Pemerintah Bakal Batasi Pencairan APBN 2016 - Penyerapan Anggaran Daerah Rendah

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akan melakukan pembatasan pencairan dana daerah pada APBN 2016, terkait penyerapan dana daerah yang belum maksimal hingga saat ini. "Jika serapan tahun ini tidak bagus, maka akan kami sampaikan pencairan dibatasi, atau dimasukkan penukaran ke dalam surat berharga negara saja pada anggaran tahun depan," kata Bambang Brodjonegoro, seperti dilansir laman Antara, kemarin.

Menurut data Kementerian Keuangan sejak 2011 hingga Juni 2015 masih ada dana pemerintah daerah di perbankan, yang "menganggur" hingga Rp273,5 triliun dan jumlahnya berpotensi meningkat, apabila tidak ada terobosan dalam hal pencairan anggaran. Kondisi ini bisa menghambat pendanaan belanja daerah, terutama belanja modal untuk pembangunan sarana infrastruktur yang dibutuhkan untuk menggairahkan kinerja perekonomian, agar tidak terus-terusan mengalami kelesuan.

Sementara itu, sebelumnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan ketakutan akan ancaman pidana terhadap pengambilan kebijakan oleh para pejabat pemerintah daerah membuat serapan anggaran di daerah masih rendah. "Ketakutan (pengambilan kebijakan) yang muncul sehingga serapan anggaran menjadi rendah. Dipahami secara bersama-sama antara para pejabat sehingga kepolisian, kejaksaan dan KPK bisa mengoptimalkan terlebih dahulu pengawas internal," ujar Ganjar.

Diharapkan pihak Kepolisian, Kejaksaan, KPK dapat mengoptimalkan terlebih dahulu pengawas internal kepada setiap kebijakan yang diambil kepala daerah untuk pembangunan daerahnya. "Karena semua takut. Kalo kami dikriminalkan begitu ya takut," ujar Ganjar. Kemudian, Ganjar menambahkan, kalau ada kesalahan dari pihak pemerintah yang sifatnya administratif itu urusannya administratif saja jangan pidana. "Itu sesuai dengan undang-undang admnistrasi pemerintahan sehingga undang-undang inilah yang kita harapkan bisa dilaksanakan," tambah Ganjar.

Dalam APBNP 2015, anggaran transfer ke daerah dialokasikan sebesar Rp664,6 triliun. Sekitar 79 persen dari anggaran yang ditransfer atau sebesar Rp 521,8 triliun merupakan alokasi untuk dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (Rp 110,1 triliun), dana alokasi umum (Rp 352,9 triliun), dan dana alokasi khusus (Rp 58,8 triliun). Sisanya terbagi untuk dana otonomi khusus sebesar Rp 17,1 triliun (3 persen), dana desa Rp 20,8 triliun (3 persen), dana keistimewaan DIY Rp 500 miliar (1 persen), dan dana transfer lainnya Rp104,4 triliun (16 persen).

Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto menilai, pemerintah pusat tidak boleh serta merta menyalah pemerintah daerah karena penyerapan anggaran daerah rendah. Menurut Yenny, salah satu faktor penyerapan anggaran rendah karena pencairan anggaran dari Pemerintah Pusat lambat. "Pencairan anggaran dari Pusat baru dilakukan pada bulan Mei. Setelah itu, daerah akan melakukan APBD Perubahan yang prosesnya 3 (tiga) bulan sehingga rata-rata penyerapan anggaran baru setelah bulan Agustus," ujar Yenny.

Pasca penetapan APBD Perubahan, kata Yenny dilakukan penentuan pemenang tender untuk mengerjakan proyek-proyek khususnya proyek infrastruktur yang nilainya di atas Rp. 200 juta. Proses penentuan tender ini, menurutnya juga memakan waktu lama. "Sehingga tidak heran penyerapan anggaran daerah setelah bulan Agustus. Proyek senilai Rp. 200 juta tidak bisa dikerjakan dengan penunjukkan langsung karena berpotensi korupsi," tandasnya.

Apalagi, katanya dari 524 Kabupaten dan Kota, terdapat sekitar 400-an diantaranya sangat tergantung pada pemerintah pusat melalui dana perimbangan. Dalam konteks ini, tuturnya, keterlambatan pencairan anggaran dari Pusat, maka akan mempengaruhi tingkat daya serap di daerah. "Jangan kemudian Pusat mengisukan rendahnya penyerapan anggaran karena Pemerintah Daerah takut menimbulkan masalah hukum sehingga tiba-tiba Presiden Jokowi mengeluarkan aturan untuk melindungi pemerintah daerah dalam proses pencairan anggaran," jelasnya.

 

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…