Audit BI, BPK Tunggu Surat dari DPR

 

 

NERACA

 

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum menerima, dan masih menunggu surat permintaan resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat terkait permintaan parlemen agar Bank Indonesia diaudit sehubungan dengan pelemahan kurs rupiah yang sudah menyentuh kisaran Rp14.000 per dolar AS.

Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, jika parlemen mengirimkan permintaan resmi untuk mengaudit BI, dirinya akan menggelar rapat sidang badan dengan delapan Anggota BPK lainnya. "Keputusan (audit BI atau tidak) dari sidang badan itu," kata Harry Azhar seperti dilansir laman Antara, kemarin.

Sesuai Pasal 59 di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, BPK dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia atas permintaan DPR apabila diperlukan. Dalam pasal itu dijelaskan pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran BI.

Sebelumnya, pada Senin 24 Agustus 2015, Ketua DPR Setya Novanto meminta lembaga auditor utama itu melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap Bank Indonesia karena depresiasi nilai tukar rupiah yang terus terjadi.

Setya beralasan audit itu untuk mengetahui bagaimana situasi moneter saat ini dan pemicu kemerosotan nilai tukar rupiah. Dia berharap BPK segera melakukan audit tersebut untuk memberikan berbagai masukan dan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. "Diharapkan BPK berikan masukan, bagaimana situasi mengenai stok, apakah itu dalam jumlah yang tepat atau berkurang," ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah menjelaskan bahwa tekanan terhadap kurs rupiah disebabkan oleh faktor global yakni aksi devaluasi mata uang Yuan Tiongkok, perang harga minyak dunia serta rencana penyesuaian suku bunga acuan The Fed yang kemungkinan dilakukan pada September. Ketiga faktor global tersebut membuat perilaku pelaku pasar cenderung berdasarkan sentimen, dan tidak mencerminkan perekonomian sesuai fundamennya.

Pada Senin (24/8) hingga Rabu ini, nilai tukar rupiah masih berada di rentang Rp14.000 per dolar AS, atau semakin jauh dari asumsi kurs di APBNP 2015 sebesar Rp12.500. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak melemah menjadi Rp14.065 dibandingkan Selasa sore di posisi Rp14.054 per dolar AS.

Sementara itu, Anggota DPR RI dari Komisi XI‎, Johnny G Plate‎ mewanti-wanti kepada pemerintah untuk tidak menginterfensi Bank Indonesia (BI) terkait adanya pelemahan nilai tukar tersebut. "Pemerintah tahu otoritas moneter kita ada di BI, dan BI sesuai UU harus independen, pemerintah tidak boleh intervensi BI, yang bisa lakukan adalah koordinasi terpadu di Institusi moneter kita yaitu BI dengan Kementerian Keuangan dan OJK," kata dia.

Dijelaskannya juga, terkait intervensi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa melakukan audit‎ begitu saja seperti apa yang diusulkan beberapa anggota DPR RI lainnya. Johnny berpesan kepada seluruh istansi untuk saat ini lebih baik bersatu, bekerjasama, dan lebih memberikan kepercayaan penuh kepada otoritas moneter independen Indonesia‎, seperti Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya. "Kami menggarisbawahi sinergi nasional komitmen bangsa kita itu penting, pemerintah, eksekutif, legislatif, harus bersatu, untuk itu maka segenap kebijakan kita harus bersatu padu demi menjaga ketahanan ekonomi kita agar pelemahan rupiah tidak terus berlanjut," seru Johnny.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hingga melewati level Rp14.000 per USD bukan kesalahan Bank Indonesia (BI). “Jadi, tidak tepat jika DPR RI meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit BI lantaran melorotnya mata uang Garuda. Pelemahan yang terjadi terhadap rupiah akibat kondisi keuangan global dan fenomena super dolar,” tukasnya.

Menurit dia, tidak ada hubungannya (rupiah lemah dan audit BI). “Maksudnya antara pelemahan rupiah dan audit BI enggak ada hubungannya. Ini kan fenomena super dolar. Ya mungkin normal saja. Emang susah juga menyalahkan BI. Kondisinya global,” katanya.



BERITA TERKAIT

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…