Solusi Krisis Ekonomi

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan dengan masalah ekonomi bangsa yang terpuruk akibat  dampak kenaikan nilai rupiah diatas Rp 14.000 per US$. Kenaikkan nilai rupiah tersebut berpengaruh besar terhadap  sektor-sektor  perekonomian nasional. Bahkan beberapa perusahaan manufaktur telah banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)—akibat ketidak mampuan memproduksi serta kebijakan  efesiensi  perusahaan.

Memang diakui, dalam krisis ekonomi yang terjadi saat ini banyak dipengaruhi oleh  perlambatan global. Pelambatan ekonomi terjadi karena tekanan global imbas memburuknya ekonomi China setelah berjaya selama dua dekade terakhir. Selain itu, kondisi ekonomi Amerika Serikat membaik sehingga nilai tukar dolar, khususnya terhadap rupiah, kian menguat.

Meski rupiah semakin melemah, sikap pemerintah masih menganggap biasa, padahal tinginya pelemahan tersebut telah mengkhawatirkan berbagai pihak. Bahkan Bank Indonesia (BI) mengungkapkan krisis ekonomi ini terbilang masih baik. Dengan indikator angka inflasi yang bertengger di 0,93% dan defisit transaksi berjalan yang menurun ke 2,3%. BI menilai depresiasi rupiah masih lebih baik bila dibandingkan negara berkembang lain. Secara tahunan, depresiasi rupiah memang mencapai 8%.  Namun, secara month to date, depresiasi hanya 1%, sementara negara-negara ASEAN mencapai lebih dari 1,5%. Penilaian BI inilah—yang menjadikan pemerintah tidak risau dalam menghadapi ini semua.

Sikap pemerintah dalam menghadapi naiknya nilai rupiah sebenarnya kontradiktif terhadap kenyataan yang dialami masyarakat. Realitas yang terjadi saat ini adalah  sektor riil mengalami kelambatan akibatnya mahalnya produk-produk impor yang ada selama ini begitu juga pihak perbankan melakukan kebijakan pengetatan likuiditas. Kondisi inilah yang semakin memperparah situasi ekonomi yang terjadi saat ini. Pemerintah tak bisa serta merta hanya beretorika tentang indikator atau data yang disampaikan pemerintah harus mampu berbuat agar nilai tukar rupiah stabil. Jika pemerintah kurang fleksibel dalam mengambil kebijakan ekonomi maka krisis ekonomi dinegeri ini bisa berdampak pada krisis sosial yang panjang.

Maka dari itu—dalam  perspektif ekonomi syariah, melihat bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat ini akibat dari kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riil yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riil. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil. Realitas inilah yang sering terjadi dalam siklus krisis ekonomi dunia.

Menyikapi itu, pemerintah harus menyadari dan tidak perlu terus menerus mengulang-ngulang kejadian-kejadian masa lalu dalam  krisis yang terjadi saat ini. Untuk itu kebijakan-kebijkan yang mendorong sektor riil untuk berkembang dan berproduktif perlu dilakukan oleh pemerintah. Untuk mendorong sektor riil pemerintah memiliki keterpihakan kepada masyarakat serta memiliki akurasi data yang lengkap berapa kebutuhan konsumsi masyarakat. Sehingga pemenuhan konsumsi tersebut bisa dipenuhi dengan integrasi kekuatan ekonomi nasional. Konsep perbankan syariah yang selama ini mensinergikan antara sektor moneter dan sektor riil bisa dijadikan pedoman. Sebab dari sinergisitas inilah, selama ini banyak  memunculkan sektor-sektor yang bergerak (tradable) dalam ekonomi masyarakat.

Agar ekonomi Indonesia bisa keluar dari krisis—pemerintah harus  mampu membuat kebijakan-kebijakan yang mampu mensinergikan antara sektor tradable dan non tradable. Minimnya sektor tradable yang berjalan selama ini mengakibatkan sektor produktif masyarakat mengalami penurunan dan membuat karakter masyarakat menjadi konsumtif dan dengan adanya resesi ekonomi global akan mudah mengalami dampaknya. Untuk itu pemerintah harus mampu keluar dari jerat masalah ini dan pemerintah bisa belajar  menggunakan pendekatan ekonomi syariah sebagai solusi dalam mengatasi masalah ini.

 

BERITA TERKAIT

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

Tantangan APBN Paska Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kebijakan Satu Peta

 Oleh: Susiwijono Moegiarso Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

Tantangan APBN Paska Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kebijakan Satu Peta

 Oleh: Susiwijono Moegiarso Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau…