EKONOM USULKAN KERJASAMA BILATERAL TEKAN US$ - Rizal Ramli: Ekonomi RI Lampu Kuning

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengingatkan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini telah memasuki status siaga atau lampu kuning. Pasalnya, Indonesia saat ini mengalami empat defisit. Sementara ekonom UI mengusulkan agar pemerintah menjalin kerja sama bilateral swap untuk menekan penggunaan dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional.

NERACA
"Bangsa kita hari ini suasananya memang sulit terutama dalam ekonomi. 1,5 tahun lalu saya nulis artikel hati-hati ekonomi Indonesia sudah warna kuning. Karena terjadi empat atau kuarto defisit," ujar Rizal di Universitas Mercu Buana, Jakarta, Senin (31/8).

Dia mengatakan, adapun empat defisit yang dimaksud adalah defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, defisit pembayaran, dan defisit anggaran. "Current account deficit, transaksi berjalan sangat besar sampai minus US$ 9,8 miliar," tutur dia.

Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengritik segelintir pihak yang selalu menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab merosotnya ekonomi Indonesia saat ini. Padahal sejak satu setengah tahun lalu dia sudah memberi peringatkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia sudah lampu kuning dan berpotensi menjadi merah.

"Sayangnya kita kurang gesit memperbaiki faktor-faktor makro ekonomi yang lemah. Kita sering menyalahkan faktor di dunia internasional, faktor The Fed , faktor Malaysia (kisruh politik), faktor Korea, faktor Tiongkok (pelemahan ekonomi). Sudah saatnya kita hentikan menyalahkan faktor-faktor luar itu," ujarnya.  

Dia menjelaskan, kondisi ekonomi "lampu kuning" satu setengah tahun lalu yang dia maksud yaitu terjadinya 4 defisit yang terdiri dari sesuatu neraca pedagang an, defisit neraca transaksi berjalan, defisit pembayaran, dan defisit anggaran.

Sejalan dengan itu, kerap kali pemerintah menyalahkan faktor eksternal sebagai dalang dari masalah tersebut. Padahal, hal tersebut tidak seharusnya dilakukan. "Sama saudara ketika kondisi lemah, ada yang kena flu cepat. Tapi kalau badan kita sehat daya tahan kuat walaupun virus, kita tetap menjadi sehat," tuturnya.

Dia mencontoh, dengan perekonomian yang baik sejumlah negara mampu bertahan dari guncangan global, seperti ekonomi India bisa tumbuh 7,3%. Begitu pula dengan Filipina yang mampu mencetak pertumbuhan 7,2%.

Sebelumnya mantan presiden dan juga ketua umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan negara-negara Asia harus menyadari bahwa perkembangan ekonomi di kawasan ini sudah lampu kuning. Sementara di Indonesia, perlambatan ekonomi sudah mulai terdampak sehingga diperlukan manajemen krisis.

"Cegah jangan sampai merah," ujarnya seperti dikutip dari akun twitter resminya, pekan lalu.

Menurut SBY, diperlukan kebijakan koordinasi di kawasan (regional policy coordination) serta aksi nasional, termasuk solusi yang efektif. "Selain itu, gunakan kerangka ASEAN dan ASEAN +," ujarnya.

SBY mengatakan, bangsa di Asia, termasuk Indonesia perlu memetik pelajaran saat krisis Asia 98 dan krisis ekonomi global 2008. "Ingat selalu ada contagion effect serta faktor eksternal dan internal. Bukan hanya emerging economies yang pertumbuhannya melambat, tapi juga negara-negara Asia. Tiongkok pun (terbesar di Asia) kena," ujarnya.

Mitra Dagang Strategis

Secara terpisah, ekonom UI Anton Gunawan, salah seorang yang diundang Presiden Jokowi kemarin, mengusulkan pemerintah perlu meningkatkan kerjasama bilateral currency swap agreement (BCSA) dengan beberapa mitra perdagangan strategis‎ Indonesia, seperti Tiongkok.

"Itu untuk memfasilitasi perdagangan menggunakan mata uang masing-masing, jadi BI dengan bank sentral di negara mitra melakukan swap currency rupiah dengan yuan, jadi tidak menggunakanUS$,  ini untuk mengurangi penggunaan dolar AS," ujarnya.

Anton menuturkan, saat ini sebenarnya Indonesia sudah ada kerjasama BCSA dengan Tiongkok sejak 2009, hanya saja fasilitas itu sampai sekarang belum maksimal digunakan. Padahal, hal ini dinilai penting dalam mengurangi pengaruh AS dalam pergerakan mata uang di masing-masing negara.

Tidak hanya dengan Tiongkok, Bank Indonesia (BI) juga telah menjalin kerjasama BCSA ini dengan Korea Selatan. Diharapkan kerja sama-kerja sama‎ terkait penggunaan mata uang tersebut dapat diperluas ke beberapa negara mitra dagang Indonesia.

"Itu yang sekarang coba dibahas nanti melalui Menteri Keuangan dan Bank Indonesia, karena ini (BCSA) juga bisa dimanfaatkan sebagai likuiditas," ujarnya.

Meski demikian, Rizal Ramli meyakini, dalam kondisi ekonomi sudah krisis, masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Sayangnya kata dia, banyak pemimpin yang justru tenggelam ditelan kritis.

"Krisis itu momentum untuk mengubah, untuk menjadi lebih hebat. Tapi kebanyakan pemimpin tenggelam bersama krisis," ujarnya.  

Rizal Ramli memberikan contoh pemimpin yang berhasil membawa bangsanya keluar dari krisis yaitu Presiden Amerika Serikat Franklin Roosevelt. Menurut Rizal, Roosevelt mampu membawa AS keluar dari krisis padahal saat itu sekitar 1930-an, AS sedang mengalami krisis ekonomi yang dasyat.

"Saat itu pengangguran banyak sekali tapi dia ubah itu ekonomi Amerika. Saat itu negara yang paling hebat Jerman, Prancis, dan Inggris. Tapi Roosevelt balikan itu dan kalah itu ketiga negara," ujarnya.  

Secara terpisah, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, masalah perekonomian Indonesia dari masa ke masa selalu sama. Pertama adalah masalah permodalan dan kedua adalah soal supply side.

Mantan Gubernur BI itu mengatakan, salah satu yang bisa dikerjakan untuk menyelesaikan masalah itu ialah dengan industrialisasi. Menurut dia, industrialisasi bisa ditempuh lewat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah. Selanjutnya lewat pengolahan bahan baku dan barang modal dan yang terakhir lewat cara yang lebih rumit yakni sebagai bagian dari mata rantai industri global (global value chain).

Global value chain ini mengambil porsi tertentu dari part (bagian) suatu produk dan ikut dalam jaringan internasional,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Terakait dengan ancaman kemiskinan, Direktur Indef Enny Sri Hartati  mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat atau indeks kemiskinan di Indonesia di tahun ini semakin memburuk.

Dia mengingatkan, mengatakan bahwa dalam amanat konstitusi justru tidak ada istilah pertumbuhan ekonomi, yang ada adalah kesejahteraan rakyat. Namun sayangnya, hingga lebih dari 10 bulan pemerintahan Presiden Jokowi, Badan Pusat Statistik (BPS) belum melaporkan angka kesejahteraan rakyat.

“Berdasarkan riset, Indef menyimpulkan bahwa di tahun 2015 indeks kemiskinan masyarakat semakin meningkat atau tingkat kesejahteraan rakyat menurun,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini. bari/mohar/fba.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…