Pantaskah Kretek Ada Dalam RUU Kebudayaan?

Oleh: Dewanto Samodro

Belum usai permasalahan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang dituding proindustri dengan mengesampingkan isu kesehatan, kelompok pendukung pengendalian tembakau lagi-lagi berteriak karena Badan Legislasi DPR memasukkan kretek dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan.

Kelompok pendukung pengendalian tembakau mempertanyakan urgensi dan latar belakang kretek harus dimasukkan sebagai warisan budaya yang perlu dipertahankan. Lagi-lagi, industri rokok berupaya melestarikan kepentingannya dibalik kedok budaya.

"Mengapa kretek? Mengapa bukan klembak menyan atau makan sirih yang masuk ke dalam RUU Kebudayaan?" tanya Dewan Penasehat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dr Kartono Muhamad.

Kartono mengatakan masih banyak kebiasaan masyarakat yang dilakukan di seluruh Indonesia, tetapi tidak dimasukkan ke dalam RUU Kebudayaan. Dia mencontohkan hampir seluruh masyarakat di Indonesia memiliki kebiasaan memakan sirih. Bahkan setiap kebudayaan di Indonesia juga memiliki minuman beralkohol yang dibuat dari fermentasi tanaman.

"Mengapa kretek yang berasal dari Jawa harus dimasukkan ke dalam RUU Pertembakauan? Tidak semua orang di Indonesia memiliki kebiasaan merokok kretek. Kalau kretek dimasukkan, masyarakat Banyumas yang memiliki kebudayaan merokok klembak menyan juga berhak menuntut," tuturnya.

Kartono menilai adanya ayat tentang kretek merupakan "selundupan" dari industri rokok. Apalagi, dalam RUU tersebut diusulkan adanya upaya untuk meningkatkan produksi, mensosialisasikan, bahkan mengadakan pameran dan festival kretek.

Kartono mengatakan industri rokok internasional memang menyasar negara-negara berkembang sebagai pasar karena sudah dibatasi di negara-negara maju.

"Di Amerika Serikat, konsumsi rokok menurun karena tekanan kalangan kesehatan menguat serta litigasi konsumen korban rokok semakin banyak," katanya.

Kartono mengatakan pemerintah Amerika Serikat kemudian menyarankan industri rokok untuk berusaha di negara-negara berkembang.

Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Ronald Reagan pada 1985 membujuk negara-negara Asia membuka pasar dan investasi bagi industri rokok Amerika Serikat.

Kartono mengatakan negara-negara berkembang dipilih sebagai pasar karena pengetahuan bahaya rokok masih rendah.

"Selain itu, nyaris tidak ada regulasi tentang konsumsi rokok di negara-negara berkembang. Di sisi lain, secara demografis banyak kelompok media dan anak-anak yang bisa menjadi sasaran," tuturnya.

Bukan warisan budaya Adanya kretek dalam naskah RUU Kebudayaan juga mendapat tanggapan dari organisasi kemasyarakatan Islam Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan ormas Islam yang telah mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok.

Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sudibyo Markus mengatakan kretek bukan merupakan warisan budaya Indonesia karena tembakau sebagai bahan baku utama adalah zat adiktif yang berbahaya.

"Kretek tidak layak dilestarikan karena hanya akan menimbulkan kerusakan pada generasi muda bangsa," kata Sudibyo Markus.

Sudibyo mengatakan tembakau juga bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman tembakau, yang semula dibudidayakan oleh bangsa Indian di Amerika dan Amerika Latin, diperkenalkan oleh bangsa Belanda yang menjajah Indonesia.

Tanaman tembakau di Indonesia bahkan memiliki sejarah kelam karena merupakan komoditas tanam paksa atau "culture stelsel" yang diberlakukan Gubernur Jenderal Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) Van den Bosch pada 1830.

Pemaksaan kretek dimasukkan sebagai warisan budaya juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

Warisan Budaya

"Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan," tuturnya.

Karena itu, Sudibyo menilai tidak seharusnya kepentingan petani tembakau yang dijadikan kedok oleh kelompok kontra pengendalian tembakau diadu dengan kepentingan kesehatan. Negara dan pemerintah memiliki tugas untuk melaksanakan harmonisasi antara kepentingan petani dengan kesehatan.

