Menuju Poros Maritim Dunia - Perikanan Skala Kecil Penopang Perekonomian Nelayan

NERACA

Jakarta - Indonesia sebagai negara maritim yang dianugerahi sumber daya perikanan terbesar di kawasan Asia Tenggara didominasi 85% nelayan skala kecil. Untuk mewujudkan perubahan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian dengan fokus utama menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintahan Jokowi – JK mempunyai dua misi utama, yaitu sumber daya maritim patut dijaga sebagai kedaulatan wilayah dan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, dan kuat.

Hal demikian tertuang dalam keterangan resmi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang dikutip di Jakarta, Selasa (25/8). “Berangkat dari hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan yang bertujuan menjadikan perikanan skala kecil (small scale fisheries) sebagai front liner pengelolaan perikanan nasional yang melibatkan aspek kepemilikan, modalitas, sosial, gender, dan aspek lain yang menjamin HAM dan antisipasi kerentanan pada perubahan iklim dan bencana alam (Climate Change and Natural Disaster),” sebut sumber tersebut.

Di samping itu, masih dalam siaran itu, perikanan skala kecil di Indonesia memiliki andil yang besar dalam mendukung pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karenanya, sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih untuk memperkuat usaha perikanan tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri, dan berkelanjutan. Dukungan pemerintah melalui stimulus fiskal, moneter, maupun intervensi kebijakan lainnya tentu saja dibutuhkan untuk menggerakkan usaha perikanan rakyat agar lebih bergeliat dan mampu meningkatkan kesejahteraan jutaan keluarga nelayan.

Pendekatan pembangunan untuk penguatan perikanan skala kecil harus diarahkan antara lain pada: (i) penguatan sarana dan prasarana usaha agar memadai dan meningkatkan akses terhadap sumber daya, (ii) penguatan penguasaan teknologi dan keterampilan agar produktivitas usaha perikanan skala kecil dapat meningkat, (iii) penguatan akses permodalan dan akses pasar agar daya saingnya meningkat, (iv) penguatan jaminan dan perlindungan agar usaha terjamin dan berkelanjutan, (v) peningkatan kesejahteraan pelaku utama. Dalam proses penguatan perikanan skala kecil tersebut, perencanaan pembangunan harus difokuskan pada upaya untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan kecil.

Dengan diadopsinya instrumen internasional “Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in The Context of Food Security and Poverty Eradication” pada bulan Juni 2014, maka pada 24 – 27 Agustus 2015 bersama-sama dengan FAO, BOBLME, SEAFDEC dan GEF, Indonesia menggagas penyelenggaraan kegiatanThe Southeast Asia Regional Consultation Workshop, sebagai bagian dari harmonisasi Voluntary Guideline on SSF di kawasan regional Asia Tenggara.

Workshop yang dihelat di Ramada Bintang Bali Resort ini dihadiri oleh 86 undangan yang melibatkan 10 negara Asia Tenggara, antara lain Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Timor Leste, Vietnam  dan Jepang.  Workshop juga dihadiri sejumlah perwakilan akademisi dan Civil Society Organization (CSO) bidang perikanan di kawasan regional serta berbagai perwakilan organisasi internasional,serta perwakilan beberapa Kementerian/Lembaga.

Dalam sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), dijelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi keseluruhan permasalahan perikanan skala kecil (common problems) serta menginventarisir key factors untuk kemudian dapat membangun visi, prioritas, tujuan serta framework kerangka aksi regional  (Regional Plan of Action/RPOA) yang bersifat konkrit, spesifik dan  praktis untuk dapat segera dilaksanakan dengan keterlibatan seluruh dimensi yang terkait dengan pengelolaan perikanan skala kecil.

“Dalam tataran regional, diharapkan agar hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan pada upaya-upaya pengelolaan perikanan skala kecil di tingkat nasional masing-masing negara,  sekaligus merupakan input yang signifikan dan acuan bagi berbagai upaya tindak lanjut kegiatan kerjasama di level regional, baik yang akan dilaksanakan oleh FAO, SEAFDEC, BOBLME dan organisasi lainnya,” jelas keterangan resmi tersebut.

Sudah selayaknya perikanan skala kecil merupakan aktor sekaligus benefactory object dari pembangunan perikanan negara-negara Asia Tenggara dengan melibatkan dimensi sosial ekonomi yang lebih luas, termasuk penjaminan hak-hak nelayan, kesetaraan gender, serta perlindungan dan keselamatan nelayan.

“Masalah mendasar pembangunan perikanan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah adanya bisnis perikanan dengan keberpihakan yang lebih menguntungkan pihak pemodal (capital ownership). Dipadu dengan lemahnya sistem tata kelola perikanan, hal ini menyebabkan tumbuh suburnya praktek IUU Fishing yang menyumbangkan kerugian negara sebesar US $ 30 Milyar.”

Dalam mengatasi tantangan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil beberapa langkah strategis, diantarannya adalah menjadikan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan kedalam legislasi nasional melalui penyusunan Undang-Undang khusus untuk perlindungan dan pemberdayaan nelayan skala kecil.

Proses legislasi ini telah diinisiasi oleh Parlemen sejak tahun 2014. Dengan pengadopsian instrumen internasional untuk perikanan skala kecil membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan berkepentingan untuk mengadopsi substansi instrumen tersebut kedalam draft National Plan of Action on Small Scale Fisheries (NPOA-SSF) Indonesia.

Rencana aksi yang terdapat dalam draft NPOA-SSF Indonesia telah dibangun melalui serangkaian proses akademis dan konsultasi yang partisipatif serta disintesis dari berbagai regulasi dan kebijakan yang ada, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.

Diharapkan dengan penyelenggaraan regional consultation workshop ini dapat menegaskan posisi Indonesia yang berkomitmen dalam memajukan pembangunan dan pengelolaan perikanan skala kecil.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…