahwa tidak akan ada keguncangan di pasar saham. Waktu itu saham The Dow ada di level 12.000. Setahun kemudian The Dow menukik tajam dan jatuh 5000 poin.

11 Maret 2008, CNBC kembali menayangkan program dengan barkata saham Bear Stearns akan baik-baik saja di level US$ 60 per lembar. Enam hari kemudian, Bear Stearns bangkrut.

17 April 2008, seorang reporter CNBC melaporkan bahwa Merrill Lynch tidak perlu melakukan penambahan modal untuk tetap bertahan. Lima bulan kemudian, seluruh dunia tahu Merrill Lynch kehabisan dana segar dan diakuisisi oleh Bank of America.

5 Juni 2008, seorang ahli ekonomi dari Financial Times, dalam sebuah wawancara dengan CNBC berkata Lehman Brothers adalah perusahaan keuangan yang hebat dan sangat terjamin.Tiga bulan kemudian, Lehman Brothers bangkrut.

Tentu bukan masalah stasiun tv nya yang menjadi fokus. Mereka hanya menayangkan apa yang harus ditayangkan. Pelaku pasar menanti setiap informasi yang datang dari stasiun tersebut. Tidak ada yang salah dengan CNBC. Mereka adalah tv yang hebat, memiliki jaringan luas di Wall Street dan teruji dalam perjalanannya sebagai chanel ekonomi dan keuangan.

Mari fokus kepada apa yang diutarakan oleh para pakar ekonomi dalam beragam tayangan tersebut. Ada pesan-pesan penting yang seharusnya kita perhatikan.

Pertama, jangan terlalu percaya kepada para CEO perusahaan yang berada di bawah ketiakWall Street. Kedua adalah, berusahalah untuk mengambil kesimpulan menggunakan data, riset dan hasil penelusuran Anda masing-masing.

Para CEO yang perusahaannya terdaftar di lantai bursa Wall Street, kadang bisa menjelma menjadi pembohong-pembohong besar. Mereka akan membual tentang kehebatan perusahaannya, yang tujuan utamanya hanya untuk menjual lembar demi lembar saham di lantai bursa. Repotnya, setiap omongan mereka sering ditelan bulat-bulat oleh media. Jika tak hati-hati, siapapun bisa tiba-tiba berada dalam masalah besar.

Lantas apa yang harus kita takutkan sekarang.

Begini. Sebelum sebuah krisis terjadi, selalu ada tanda-tanda yang mendahuluinya. Perhatikan deh, pasti akan muncul beberapa orang yang akan memerankan peran Yohanes Pembaptis, seorang tokoh di dalam terminology Nasrani.

Ya, di dalam situasi ekonomi saat ini, ada “suara-suara dari padang belantara” yang akan mengeluarkan peringatan, awasan, prediksi dan awasan bahwa krisis ekonomi akan segera terjadi dan kita harus bersiap untuk menghadapi itu.

Namun selain “Yohanes Pembaptis”, akan muncul juga penyesat-penyesat yang akan berteriak lantang bahwa keadaan ini hanya merupakan pengaruh global, tidak ada yang perlu dikuatirkan, kita belum masuk ke dalam fase krisis, perlambatan ekonomi merupakan hal biasa, dan banyak lagi omong kosong lain seperti itu.

Ketika saya melihat struktur dan tatanan ekonomi global saat ini, jelas ada hubungan parallel antara keadaan sekarang dan potensi krisis moneter.

Situasi China Rentan

Sebuah situasi yang begitu rentan, dimana dunia bisa sekali lagi terperosok masuk ke dalam jurang resesi, ditandai dengan terjun bebasnya bursa saham, pasar uang, modal dan komiditi.

Saya sudah berulang kali menekankan tentang bahayanya ekonomi dunia dijalankan seperti sebuah kasino. Demikianlah yang terjadi saat ini. Ekonomi menjadi zero sum game. Yang ada hanya kebangkrutan, krisis moneter, serta gonjang-ganjing.

Namun sayang sekali kita masih dininabobokan dengan pemberitaan bahwa semua baik-baik saja.

