PRAKTIK TRANSFER PRICING MERUGIKAN INDONESIA - Neoliberalisme Tekan Pertumbuhan

Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terlihat biasa-biasa saja disebabkan oleh kebijakan ekonomi neoliberalisme yang menitikberatkan kepada mekanisme pasar. Sementara sebuah seminar menyimpulkan praktik transfer pricing yang selama ini berlangsung dianggap merugikan kepentingan Indonesia.

NERACA
"Kenapa Indonesia tumbuhnya biasa-biasa saja dan paling rendah di Asian Five. Pertama, kita menganut kebijakkan ekonomi neoliberalisme. Apa itu? Pada dasarnya semua diserahkan kepada pasar," ujar Menko Kemaritiman Rizal Ramli ketika memberikan paparan  di LIPI, Jakarta,  Selasa (15/9).

Menurut dia, akibat dari Indonesia menganut kebijakan ekonomi neoliberalisme adalah pertumbuhan ekonomi tidak pernah mampu berada di atas angka 10%. Untuk itu, perlu ada upaya lain agar pertumbuhan ekonomi lebih maksimal tanpa menyampingkan kualitas pertumbuhan.

Tidak hanya itu. Rizal mengatakan, tidak  ada negara penganut sistem ekonomi neoliberalisme di dunia ini yang mampu membawa peningkatan bagi kesejahtaraan masyarakat. Malahan, negara tersebut akan terus bergantung dengan negara lain, seperti halnya utang.

Selain itu, lanjutnya, negara di seluruh dunia telah melakukan liberasi keuangan namun tidak melakukan liberasi tenaga kerja. Jika liberasi tenaga kerja diterapkan maka akan memicu perpindahan tenaga kerja ke negara barat karena dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan hidup.

"Kalau mau liberalisasi, harusnya semua di liberalisasi. Tidak ada di seluruh (negara di) dunia neoliberalisme meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Neoliberalisasi itu pintu masuknya neokolonialisme," ujarnya.

Beberapa tahun lalu, menurut dia, Indonesia dipinjami uang US$500 juta. Syaratnya, Indonesia harus membuat undang-undang migas. Akibatnya, terdapat beberapa pasal yang aneh di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas tersebut.

"Di undang-undangnya terdapat sejumlah pasal aneh bin ajaib. Salah satunya Indonesia tidak boleh menggunakan gas lebih dari 20 persen. Itu UU didesain oleh (pihak) asing-asing. Saya ke India, itu bajaj-nya kok bunyinya tenang-tenang saja. Gak keluar asap. Ternyata gasnya dari Indonesia," ujar  Rizal.

Lebih lanjut, menurut dia, kepentingan asing juga masuk ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi membatalkan semua pasal dalam UU tersebut. Menurut dia, pembentukan UU Sumber Daya Air itu berawal ketika Indonesia meminjam US$400 juta dari Bank Dunia. Saat itu pula, Bank Dunia meminta adanya UU untuk melakukan swastanisasi sumber daya yang seharusnya menjadi milik seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa sumber daya air sebagai bagian dari hak asasi, dan sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

"Kemudian ada lagi. Kita pinjam US$200 juta dari IDB. Dia minta kita buat undang-undang privatisasi BUMN. Jadi, BUMN bisa dijual oleh asing. Jadi, ini proses menjual kedaulatan kita karena undang-undang itu belum tentu sesuai maksud kita sebagai bangsa. Tidak aneh bilamana (pihak) asing terlalu dominan, dan ini terjadi di berbagai bidang. Ini policy yang sangat neo-liberal," ujarnya.  

Lebih lanjut Rizal mengatakan, jika Indonesia menginginkan perekonomian bisa lebih maju maka sistem ekonomi yang selama ini diterapkan harus diubah. Salah satunya dengan mengurangi utang kepada sejumlah negara seperti Tiongkok dan Jepang.

"Jepang itu sampai 1985 nyaris tidak pernah utang. Jepang menjadi besar bukan karena pinjaman luar negeri. Tiongkok sampai sekarang juga tidak. Kita bisa mengubah Indonesia dengan policy dan strategy. Tidak hanya dengan uang. Kita selalu dicekoki dengan uang. Proyek, proyek, proyek," ujarnya.

Perlu Regulasi Kuat

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memandang Indonesia tidak mungkin sepenuhnya terhindar dari dampak praktik transfer pricing. Karena itu, Indonesia harus mempersiapkan regulasi dan law enforcement yang kuat untuk melindungi kepentingan. Praktik transfer pricing merupakan salah satu bentuk kegiatan dari neoliberalisme.

Menurut anggota Dewan Pengurus Nasional IAI Maliki Heru Santosa, tujuan utama transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tapi, sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antar divisi. 

Maliki menekankan bahwa kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Dalam lima tahun terakhir, isu transfer pricing telah menjadi isu global yang kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara parsial. Kepentingan yang berbeda antar pelaku bisnis dengan kantor pajak membuat isu ini tidak mudah diselesaikan.

"Praktik transfer pricing ini diduga telah menimbulkan kerugian di sektor perpajakan mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah. Praktik tidak wajar ini cenderung menguntungkan bagi negara-negara yang justru melindungi praktik tidak terpuji, seperti negara-negara tax haven countries," ujarnya di acara 'Transfer Pricing In The Era Of Transparency' di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, transfer pricing merupakan isu klasik di dunia perpajakan, khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinational. Dari sisi pemerintah, transfer pricing berpotensi mengurangi penerimaan pajak negara, karena perusahaan multinational cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara yang memiliki tarif pajak lebih tinggi ke negara yang menerapkan tarif pajak lebih rendah.

"Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya, termasuk didalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan," ujarnya.

Secara umum, menurut dia, transfer pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak atau biaya dari satu wajib pajak ke wajib pajak lainnya yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas para wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa. 

Selain itu, lanjutnya, praktik transfer pricing dapat terjadi antar wajib pajak dalam negeri atau antara wajib pajak dalam negeri dengan luar negeri, terutama berkedudukan di tax haven countries

Pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Center For Indonesian Taxation Yustinus Prastowo‎ mengatakan, praktik transfer pricing lebih banyak dilakukan perusahaan multinasional dalam meminimalisir setoran pajak ke negara. Akibatnya, Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan pajak hingga Rp100 triliun untuk setiap tahunnya.

"Saya kira tiap tahun Rp100 triliun negara dirugikan akibat dari transfer pricing‎ dan tax planning setiap tahunnya," ujarnya.

Besaran angka yang didapat, menurut Yustinus, berdasarkan data tahunan Global Financial Integrity yang menjelaskan uang haram yang keluar dari Indonesia bisa mencapai Rp150 triliun setiap tahunnya. Sedangkan sebagian besarnya berasal dari penggelapan pajak.  "Bisa melalui transfer pricing dan tax planning," ujarnya.

Meski demikian, dia menyebutkan data itu harus didalami untuk mencocokkan tarif di antara negara asal perusahaan multinasional dengan tarif yang ada di indonesia. Praktik penggelapan itu, biasanya dilakukan perusahaan modal asing (PMA). Hal itu disebabkan perencanaan pajak dalam negeri masih lemah, sehingga mereka memanfaatkan hal tersebut. 

"PMA memberikan pinjaman kepada anak usaha di dalam negeri untuk jalankan kegiatan. Akhirnya induk usaha dapat bunga dari pinjaman. Itu seharusnya untuk investasi," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…