Tahan Tingkat Bunga Penjaminan - Peranan LPS Deteksi Dini Penyelamatan Bank

NERACA

Jakarta – Indonesia saat ini mengalami tantangan yang cukup berat, selain perlambatan ekonomi dalam negeri, terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang cukup dalam juga menjadi beban bagi pelaku industri. Tak pelak, kondisi ini memberikan tekanan dan pengetatan likuiditas terhadap industri perbankan dalam negeri.

Ancaman pengetatan likuiditas, jauh-jauh hari sudah disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad yang mengatakan, perbankan nasional untuk melakukan langkah antisipatif dan meningkatkan kualitas manajemen risiko menghadapi tekanan likuiditas keuangan global yang diperkirakan melanda negara-negara "emerging markets" pada 2015,” Tantangan pengetatan likuiditas 2015 yang diperkirakan terjadi karena Bank Sentral Amerika (The Fed) akan menaikkan suku bunga,”ujarnya.

Begitu besarnya ancaman global seperti efek gagal bayar negara Yunani, devaluasi mata uang China dan kebijakan kenaikan suku bunga The Fed mampu memberikan sentiment besar terhadap likuiditas perbankan dalam negeri. Hal ini sangat beralasan, lantaran hampir sebagian besar perputaran dana di Indonesia didominasi kepemilikan asing sebagai konsekuensi menganut rezim devisa bebas.

Kendatipun demikian, Bank Indonesia (BI) selalu mengklaim bila permodalan perbankan Indonesia dalam kondisi yang aman dan tahan terhadap goncangan rupiah. Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, dilihat dari sisi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan saat ini masih 2,5% secara gross dan net sebesar 1,25%. Hal tersebut menunjukkan industri perbankan masih cukup dalam hal permodalannya atau capital adequacy ratio (CAR).

Adapun, secara umum, kalangan bank umum konvensional telah mencatatkan CAR di posisi 20,79% per April 2015. Kendati menunjukan kenaikan sebesar 146 basis poin (bps) dari 19,33% per April 2014, tapi terhitung sejak Februari 2015, posisi CAR tersebut kian tergerus. Namun yang pasti, dirinya menegaskan dari sisi stabilitas sistem keuangan di Indonesia tidak mengkhawatirkan. Apapun yang disampaikan BI, seharusnya jangan membuat lengah pemerintah untuk mempersiapkan tindakan preventif karena Indonesia mempunyai pengalaman pahit bank gagal sebagai imbas dari pengetatan likuiditas perbankan, seperti kasus Bank Century di tahun 2008.

Meskipun, saat ini hampir mayoritas perbankan masuk dalam jaringan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), namun tetap harus memperhatikan ekspansi bisnis dan tidak gegabah para pelaku bankir dalam setiap kebijakan. Sementara LPS juga dituntut untuk bertindak preventif dan bukan reaktif menghadapi ancaman krisis yang berujung bank gagal. Salah satu yang dilakukan lembaga independen ini adalah dengan tidak merevisi tingkat bunga penjaminan dari 15 Mei 2015 sampai 14 September 2015. LPS memprediksi ketahanan likuiditas perbankan masih dalam posisi stabil meskipun nilai tukar rupiah masih lemah.

Evaluasi Tingkat Bunga

Sekretaris LPS, Samsu Adi Nugroho mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi tingkat bunga penjaminan untuk simpanan, baik dalam bentuk rupiah, valuta asing (valas) di bank umum maupun untuk simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Tingkat bunga penjaminan untuk bank umum dalam rupiah masih di level 7,75%, dan valas pada 1,50%. Sementara untuk nasabah BPR akan dijamin dalam rupiah di level 10,25%. "Tingkat bunga penjaminan tersebut dipandang masih sejalan dengan perkembangan perekonomian dan perbankan terkini," ujar Samsu.

Dia mengatakan, laju pertumbuhan simpanan pihak ketiga atau DPK pada Mei 2015 masih berada di atas pertumbuhan kredit perbankan. Serta rencana pemerintah untuk mempercepat belanja anggaran di semester dua diprediksi akan memberikan efek positif terhadap likuiditas perbankan. "Pergerakan nilai tukar dan respon perbankan terhadap perbaikan likuiditas akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat bunga simpanan perbankan ke depan," terangnya.

Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin. Berkenaan hal tersebut, bank diharuskan memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.

Sejalan dengan tujuan untuk melindungi nasabah dan memperluas cakupan tingkat bunga penjaminan, LPS mengimbau agar perbankan memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rangka penghimpunan dana. (bani)

 



BERITA TERKAIT

Summarecon Crown Gading - Primadona Properti di Utara Timur Jakarta

Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…

Pertumbuhan Logistik Tembus 8% - CKB Logistics Optimalkan Bisnis Lewat Kargo Udara

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Summarecon Crown Gading - Primadona Properti di Utara Timur Jakarta

Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…

Pertumbuhan Logistik Tembus 8% - CKB Logistics Optimalkan Bisnis Lewat Kargo Udara

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…