"Harmonisasi yang dilakukan harus berdasar peraturan perundang-undangan dan dasar-dasar yang legal, bukan kepentingan tersembunyi dunia industri," katanya.

Sudibyo bahkan menilai upaya "menyelundupkan" pasal tentang kretek sebagai warisan budaya yang harus dilindungi dalam RUU Kebudayaan adalah pembodohan terhadap masyarakat.

"RUU Kebudayaan yang sudah disetujui Badan Legislasi DPR merupakan pembodohan terhadap masyarakat bila memasukkan pasal kretek karena akan membiarkan generasi muda sebagai sasaran industri rokok," katanya.

Sudibyo mengatakan penyebutan kretek harus dimaknai sebagai satu kesatuan antara tembakau sebagai bahan baku pokok dan cengkeh sebagai bahan tambahan.

Menurut Sudibyo, penambahan cengkeh tidak kemudian memberikan makna sebagai warisan budaya, meskipun cengkeh merupakan salah satu rempah-rempah andalan Indonesia yang menarik penjajah mendatangi kawasan Nusantara.

"Sedangkan tembakau, yang memiliki nama latin 'Nicotiana tabacum' jelas dipahami sejak awal sebagai daun yang mengandung nikotin. Nikotin merupakan zat adiktif yang memberikan efek ketergantungan dan dapat merusak mental," tuturnya.

Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Indonesia darurat narkoba, tetapi Sudibyo menilai itu tidaklah cukup. Menurut dia, Indonesia juga sekaligus darurat ancaman minuman keras dan rokok.

"Fakta bahwa produksi rokok nasional 360 miliar batang dalam setahun, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia 240 juta orang, sungguh merupakan sinyal kuat bagi upaya pengendalian tembakau di Indonesia," katanya.

Harus ditolak Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Abdul Kharis Al Masyhari mengatakan pasal mengenai kretek yang ada pada naskah RUU Kebudayaan yang sedang dibahas DPR harus ditolak.

"Seharusnya kretek tradisional tidak masuk dalam RUU Kebudayaan. Meskipun tradisi Indonesia, tetapi kretek dapat mengakibatkan dampak negatif bagi generasi bangsa," kata Abdul Kharis Masyhari.

Wakil Ketua Komisi X DPR itu mengatakan masyarakat harus berperan aktif dalam mengkritisi setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah maupun DPR.

Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk mengkaji dan memperdalam dampak yang mungkin terjadi bila pasal tentang kretek dicantumkan dalam RUU Kebudayaan.

"Kalau seperti itu akan berbahaya. Nanti juga bisa ada yang meminta ganja dan tuak dimasukkan dalam RUU Kebudayaan dengan alasan warisan tradisi," tuturnya.

Menurut Kharis, harus diakui kretek merupakan salah satu tradisi karena hanya ada di Indonesia. Campuran tembakau dan beberapa herbal seperti cengkeh yang dibakar dan dihisap sebagai rokok memang merupakan peninggalan tradisi bangsa.

Namun, di beberapa bagian masyarakat Indonesia, penggunaan ganja dan tuak juga bagian dari tradisi. Ada masyarakat yang menggunakan daun ganja sebagai bumbu masakan dan ada pula yang meminum tuak.

"Tradisi yang membawa dampak negatif bagi generasi bangsa seharusnya tidak dipertahankan. Kita tidak ingin pelajar yang menerupakan generasb penerus bangsa ini rusak akibat kebiasaan merokok," katanya.

Apalagi, berdasarkan data survei tembakau remaja global (GYTS) 2014 yang dilakukan pada pelajar SMP usia 13 tahun hingga 15 tahun, 18,3 persen pelajar Indonesia sudah memiliki kebiasaan merokok.

"Bisa dibayangkan bagaimana bila ada undang-undang yang memfasilitasi perkembangan kretek yang akan menambah jumlah perokok di kalangan pelajar," ujarnya.

Menurut Kharis, pemerintah dan DPR seharusnya mendorong dan melindungi tradisi-tradisi nasional yang membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan yang memberikan dampak negatif. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…