DITUDING GAGAL JAGA STABILITAS RUPIAH - DPR Minta BPK Periksa BI

Jakarta – DPR-RI akan segera meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit khusus terhadap Bank Indonesia (BI) terkait tugas otoritas moneter dalam menjaga pergerakan nilai tukar rupiah. Sementara intervensi ke pasar uang menggunakan cadangan devisa diibaratkan seperti menggarami lautan.

NERACA

Ini terkait adanya kecurigaan pelemahan rupiah yang disengaja BI karena disinyalir mencari keuntungan dengan adanya pelemahan nilai rupiah belakangan ini. Namun, menurut Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Misbakhun, DPR tidak bisa membuktikan kecurigaan tersebut, sehingga perlu meminta bantuan BPK.

"Kalau sengaja dilemahkan, saya enggak bisa membuktikan. Tapi audit BPK yang membuktikan apakah memang ada upaya-upaya ke situ atau tidak. Itu harus diuji juga ke publik," ujar Misbakhun dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (26/9).

Menurut dia, pihaknya menginginkan agar otoritas keuangan yang dipimpin Agus Martowardojo tersebut lebih transparan dan terbuka dalam menerapkan tata kelola yang baik, baik itu penggunaan cadangan devisa negara untuk intervensi rupiah.

"Selama ini BI katakan selalu hadir di pasar untuk lakukan intervensi. Tapi buktinya rupiah tetap tembus Rp14.700 per US$, bahkan semua orang khawatir Oktober tembus Rp15.000 per US$, ini angka psikologis dan membebani perekonomian kita," tegas dia.

Karena itu, DPR memberikan saran pada BI untuk membuka apa saja sebenarnya yang dilakukan BI dalam rangka melakukan intrvensi pasar. Karena posisi cadangan devisa sudah berkurang sekitar US$7 miliar sejak Januari hingga Agustus, namun rupiah makin terpuruk.

Ini perlu dilakukan supaya ada tata kelola yang baik dalam melakukan intervensi pasar, dalam melakukan kebijakan pengelolaan devisa dan kebijakan moneter ini, maka DPR mengusulkan BI agar diaudit BPK dalam rangka melakukan kebijakan moneter.

"Ini adalah negara demokrasi, saya serahkan sepenuhnya ke BI, utk lakukan langkah-langkahnya. Kita juga berikan kepercayaan ke BPK untuk memberikan tugasnya sesuai dengan amanat konstitusi," pungkasnya. 

Misbakhun juga meminta BI untuk melakukan upaya optimal dan lebih serius dalam menekan laju penurunan nilai tukar rupiah, terutama kebijakan suku bunga acuan (BI Rate).

Pasalnya, semakin rupiah tak berdaya terhadap keperkasaan US$, maka dunia usaha semakin tertekan dan tidak tanggung-tanggung untuk melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK) terlebih untuk industri yang menggunakan bahan baku impor.

"Kita ingatkan BI supaya serius, ini bukan saatnya lagi tahan BI Rate tinggi, karena kalau ditahan, dunia usaha akan tercekik, akibatnya melakukan PHK sebagai pilihan," kata Misbakhun.

Menurut dia, PHK pun menjadi jalan terakhir yang dipilih pengusaha di tengah hasil produksinya yang tidak menguntungkan karena daya beli masyarakat yang menurun, sedangkan biaya barang baku impor. Apalagi saat ini, rupiah telah menembus Rp14.700 per US$ mengakibatkan nilai bahan baku impor makin mahal.

"Satu-satunya pengusaha melakukan rasionalisasi terhadap jumlah karyawan yang dimiliki, mereka harus mengurangi biaya dan produksinya. Ini yang kita khawatirkan bersama," ujarnya.  

Intervensi Pasar Obligasi

Kurs rupiah terhadap dolar AS yang belakangan ini  terus merosot makin mendekati level Rp15.000 telah membuat banyak pihak mempertanyakan. Nilai tukar rupiah pada akhir pekan lalu sudah sempat menembus level Rp14.700 per US$.

