BI : Inflasi Agustus 0,3%

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia melalui hasil surveinya hingga minggu keempat Agustus 2015 menyatakan laju inflasi mencapai 0,3 persen secara bulanan (mtm), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi Agustus dalam lima tahun terakhir. "Inflasi berdasarkan survei minggu keempat ada di kisaran 0,3 persen. Kalau betul itu 0,3 persen, IHK (indeks harga konsumen) kita jadinya 7,08 year on year," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di Kantor Pusat BI, Jakarta, Jumat (28/8).

Agus menuturkan, inflasi Agustus yang secara tahunan apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya mengalami penurunan dari 7,26 persen menjadi 7,08 persen, merupakan pencapaian yang baik. "Kita sama-sama ikuti, inflasi yang rendah itu adalah salah satu indikator yang penting," ujar Agus. Ia menambahkan adapun yang perlu diwaspadai adalah tekanan dari komoditi daging ayam, telur ayam, daging sapi, dan beras.

Sementara itu, dari sisi yang mengalami deflasi adalah terkait pengangkutan antar daerah dan juga bawang merah. "Tentu nanti akan kita lihat pemerintah memberikan perhatian terhadap komoditi tadi," kata Agus. Bank Indonesia sendiri meyakini sepanjang 2015, laju inflasi akan mencapai target 4 plus minus satu persen.

 

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Nina Sapti, mengatakan bahwa inflasi pada Juli tinggi karena bertepatan dengan tahun ajaran baru. Dia memprediksi bahwa inflasi pada Agustus 2015 cenderung menurun. "Diprediksi di bawah 0,93 persen. Kalau di atas itu buruk," ujar Nina.

Nina melanjutkan, yang akan memicu terjadinya inflasi adalah naiknya harga beras akibat musim kekeringan. Karenanya, pemerintah harus menjaga agar stok pangan tetap tersedia. "Walaupun kekeringan, kalau stok beras cukup tidak masalah, tapi kalau gagal panennya banyak itu yang masalah," ucapnya.

Untuk mengantisipasi kekurangan tersebut, maka harga beras tidak boleh naik. Karenanya, setiap minggu penjualan beras harus dipantau terus. "Ini ketidakpastiannya tinggi. Ini ujian pemerintah ke depan," ungkapnya.

Pengamat perbankan dan keuangan Yanuar Rizky mengatakan pemerintah harus membereskan manajemen logistik dan impor sebagai antisipasi jangka pendek. Karena ketika tidak dibereskan maka itu akan membuat distribusi terganggu dan nantinya akan membuat inflasi akan membengkak. Bahkan, kata dia, jika memang pemerintah ingin melakukan swasembada pangan dan energi alternatif harus dilakukan dengan pemberian insentif.

Dia menambahkan pemerintah juga harus menetapkan target dalam waktu enam bulan dapat dilakukan panen raya dan penggunaan energi alternatif. Selain itu, harus ada konsensus antara BI, Presiden dan DPR untuk melakukan operasi pasar yang berbeda.

"Tujuan BI agar intervensi valuta asing itu agar tidak terjadi inflasi, posisi rupiah saat ini Rp14.049 jika BI ingin menurunkan ke Rp13.700 turun ga? Itu kayak menggarami air laut dan balik lagi. Kenapa tidak diberikan konsensus politik presiden, BI dan DPR agar melakukan operasi pasar terbuka yang berbeda, dengan memberikan dolar yang murah untuk impor pangan dan energi. Jadi mereka beli dengan harga murah barang-barang tersebut," jelas Yanuar.

Dia menambahkan, pemerintah dan BI harus memeriksa apa yang menyebabkan rupiah melemah. Selain itu, menurut Yanuar, jika jangka pendek sudah dapat diatasi pemerintah juga harus menyiapkan alternatif jangka menengah dengan cara memberikan insentif pajak yang tepat untuk penyerapan lapangan kerja, untuk energi alternatif dan ketahanan pangan.

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…