NERACA
Jakarta – Kembali menguatnya laju indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi modal bagi pelaku pasar untuk terus melakukan transaksi saham dan menjadi keyakinan bila industri pasar modal dalam negeri masih tetap tumbuh.
Oleh karena itu, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio mengharapkan investor memiliki optimisme kuat terhadap industri pasar modal seiring dengan kinerja emiten atau perusahaan tercatat yang masih mencatatkan hasil positif,”Berdasarkan seluruh laporan keuangan emiten semester pertama 2015, sebanyak 329 emiten atau sekitar 73% dari total emiten yang telah melaporkan masih membukukan kinerja laba positif," ujarnya di Jakarta, Kamis (27/8).
Dia memaparkan, dari 20 emiten yang menduduki posisi teratas berdasarkan nilai kapitalisasi pasar saham di BEI, juga terdapat beberapa emiten yang membukukan peningkatan total laba komprehensif pada akhir Juni 2015 dibandingkan dengan pada periode yang sama di 2014. Salah satunya, Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang membukukan peningkatan laba komprehensif sebesar 6,02% dari Rp10,42 triliun menjadi Rp11,05 triliun.
Menyikapi tekanan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada awal pekan keempat Agustus 2015 ini, Tito Sulistio mengatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan kebijakan yakni memperbolehkan pembeian kembali (buyback) saham emiten tanpa menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dari BEI, lanjut dia, pihaknya menerapkan penyesuaian batas bawah "auto-rejection" menjadi sebesar 10 persen, melakukan peningkatan batas maksimum dana perlindungan pemodal (DPP) dari Rp25 juta menjadi Rp100 juta melalui anak perusahan PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI).
Dan, BEI juga melakukan peningkatan pengawasan terhadap kegiatan transaksi di luar ketentuan untuk transaksi marjin dan "short selling". Menurut Tito Sulistio, beberapa isu pemicu turunnya kepercayaan pelaku pasar modal sehingga IHSG BEI mengalami tekanan, salah satunya datang dari Amerika Serikat mengenai spekulasi atas kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed),”Ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed itu mendorong dana asing keluar (capital outflow) dari pasar saham domestik," katanya.
Selain itu, lanjut dia, adanya tren penurunan harga minyak mentah dunia. Harga energi yang rendah berimplikasi terhadap turunnya harga komoditas dunia lainnya dan menekan penerimaan fiskal negara,”Tekanan perlambatan ekonomi global juga datang dari Tiongkok. Karena risiko perlambatan ekonomi Tiongkok menjadi sinyal perlambatan ekonomi dunia," ujarnya.
Menanggapi kinerja emiten, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat mengatakan bahwa dengan kinerja emiten domestik yang masih mencatatkan hasil positif itu, menandakan fundamental ekonomi nasional masih baik ke depannya,”Artinya, tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dari dalam negeri,”paparnya.(bani)
Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…
Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…
NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…
Summarecon Crown Gading yang merupakan kawasan terbaru Summarecon yang di Utara Timur Jakarta, kini semakin berkembang. Saat ini sedang berlangsung…
Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memperkirakan sektor logistik nasional tahun ini mengalami pertumbuhan tujuh sampai dengan delapan persen. Tak heran, bisnis…
NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…