Ekonom Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, BI diminta untuk lebih aktif di pasar obligasi untuk membantu penguatan nilai tukar rupiah. Kebijakan BI yang hanya bergelut di pasar valas dinilai tak akan cukup "mengangkat” rupiah bila obligasi pemerintah terlalu banyak dikuasai asing. 

"BI juga harus lebih aktif di pasar obligasi. Asing pegang hampir 40% obligasi pemerintah kita," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.  

Menurut dia, keaktifan BI di pasar obligasi harus tercermin dari upaya menguasai obligasi. Pasalnya, bila asing memutuskan keluar dan menjual obligasi tersebut maka akan memberikan dampak yang cukup besar kepada nilai tukar rupiah. 

"Tapi belinya jangan ditunggu sampai harganya murah. Harganya dijaga. Supaya asing-asing lain tidak takut dan ikut menjual, karena kalau ikut menjual mereka akan tukar  rupiahnya ke dolar AS kan," ujarnya.  

Hingga saat ini, Purbaya belum melihat ada upaya dari BI untuk menopang ekonomi nasional. Kebijakan suku bunga BI Rate yang dipatok 7,5% dinilai sebagai kebijakan moneter yang ketat di mata investor. 

"Mereka masih memberlakukan kebijakan tight money policy.Sama dengan memperlambat perekonomian labih jauh. Dalam keadaan seperti ini ya itu jelek, karena ketika perekonomian kita melambat lebih jauh investor akan cenderung meninggalkan kita, mereka akan berinvestasi di negara yang pertumbuhannya lebih cepat," tutur dia.

Secara terpisah, upaya BI menjaga nilai tukar rupiah dengan menggelontorkan cadangan devisa di pasar valas dinilai akan sia-sia bila kepercayaan pasar ke pemerintah sangat minim. Upaya BI itu dianalogikan layaknya seseorang yang terus menerus menabur garam di laut.

"Bank Indonesia itu kewenangannya sangat terbatas dan instrumennya juga sangat terbatas apalagi kalau BI dipaksa maka nanti yang dilakukan pasti hanya intervensi pasar. Intervensi pasar itu kita hanya punya US$103 miliar, dan itu hanya akan menggarami lautan kalau tidak adanya kepercayaan pasar," ujar pengamat ekonomi yang juga direktur Indef Enny Sri Hartati di Jakarta, Jumat (25/9).

Menurut Enny, BI tak akan bisa kerja sendiri. Pemerintah kata dia harus membantu bank sentral itu dengan memperbaiki neraca pembayaran. Namun, dia mengakui perbaikan neraca pembayaran cukup membutuhkan waktu yang tidak singkat. 

Oleh karena itu ucap dia, satu-satunya jalan mengerem pelemahan rupiah adalah dengan meningkatkan kepercayaan pasar.

"Yang bisa dilakukan dalam jangka pendek untuk bisa mendorong stabilisasi nilai tukar itu hanya kepercayaan. Jadi kan begini secara fundamental oke memang itu memicu pelemahan rupiah tapi yang membuat rupiah sangat tertekan dan mengalami fluktuasi yang cukup tinggi itu adalah spekulan," ujarnya.  

Menurut peneliti AEPI (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia) Salamuddin Daeng, pelemahan rupiah telah disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain kenaikan harga- harga barang membuat inflasi tinggi dan tidak terkendali. Sementara pada saat yang sama daya beli masyarakat jatuh. “Keadaan ini membuat investor tidak tertarik melakukan investasi,” ujarnya kepada aktual.com, Jumat.

Selain itu, ‎neraca eksternal yang buruk, surplus perdagangan yang rendah, serta defisit transaksi berjalan yang tinggi. “Kemudian APBN yang tidak realistis baik asumsi tentang penerimaan, pengeluaran, nilai tukar, suku bunga SUN, inflasi, ‎pemerintah menipu diri sendiri,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…