NERACA
Jakarta – Terus terkoreksinya laju indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan dampak signifikan terhadap imbal hasil reksa dana saham yang ikut tertular dengan penurunan hasil yang negatif pula. Apalagi kondisi ini di perburuk dengan terpredresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Anggota Kompartemen Sosialisasi dan Edukasi Asosiasi Pengelola Reksa dana Indonesia (APRDI) Rudiyanto mengatakan, kinerja produk reksa dana jenis saham yang mencatatkan hasil negatif selama 2015 ini terimbas penurunan IHSG.”Tetapi kalau 'market' lagi positif, terkadang kinerja reksa dana saham lebih tinggi dari IHSG," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dia menambahkan, penurunan kinerja produk investasi yang menurun dikhawatirkan mengganggu tujuan investasi pemodal. Pasar saham masih dibayangi sentimen pelambatan ekonomi global, termasuk di Indonesia serta ketidakpastian kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed.
Kendati demikian, lanjut dia, ada harapan positif menyusul berlangsungnya pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak. Biasanya, saat ada pemilu, konsumsi masyarakat meningkat dan bisa menjadi sentimen positif bagi perekonmian domestik."Akhir tahun, IHSG diprediksi masih cenderung menguat karena ada faktor 'window dressing'. Dan mungkin nanti sudah ada kepastian terkait rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed," kata Rudiyanto.
Berdasarkan data PT Infovesta Utama, sepanjang Januari-Agustus 2015, indeks reksa dana saham turun 17,56% yang merupakan penurunan tertinggi dibandingkan instrumen reksa dana jenis lainnya. Tercatat, indeks reksa dana campuran turun 9,17%. Sementara indeks reksa dana pendapatan tetap naik tipis 0,82%, indeks reksa dana obligasi pemerintah naik 1,49%, dan indeks reksa dana obligasi korporasi menguat 4,95%.
Sebelumnya, Rudianto yang juga menjabat Head of Operation and Business Development, Panin Asset Management sempat sesumbar bila kinerja reska dana saham di semester kedua akan tumbuh positif.”Kinerja reksa dana saham tergantung dari pergerakan IHSG, saat ini memang kurang bagus. Namun, potensi perbaikan masih terbuka jika penyerapan anggaran pembiayaan infrastruktur pemerintah pada semester dua membaik," ujarnya.
Rudianto juga menilai, dengan penyerapan anggaran pemerintah yang rendah, maka menjadi hal yang wajar jika kinerja reksa dana saham selama semester I-2015 ini negatif karena sebesar 80% portofolio asetnya diinvestasikan pada saham-saham yang terdaftar di BEI.
APRDI optimistis industri reksa dana tumbuh 20% pada tahun ini, meski pasar keuangan secara umum melemah pada paruh pertama 2015. APRDI memperkirakan total dana kelolaan pada tahun ini mencapai Rp 273 triliun. Tercatat hingga Mei 2015, dana kelolaan industri reksa dana mencapai Rp 258 triliun, atau naik 11,4% dari posisi Desember 2014 senilai Rp 228 triliun. (bani)
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…
Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…
NERACA Jakarta - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…
Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…
NERACA Jakarta - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…