Eksistensi Menjaga Stabilitas Perbankan - Optimalkan Tindakan Preventif Bukan Reaktif

NERACA

Jakarta – Tahun 2015 menjadi tahun terberat bagi pelaku industri karena kondisi ekonomi dalam negeri yang mengalami perlambatan dan diperburuk dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang sudah menembus batas bawah Rp 14.000 per dollar AS. Tentunya saja, kondisi ini bukan berita positif bagi pelaku pasar modal yang ikut terkena dampaknya, sehingga indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga ikut terkoreksi cukup dalam.

Bahkan Bank Indonesia menurunkan proyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini. Jika sebelumnya Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%-5,4%, kini turun jadi 4,7% -5,1%. Dampak dari pelemahan ekonomi dalam negeri memaksa industri perbankan melakukan pengetatan likuiditas agar tidak merembet pada solvabilitas atau dampak buruknya mengganggu stabilitas sistem perbankan nasional. Bagaimana pun juga, ditengah kelesuan perekonomian dalam negeri, peran perbankan sangat penting untuk mampu mengendalikan resiko, meningkatkan efisiensi, dan melakukan ekspansi secara bijak. Pasalnya, menjaga stabilitas sistem keuangan biayanya mungkin besar atau sangat besar.

Indonesia mempunyai sejarah pahit akan gangguan stabilias perbankan pada tahun 1998 dan 2008 yang dipicu mulai dari krisisi ekonomi, depresiasi nilai tukar rupiah hingga berujung bank gagal, baik yang berdampak sistemik maupun non sistemik sehingga terjadi aksi rush atau penarikan simpanan besar-besaran. Ditengah kondisi ekonomi yang tidak bersahabat, sangat penting menjaga kepercayaan masyarakat bila dana yang disimpan di bank tetap aman,”Dasar utama kegiatan bank adalah kepercayaan,”kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Heru Budiargo.

Namun demikian, dibalik menjaga kepercayaan nasabah sebagai modal utama industri perbankan, keterlibatan LPS sebagai anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKKSK) tidak kalah penting. Heru menambahkan, melalui early warning system, LPS senantiasa memantau kondisi perbankan maupun kondisi fundamental makro. Selain itu early warning dilakukan melalui Evaluasi LPS Rate, penetapan Crisis Management Protocol (CMP), dan penguatan cadangan.

Dijelaskannya, keputusan LPS bukan didasarkan semata pada pertimbangan aspek komersial, untuk memperoleh keuntungan,”Ada kepentingan yang lebih besar yaitu memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan stabilitas sistem keuangan,”ujarnya.

Heru mengungkapkan, pihaknya telah melakukan sejumlah inisiatif guna menstabilkan kondisi industri perbankan di Indonesia. Dimana premi yang didapatkan dari pelaku industri pun digunakan sesuai dengan kegunaannya. Tercatat, dalam 10 tahun terakhir, premi yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp50 triliun,”Totalnya hanya Rp4,5 triliun yang dipakai untuk menjaga stabilitas dan membayar dana-dana nasabah yang ditutup oleh LPS. Jadi, di situ perekonomian Indonesia baik. Dalam 10 tahun terakhir daya tahan perbankan juga baik. Bank yang ditutup juga bank-bank kecil sekelas BPR yang sifatnya moral hazard," kata Heru.

Tetap Waspada  

Kendati menganggap perekonomian Indonesia dalam kondisi baik, namun Heru tak memungkiri ada tekanan tersendiri dari persoalan gagal bayar (default) Yunani terhadap utang kepada International Monetary Fund (IMF) dan tergerusnya pasar modal Tiongkok beberapa waktu lalu. Walau demikian, Heru menilai dampaknya tidak terlalu besar terhadap perekonomian Indonesia. Kalaupun ada dampak, kondisi industri perbankan terbilang baik dan fundamental yang dimiliki ekonomi Indonesia tergolong kuat.

Hal ini terlihat dari kuatnya struktur permodalan perbankan yang ada di level 20,5% dan non performing loan (NPL) berada di kisaran 2,45%. Sementara Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono bilang, kehadiran LPS menandai era baru tata kelola penanganan sektor perbankan jika menghadapi krisis. Pasalnya, jika penjaminan simpanan sebelumnya bersifat reaktif, setelah LPS lahir penjaminan itu sebagai upaya preventif.

Menurut Sigit, kelahiran LPS adalah sebuah langkah maju bangsa Indonesia dalam upaya untuk mengatasi dan melakukan mitigasi risiko jika negara berpotensi mengalami krisis yang dipicu oleh bank gagal. Kedepan, kata Sigit, tantangan LPS adalah menjaga peran fungsinya lebih optimal lagi dalam menjaga kepercayaan publik terkait rencana arus dana asing yang keluar disaat Bank Sentral Amerika Serikat The Fed akan menaikkan suku bunga.

Hal senada juga dismapaikan pakar ekonomi dari Universitas Harvard, Carmen M Reinhart, tantangan terbesar Indonesia pada 2015 adalah menghadapi arus modal keluar atau capital outflow dengan adanya kenaikan suku bunga The Fed,”The Fed akan meningkatkan suku bunga pada tahun depan, Indonesia harus bersiap menghadapinya," ujar Reinhart.

Dia menuturkan, terjadinya arus modal keluar tentunya akan mempengaruhi stabilitas sistem perbankan nasional.  Oleh karena itu, lanjutnya, LPS harus terus berkoordinasi dengan OJK dalam mengawasi perbankan, serta terus mendorong pemerintahan baru dan parlemen untuk segera mengesahkan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum pengambil kebijakan yang tergabung dalam FKSSK untuk menghadapi krisis yang bisa datang kapan saja. (bani)

 

 

BERITA TERKAIT

IHSG Melemah di Tengah Penguatan Bursa Asia

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (17/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Danai Refinancing - Ricky Putra Globalindo Jual Tanah 53 Hektar

NERACA Jakarta – Perkuat struktur modal guna mendanai ekspansi bisnisnya, emiten produsen pakaian dalam PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)…

Libur Ramadan dan Lebaran - Trafik Layanan Data XL Axiata Meningkat 16%

NERACA Jakarta – Sepanjang libur Ramadan dan hari raya Idulfitr 1445 H, PT XL Axiata Tbk (EXC) atau XL Axiata…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

IHSG Melemah di Tengah Penguatan Bursa Asia

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (17/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Danai Refinancing - Ricky Putra Globalindo Jual Tanah 53 Hektar

NERACA Jakarta – Perkuat struktur modal guna mendanai ekspansi bisnisnya, emiten produsen pakaian dalam PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)…

Libur Ramadan dan Lebaran - Trafik Layanan Data XL Axiata Meningkat 16%

NERACA Jakarta – Sepanjang libur Ramadan dan hari raya Idulfitr 1445 H, PT XL Axiata Tbk (EXC) atau XL Axiata…