Tagih Keberpihakan Pemerintah - Mengurai Benang Kusut Program Sejuta Rumah

NERACA

Jakarta - Pembangunan rumah satu juta unit per tahun yang digulirkan pemerintah mulai 2015 butuh kesungguhan para pemangku kepentingan (stakeholder). Hal ini dikarenakan program mengatasi backlog perumahan yang terus meningkat tiap tahunnya tidak bisa dijalankan dengan sendirinya oleh pemerintah.

Lusi (56), ibu tiga anak ini sangat rajin menghadiri stan pameran perumahan rakyat agar bisa menemukan rumah idaman. Menurutnya, melalui pameran ini menjadi cara pas untuk bisa memilah dan memilih rumah idaman yang layak huni. Baginya ada dua syarat rumah yang dicarinya, pertama rumah yang dicari tak jauh dari Jakarta. Kedua, dengan harga yang terjangkau sesuai dengan kocek penghasilannya per bulan. Apa yang di inginkan Lusi, mungkin menjadi impian banyak orang, terutama para pencari nafkah di Jakarta,”Kalau jaraknya dekat dengan Jakarta, uang muka dan cicilan murah, mimpi saya untuk punya rumah bisa terwujud,”ujarnya.

Namun hal tersebut sepertinya sulit di wujudkan, lantaran keberadaan rumah di pinggir Jakarta harganya terus melambung tinggi seiring dengan permintaan pasar yang cukup besar. Di pinggiran Jakarta, seperti Tangerang dan Depok, harga rumah dengan luas tanah 80 hingga 100 meter persegi sudah berada di kisaran Rp 300 juta sampai Rp 500 juta. Besar pasak dari pada tiang, menjadi alasan masyarakat sulit memiliki rumah yang di impikan sehingga kondisi ini memicu backlog perumahan sangat besar seiring pertumbuhan penduduk yang meningkat tajam.

Persoalan melambungnya harga tanah, menjadi pilihan dilematis bagi pengembang untuk mewujudkan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pasalnya, kenaikan harga tanah sulit bagi pengembang untuk menemukan harga keekonomiannya, sehingga menjadi hambatan untuk memenuhi target pembangunan sejuta rumah bagi MBR. Hal inipun diakui Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch yang mengatakan, saat ini pihak pengembang swasta kesulitan mencari tanah murah untuk dibangun rumah yang sesuai dengan standar harga pemerintah yang disubsidi oleh pemerintah.

Untuk itu, Ali Tranghanda bilang, pihak swasta jangan dibiarkan sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah dan tanpa arahan yang jelas dari pemerintah. “Pemerintah harus segera sadar bahwa pembangunan 'public housing' harus dengan intervensi dan proteksi dari pemerintah termasuk dalam mengendalikan harga tanah. Bila aspek harga tanah diserahkan pada mekanisme pasar, maka itu bukanlah 'public housing' karena harga akan terus naik mengikuti hukum ekonomi,” tandasnya.

Menurut Ali akan menjadi persoalan bila terdapat permintaan besar terhadap perumahan dengan pembiayaan yang mumpuni bagi semua kalangan termasuk MBR, namun ternyata tidak ada tanah yang layak untuk dibangun perumahan sederhana karena harga tanah sudah terlalu tinggi. Oleh karena itu, dirinya berpendapat, sebesar apapun dana yang disediakan tidak akan berjalan bila masalah tanah belum terselesaikan.

Bagi Ali Tranghanda, ketersediaan lahan yang digunakan untuk membuat perumahan bagi MBR lebih krusial untuk diperhatikan daripada hanya mengurus persoalan pembiayaan perumahan. Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus segera menyiapkan skema bank tanah yang merupakan tanah-tanah milik pemerintah yang dapat dikendalikan langsung sehingga tidak ikut mekanisme pasar. Selain itu, dia juga mendesak pemerintah juga harus dapat menyiapkan bantuan insentif yang memadai untuk pengembang dalam hal pembangunan infrastruktur. “Jangan sampai program sejuta rumah yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo hanya bertahan untuk jangka pendek,” kata dia.

Masalah Perizinan

Hal senada juga disampaikan Ketua umum Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy. Dirinya mengatakan, persoalan lahan menjadi salah satu hambatan dan keluhan para pengembang mewujudkan rumah bagi MBR, disamping persoalan perizinan. Persoalan perizinan, mendapat menjadi sorotan utama REI karena panjangnya masalah perizinan di daerah menjadi cost besar bagi pengembang dalam mewujudkan rumah bagi MBR.