China, lagi-lagi tentang China. Bukan pertama kali ini saya menulis tentang Negeri Tirai Bambu. Dalam beberapa ulasan terdahulu, saya menulis bahwa China akan menjadi boss baru di dunia. Itu benar, karena sebetulnya China sudah menjadi boss besar dunia. Tapi dalam perjalanan, sang boss baru, terlihat mulai kelelahan. Situasi mulai berubah.

Sesuai dengan apa yang selalu saya katakan, yang pasti saat ini hanyalah ketidakpastian.

Tidak bisa disangkal bahwa China saat ini menjadi mesin penggerak ekonomi global. Ketika ekonomi China mulai booming, pertumbuhan ekonomi bertengger di level 10%. Fantastis sekali.

Seluruh dunia juga melihat fakta ini, dimana China bangkit dari segi ekonomi dan menjadi pemimpin dalam memicu naiknya harga komoditi. China juga yang menyebabkan terjadinyabooming ekonomi di negara-negara penghasil komoditas seperti Brazil, Australia dan juga Indonesia.

Namun ternyata ada hal serius, yang selama ini selalu dianggap remeh yaitu perlambatan ekonomi China. Secara mengejutkan, terlihat bahwa putaran kejayaan komoditi China akan segera berakhir, seiring dengan semakin lambatnya roda ekonomi negara tersebut. Hal ini tentu saja menjadi masalah besar bagi pasar global.

Jika kemudian banyak kalangan yang masih menganggap ini bukan merupakan ancaman,walahuallam.

“Benar bahwa ekonomi China melambat hingga 7%, tapi itu masih aman”

“Perlambatam ekonomi China masih reasonable”.

“Fundamental ekonomi China tetap kuat dan solid. Perubahan dan pertumbuhan ekonomi yang segar akan segera terjadi”.

Beberapa statement di atas, sering menjadi argumen, pendapat, prediksi, sampai pada headlinemedia-media di seluruh dunia.

Tapi tunggu dulu. Fundamental solid, gelombang pertumbuhan baru dan angin surga lainnya. Apa iya begitu?

Mungkin untuk dikategorikan sebagai positive thinking, itu ada benarnya. Persoalannya adalah, bisakah pasar ekonomi global mempercayai setiap omongan para petinggi China?

Ingat tentang bagaimana para CEO di Wall Street berubah menjadi pembohong-pembohong kelas wahid, hanya untuk menjaga saham-saham mereka laris manis di pasar?

Kenyataan saat ini adalah pertumbuhan ekonomi sama sekali jauh dari angka 7%. Bahkan mungkin berada di bawah 5%.

Proyek jalur kereta yang dicanangkan sebagai jalur ekonomi, nyatanya nyaris gagal. Industri properti juga tersendat. Real estate sedang tenggelam. Ekspor juga tengah mengalami kejatuhan signifikan.

Ekonomi China sudah melambat dalam lima tahun terakhir, meskipun paket-paket stimulus terus dilakukan. Harga komoditas anjlok dalam empat tahun terakhir.

Dan kita di sini, masih saja terus berkata, “It’s not a big deal….”.

Pemerintah China memutuskan untuk mendevaluasi Yuan dan memangkas suku bunga. Lagi-lagi kita berkata, “It’s not a big deal….”.

Bulan Juli, ekport China anjlok sebesar 8%. Kenapa kita tidak bisa membaca bahwa ini merupakan pertanda bahwa ekonomi China ada dalam fase krisis?

Pemerintah China berusaha dengan keras untuk “menunda” rasa sakit yang akan mematikan semua sendi kehidupan negeri tersebut. Mereka mencoba beberapa trik yang dilakukan oleh raksasa-raksasa ekonomi dunia lainnya. Dana talangan digelontorkan, stimulus diberikan, sampai pada kebijakan cheap money pun dilakukan.

Namun apa itu semua cukup?

Dunia menyaksikan, hampir semua bursa saham mengalami penurunan. Para pemodal lebih memilih melepas saham dan memegang dana segar.

Tapi aneh, kita koq masih saja tetap yakin dengan pernyataan, “It’s not a big deal….”.

Jangan percayai mereka. Situasi ekonomi China adalah hal yang patut dikuatirkan. It is a big deal indeed ! (www.jokowinomics.com)

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…