Buy Back Saham BUMN: Langkah Bunuh Diri Rini Soemarno

Oleh: Samuel Karwur

Menteri BUMN Rini Soemarno kembali membuat manuver di tengah yang rupiah kian tertekan tehadap dolar Amerika. Ia mengambil keputusan untuk melakukan buy back saham-saham BUMN yang kini melantai di BEI. Seperti diketahui, beberapa hari terakhir IHSG anjlok signifikan menyusul sentimen negatif pasar akibat perlambatan ekonomi global.

Jika rencana Rini Soemarno dijalankan, maka pemerintah harus menggelontorkan dana talangan sebesar Rp 10 triliun.

Rini mengatakan bahwa dana tersebut tidak akan diambil dari APBN, lalu dari mana uang sebesar itu berasal?

Tidak berhenti di situ saja, ketika selesai proses buy back, siapa yang masih berminat untuk membeli saham-saham 13 BUMN tersebut?

Bagaimana kalau saham ternyata terus merosot?

Kelihatannya ini merupakan langkah bunuh diri, ketimbang penyelamatan saham-saham pelat merah. Memang apa salahnya jika saham mengalami penurunan? Kenapa harus buru-buru mengguyur 10 triliun rupiah, sementara hal tersebut tidak lebih seperti melemparkan garam ke lautan.

Lagi pula, Rini mengeluarkan kebijakan buy back, justru di tengah-tengah upayanya meminta semua BUMN untuk mencari uang alias melakukan right issue?

Kita semua tahu modal BUMN itu untuk operasional dan bukan untuk urusan jual beli saham.

Ini solusinya. Kenapa institusi seperti Taspen dan Jamsostek ,yang memang portofolionya notabene untuk membeli dan menjual saham, obligasi, atau deposito, justru tidak dimanfaatkan.

Belum lagi dengan dana-dana pensiun milik Pertamina, PLN dan Telkom misalnya. Jelas solusinya ada, tapi kenapa sekali lagi harus membuang 10 triliun rupiah dengan percuma.

Dari hal itu saja, jelas ada kekeliruan. Belum lagi jika setelah buy back dilakukan, ternyata harga saham-saham BUMN tersebut malah terus terjun bebas? Fatal jadinya.

Kelihatannya Rini Soemarno belum melakukan “pekerjaan rumah” secara sempurna, sebelum mengeluarkan kebijakan buy back. Masalahnya kemudin siapa yang akan bertanggung jawab di kemudian hari. Langkah tersebut sama saja dengan menyuruh direksi-direksi BUMN untuk siap-siap dikerangkeng, atau berurusan dengan lembaga “tiga huruf” di Kuningan Jakarta.

Satu hal yang sama sekali tidak ia perhitungkan adalah, fakta bahwa beberapa fund managerbesar dunia, memang sedang merencanakan untuk melepas obligasi Indonesia, sekaligus melakukan aksi jual rupiah. Jika ini terjadi, berarti langkah Rini benar-benar suicidal.

Manuver para fund manager tersebut hanya menyisakan satu kesimpulan: rupiah masih jauh dari bottom. Kejatuhan rupiah masih akan terus terjadi. Tidak ada point untuk melakukan buy back karena sama saja dengan bunuh diri.

Koq sudah berani beli, sementara para fund manager sedang melepas obligasi dan menjual rupiah.

Ketimbang melepas semua bonds Indonesia sekaligus, para fund manager memilih untuk melepas obligasi dan rupiah secara bertahap. They are killing us softly. Sedikit demi sedikit tapi lambat laun mematikan juga. Mereka sadar, kalau melepas dalam satu pukulan, itu sama saja bunuh diri.

Melepas 10 triliun ke pasar, sekali lagi sama saja dengan melempar garam ke lautan. Pasalnya, modal Indonesia sangat mepet untuk nelakukan intervensi. Sebagai perbandingan, China saja yang memiliki liquiditas melimpah tak kuasa menahan kejatuhan saham-saham Tirai Bambu yang sempat hinggap di minus 8,5% kemarin. Padahal tak kurang dari 500 miliar US dolar, telah diguyur pemerintah China waktu itu untuk top up saham di bursa. Pertanyaannya, jika China saja tak mampu, lantas apa yang bisa dilakukan Indonesia?

Kemudian pemerintah memberikan sanski kepada JP Morgan. Buat apa?

Hey…Seorang analis koq ditekan, diancam dan bahkan diberi sanksi hanya karena mengeluarkan pendapat. Menteri-menteri Jokowi sudah sudah irrationale dan keblinger alias paranoid.

Masalahnya bukannya kita takut pada JP Morgan, tapi yang menjadi concern utama adalah, mereka itu hanyalah analis. Kenapa harus dibungkam?

Apakah ini yang menjadi warna sesungguhnya dari rezim Jokowi?

Ini kan sesuatu yang ngawur. Padahal dalam keadaan seperti ini, taruhan untuk keputusan yang salah, sungguh teramat besar. Jika tidak dilakukan koreksi mendalam, bisa saja kita kembali sedang berjalan menuju pusat badai yang siap menelan apa saja yang datang mendekat. (www.jokowinomics.com)

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…