Kondisi tersebut, kata Eddy menjadi hambatan yang menyulitkan pengembang membangun rumah murah bagi MBR. Tidak heran, program Sejuta Rumah dipastikan sulit direalisasikan bila tidak ada keseriusan pemerintah baik pusat dan daerah untuk memangkas perizinan.”Hampir semua REI di seluruh Indonesia mengalami kendala yang sama, sehingga kita meminta pemerintah daerah maupun pusat dapat memberi kemudahan bagi pengembang dalam soal perizinan dan pembangunan infrastruktur tersebut,”ungkapnya.

Tentunya, dengan komitmen pemerintah memangkas berbagai kebijakan ini sangat membantu dan mempercepat pembangunan sejuta rumah. Menurut Eddy Hussy, sebenarnya pengembang bisa lebih cepat membangun rumah murah, bila kebijakan pemerintah di daerah bisa memberikan kelonggaran kepada pengembang untuk bangun rumah. “Kemampuan REI bisa bangun lebih besar lagi bangun rumah,”ujarnya.

Dirinya merekomendasikan kepada pemerintah beberapa point penting untuk mensukseskan program sejuta rumah bagi rakyat Indonesia. Pertama, perlunya sinergitas pemerintah dan swasta untuk meningkatkan penyediaan perumahan bagi MBR. Dalam hal ini meliputi pemanfaatan lahan Milik pemerintah daerah (Pemda), kredit pemilikan lahan, kredit konstruksi FLPP, keringanan perpajakan serta dukungan infrastruktur dan kelistrikan. “Selain itu, penentuan harga jual RST yang dapat dipatok maksimal sebesar Rp 200 juta serta maksimal Rp 10 juta per m2 untuk Rusunami dengan kenaikan di tahun berikutnya sebesar 5% plus inflasi pada tahun berjalan,” paparnya.

Kedua, sinkronisasi regulasi dan birokrasi yang terkendali dan terlaksana sampai tingkat pelaksana. Untuk hal ini, meliputi Penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Pengendalian Harga dan Pembebasan Tanah, Penyederhanaan dan Pembebasan Biaya Perizinan untuk Rumah MBR, Waktu dan Biaya Sertifikasi, serta regulasi yang terintegrasi.

Ketiga, kata Eddy, pemerintah harus meningkatkan daya beli MBR. Terkait hal ini pemerintah harus menyediakan dana yang memadai dan suku bunga maksimal 5%. Selain itu, subsidi uang muka, BPHTB 1 persen, dan adanya komitmen dari bank pelaksana. “Tentu saja harus ada KPR bagi pekerja sektor informal, serta bantuan uang muka bagi PNS/TNI-Polri,” kata dia.

Menjawab tuntutan pengembang, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljo mengungkapkan, terdapat 10 aturan yang akan dideregulasi dan kini tengah dalam pembahasan. Diharapkan deregulasi peraturan ini akan mendorong kemudahan perizinan.”Saat ini sekitar 44 izin yang harus dimiliki untuk pengembangan perumahan, termasuk listrik akan dideregulasi untuk penyederhanaan perizinan,” ujarnya.

Komitmen dukungan juga disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan yang mengatakan, program pemerintah Sejuta Rumah diharapkan bisa berjalan khususnya dengan mendapat dukungan pengadaan tanah untuk perumahan.”Untuk perizinan pengadaaan tanah kami bisa berikan satu hari dan itu sudah disampaikan kepada Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanam Modal). Kementerian akan mengatasi kendala perizinan dengan bekerjasama pihak yang berkepentingan dan pembebasan lahan bisa kita lakukan dalam waktu empat bulan. mulai dari proses pengumuman sampai pembayaran,” tegas Ferry.

Tentunya dengan sinergisitas dari berbagai pihak dan upaya yang optimal, diharapkan pembangunan sejuta rumah bukan lagi menjadi hambatan. Saat ini, ditengah perlambatan ekonomi dan terkoreksinya nilai tukar rupiah, REI tetap optimis bisa membangun 230.000 unit rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah pada tahun ini dalam Program Sejuta Rumah.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…