Realisasi Belanja Negara Diprediksi Tak Sempurna

 

 

NERACA

 

Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memprediksi bahwa realisasi belanja negara sebesar 96 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun. "Hal ini terlihat dari target penerimaan pajak rendah menurut Laporan Semester I APBNP 2015," kata Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto di Jakarta, seperti dikutip laman Antara, kemarin.

Ia menjelaskan kemungkinan realisasi penerimaan pajak pada akhir tahun ini diperkirakan hanya 91,8 persen dari target Rp 1.294,25 triliun. Selain itu, kondisi keuangan negara dinilai juga dalam bahaya, defisit mendekati tiga persen. Dengan defisit yang bertambah ini berdampak pada meningkatnya rasio desifit hingga tiga persen sesuai dengan peraturan menteri keuangan. Kondisi ini dianggap lampu kuning dari pengelolaan APBN.

Kemudian kenaikan defisit juga dipengaruhi oleh utang luar negeri semakin meningkat. Berdasarkan data kementrian keuangan per Agustus 2015, total hutang pemerintah pusat adalah Rp2.911 triliun. Terdiri dari pinjaman Rp694 triliun dan SBN Rp2.217 triliun, dengan kegagalan potensi pengelolaan defisit maka utang Indonesia segera menyentuh angka Rp3000 triliun.

Ia juga mengatakan Indonesia masih tergadai utang, baru akan lunas setelah satu abad. Tahun 2054 saja jatuh tempo Rp193 triliun. Kemudian FITRA juga meminta pemerintah harusnya menaikkan target pendapatan pajak. Defisit naik akibat pendapatan pajak yang rendah. Dalam RAPBN 2016, sebaiknya pemerintah menekan angka defisit agar tidak sampai menyentuh tiga persen.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menerbitkan Peraturan Nomor 163/PMK.05/2015 tentang perkiraan defisit yang melampaui target defisit APBN Tahun 2015 dan tambahan pembiayaan defisit yang diperkirakan melampaui target defisit APBN 2015.

Pada tahun 2015, target defisit yaitu sekitar Rp222,5 triliun atau sekitar 1,9 persen dari PDB. Dalam Laporan Semester I APBNP 2015, realisasi defisit diperkirakan sebesar Rp76,43 triliun atau 0,66 persen PDB. Sementara pada paruh kedua 2015, defisit APBNP 2015 diperkirakan sebesar Rp183,59 triliun atau 1,58 persen PDB.

Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan perlu adanya sistem dan formula agar sistem perencanaan penyerapan anggaran terlaksana dengan baik. Diantaranya, ujar Enny, adalah pengajuan perencanaan anggaran yang jelas baik output maupun outcomenya. “Yang diperlukan sistem dan formula sistem perencanaan yang jelas. Bagaimana setiap mata anggaran yang diajukan itu jelas. Apa output dan outcome-nya sehingga ada reksibilitas dan terukur,” kata Enny.

Misalnya, ujarnya, dana transfer ke NTT sekian triliun. Itu berdasarkan Musrembang di NTT membutuhkan dana triliunan rupiah contohnya. Dalam proses situ, katanya, seharusnya ditanyakan berapa targetnya, dan berapa persen angka kemiskinan berkurang, dan infrastruktur serta sektor perindustrian. “Semuanya terukur. Jadi tidak perlu pengawasan dari DPRD, namun semua bisa terukur,” terangnya.

Selain itu, ada beberapa dalam pelaksanaan anggaran itu ada dinamika dan perubahan anggaran. Itu yang harus diberikan payung hukum. Jadi tidak perlu pengawasan dari DPRD, namun semua bisa terukur. Enny juga mengkritisi rendahnya serapan anggaran di Direktorat Jenderal Pembedayaan Masyarakat Desa pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. “Sekarang sudah bulan September 2015. Serapannya baru 5 persen,” kata Enny.

Pengamat Birokrasi dan Kebijakan Publik, Medrial Alamsyah, mengatakan Indonesia saat ini sudah parah dalam hal penyerapan anggaran. Untuk itu ia meminta Presiden Joko Widodo bertindak. "Saya hanya mengingatkan Jokowi, bahwa kita sekarang dalam kondisi gawat darurat penyerapan anggaran," ujar Medrial.

Menurut Medrial, efek dari terlambatnya dari penyerapan anggaran akan berdampak pada banyak aspek. "Karena implikasi akan berdampak pada pada ekonominya kritis," kata Medrial. Oleh karena itu, kata Medrial, Jokowi harus memperlihatkan sinyal kepemimpinannya yang sangat keras soal penyerapan anggaran ini. Dia menilai Presiden Jokowi kurang konsisten dalam hal penyerapan anggaran. "Jokowi kan menganggap sepele ini, dia bilang ini keahlian saya, tapi kok sekarang malah dia yang kelimpungan," ujar Medrial.

 

BERITA TERKAIT

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…