Bisa Tekan Biaya Energi Sampai 40% - Biar Efektif, Aspek "Green Building" Harus Jadi Aturan Wajib

NERACA

Jakarta – Kebijakan dan peraturan terkait penerapan aspek-aspek "green building" harus bersifat wajib. Pasalnya, bila hanya berupa imbauan dikhawatirkan akan berjalan secara lambat. Padahal, hal tersebut sangat penting antara lain untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

“Saya ingin agar supaya usulan tentang green building sifatnya wajib,” kata Pakar desain urban, Ridwan Kamil di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, harus ada patokan atau ukuran yang jelas terkait dengan implementasi "green building", seperti halnya pembuatan bangunan yang juga menggunakan patokan atau ukuran seperti KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB (koefisien luas bangunan).

Dia menyebut, kunci dari efektivitas penerapan "green building", terletak pada pihak pemilik modal karena kerap kali ide sang arsitek untuk menggunakan konsep-konsep hijau dapat terbentur dengan pihak keinginan perusahaan yang menjadi pengembang.

Ridwan Kamil juga mengungkap, adanya sertifikat "green building" akan meningkatkan daya kompetisi berbagai bangunan yang terdapat di Indonesia karena perusahaan asing semakin banyak yang mengedepankan konsep hijau.

"Bila gedung di Indonesia tidak punya sertifikat "green building", maka daya kompetisi kita makin rendah," katanya.

Menurut dia, pada saat ini terdapat kebijakan imbauan kepada perusahaan asal Amerika Serikat yang akan menyewa ruangan perkantoran di Asia agar dapat menggunakan gedung dengan sertifikat "green building".

Dengan demikian, bila tidak ada proses sertifikasi terkait "green building" terhadap bangunan di Tanah Air maka dicemaskan Indonesia akan tertinggal dengan sejumlah negara lainnya seperti Singapura.

Ridwan juga mengemukakan, proses sertifikasi "green building" pada masa mendatang diperkirakan tidak lagi hanya untuk memenuhi kewajiban peraturan tetapi untuk memenuhi tuntutan pasar pula. "Semakin lama sudah bukan soal regulasi, tetapi sudah "market" yang berbicara," katanya.

Ridwan memaparkan, sebenarnya biaya yang dibutuhkan dengan mengaplikasikan konsep "green building" hanya menambah sekitar lima persen dari biaya konstruksi atau pembangunan bangunan awal.

Ridwan Kamil mengakui, masih adanya pengembang yang mengeluhkan biaya penerapan "green building" dapat menambah biaya pengembangan hingga 20%. “Tapi itu karena pengembangnya belum berpengalaman,” tandasnya.

Sertifikasi, imbuh Ridwan Kamil, merupakan hal yang penting agar pengembang tidak bisa lagi seenaknya mengaku menerapkan konsep hijau di dalam promosi perumahan dan kawasan pemukiman yang mereka iklankan.

Sementara itu, Kepala Badan Advokasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta mengatakan, dengan penambahan biaya untuk penerapan konsep "green building" sebenarnya pengembang dapat menghemat penggunaan energi hingga sekitar 20 – 40%.

Ignesjz dalam paparan seminarnya mengemukakan bahwa sumbangan atau kontribusi emisi CO2 terbesar terdapat di sektor bangunan dibanding industri dan transportasi. “Harus ada upaya di sektor bangunan atau properti untuk mengurangi pemanasan global dan menghindari kerusakan bumi di masa datang,” jelasnya.

Ignesjz menambahkan, dalam menuju pengembangan perumahan dan kawasan pemukiman yang hijau, terdapat sejumlah hal-hal yang perlu dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta/masyarakat.

Dia memaparkan, sejumlah hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah membuat "zoning plan" terstruktur, infrastruktur dan sarana transportasi umum tata ruang, serta ruang terbuka hijau (RTH) yang memadai sebagai basis utama pengisian tata ruang kota oleh pihak pengembang.

Selain itu, pemerintah juga harus memberi dukungan kepada industri yang berhubungan dengan penghematan energi, hemat air, dan "recycle" (daur ulang) supaya terjangkau dan dipakai masyarakat secara luas.

Pemerintah juga diminta memberi insentif penerapan "green building" seperti potongan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) bagi gedung bersertifikat "green building" dan peringanan suku bunga pinjaman perbankan.

Ia juga menuturkan, hal-hal yang perlu dilakukan swasta dan masyarakat adalah melakukan paradigma baru dalam desain dan sebanyak mungkin meningkatkan implementasi "green building"

Densitas Rumah

Dalam kesempatan itu, Ridwan Kamil juga mendesak kalangan pengembang agar mengurangi pembangunan rumah berindensitas rendah di kawasan perkotaan sebagai upaya untuk mengefektifkan penggunaan lahan di kota-kota.

“Penggunaan tata guna lahan harus ‘compact’ (padat). Untuk itu, kurangi pembangunan rumah densitas rendah. Minimal berbentuk ‘townhouse’,” ujarnya.

Ridwan mencontohkan, warga di kota besar seperti Hong Kong lebih banyak yang tinggal di apartemen tetapi hal itu juga dijamin dengan adanya ruang terbuka hijau hingga 30% dari daerah perkotaan serta juga adanya moda transportasi yang tertata dengan baik seperti "subway" atau kereta bawah tanah.

Hal itu dinilai berbeda dengan kota seperti Jakarta yang memiliki beban pertumbuhan kota yang tinggi tetapi tidak dibarengi kesiapan infrastruktur tranportasi publik yang tidak optimal serta kerap munculnya masalah kerusakan lingkungan dan kekurangan ruang terbuka hijau kota. "Terjadi disparitas antara kecepatan perkembangan kota dan peraturan kota," katanya.

Dia menilai salah satu penyebab terjadinya masalah umum pemukiman di ibukota adalah karena peran perekonomian yang terlalu besar diambil oleh kota Jakarta.

Ridwan juga menuturkan, bahwa banyak kebijakan nasional seperti yang menyangkut perumahan dan kawasan pemukiman yang kurang relevan dengan berbagai isu baru yang muncul di zaman yang kerap berubah ini.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…