"Aktor-Aktor" Dibalik Kerusuhan di Turki

Oleh : Toni Ervianto, Alumnus FISIP Universitas Jember dan Pasca Sarjana UI

 

Sekelompok orang bersenjata menembaki polisi di luar Istana Istanbul dan sebuah bom menewaskan 8 prajurit di bagian tenggara. Peristiwa yang terjadi pada Rabu (19/8) menjadi corak krisis ketika para pemimpin Turki tengah berjuang membentuk pemerintahan baru.

Kantor Gubernur Istanbul menyebutkan 2 anggota dari 'kelompok teroris' mempersenjatai diri mereka dengan granat tangan dan senapan otomatis ditangkap setelah menyerang Istana Dolmabahce. Istana itu populer di kalangan turis dan merupakan kediaman bagi perdana menteri. Satu orang petugas kepolisian mengalami luka dalam serangan itu. Demikian dilaporkan oleh kantor berita Anadolu seperti dilansir Reuters, (20/8/2015).

Turki tidak memiliki rencana mengerahkan pasukan darat di Suriah guna bertempur melawan ISIS, meskipun opsi tersebut tetap ada di meja. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Turki, Mevult Cavusoglu dalam sebuah wawancara di televisi, Kamis, 13 Agustus 2015. "Sekarang ini tidak ada operasi di darat tetapi di masa yang akan datang kebutuhan itu bisa saja diperlukan guna melawan ISIS. Ini pandangan pribadi saya," ucap Cavusoglu kepada HaberTurk TV. Wakil Menteri Luar Negeri Turki, Feridun Sinirlioglu, menerangkan bahwa kedua negara telah sepakat menciptakan sebuah kawasan patroli di sepanjang 98 kilometer oleh negara-negara barat pendukung Angkatan Bersenjata Pembebasan Suriah (FSA).

Sebelumnya, ledakan bom bunuh diri di Suruc, pada Senin, 20 Juli 2015  menyebabkan 100 orang luka-luka. Aksi biadab itu diduga balas dendam kelompok ISIS setelah pemerintah Turki menahan lebih dari 500 orang yang diduga bekerja sama dengan ISIS. Pasca kejadian ini, Pemerintah Turki secara resmi memblokir akses penggunaan Twitter untuk mencegah pengunggahan gambar dari ledakan bom yang menewaskan 32 orang. Seperti dilansir Belfast Telegraph pada Rabu, 22 Juli 2015, pemblokiran tersebut diberlakukan setelah keluar putusan pengadilan lokal yang mencegah distribusi gambar serangan bom yang terjadi di kota Suruç, dekat perbatasan Suriah.

Seorang pejabat pemerintah mengatakan Turki telah meminta Twitter menghapus 107 URL dengan gambar setelah pengeboman.  "Twitter telah menghapus sekitar 50 URL dan kini tengah bekerja untuk menghapus URL bermasalah yang masih tersisa," ujar pejabat yang tidak bersedia disebut namanya tersebut. Pejabat Turki berharap URL yang telah dihapus Twitter dapat segera dipulihkan. Pemerintah  Turki beberapa kali melakukan pemblokiran media sosial.

Awal 2015 misalnya, pemerintah memerintahkan blokir sementara di Twitter, Facebook dan YouTube saat berlangsung krisis penyanderaan di sebuah gedung pengadilan Istanbul.  Langkah itu dilakukan setelah beredar di media sosial foto-foto teroris sedang memegang pistol dan mengacungkan ke kepala jaksa Istanbul yang tewas. Pihak berwenang Turki juga memblokir akses ke Twitter dan YouTube setelah bocornya serangkaian rekaman sadapan orang di lingkaran dalam Recep Tayyip Erdogan, yang ketika itu menjabat perdana menteri Turki. Akses ke Twitter dan YouTube dipulihkan setelah Mahkamah Konstitusi Turki mencabut larangan itu.

Rusuh di Turki juga terjadi karena pro dan kontra terlait LGBT. Hal ini disebabkan karena pelaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di Turki rutin melakukan pertemuan tahunan dan demonstrasi. Pertemuan ini sering dianggap sebagai rally gay terbesar di dunia Muslim, dan itu menjadi kebanggaan mereka. Biasanya demonstrasi ini berlangsung damai. Namun tidak untuk tahun ini.

Demonstrasi yang kerap mengusung tema pengakuan dan kesempatan pernikahan yang sama digelar di Taksim Square, Istanbul. Ratusan orang berpartisipasi dalam acara damai tersebut. Semangat mereka makin menjadi karena acara tersebut digelar hanya selang beberapa hari dengan pernyataan Amerika yang akhirnya melegalkan pernikahan sesama jenis. Namun polisi tiba-tiba memaksa membubarkan kerumunan tersebut. Mereka mulai menembaki demonstran dengan peluru karet dan gas air mata. Tak ada penjelasan mengapa polisi tiba-tiba ngotot membubarkan acara tersebut.

Seorang peserta demo, Gizem Paksoy, mengatakan pada  PinkNews, "Saya benar-benar tidak tahu mengapa mereka mulai menyerang. Tidak ada peringatan, tidak ada. Tiba-tiba Mereka mulai menggunakan meriam air pada kami, dan mereka mengejar orang-orang di jalan-jalan ". Hingga saat ini, homoseksualitas tak dianggap sebagai sebuah kejahatan di Turki. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara Muslim lain, dimana homofobia masih menyebar luas.

 

Faktor Sosial Budaya

 

Kerusuhan dan aksi kekerasan yang kerap terjadi di wilayah Turki bagian tenggara dan selatan, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari faktor geopolitik yang terjadi Suriah, disamping merupakan refleksi kisruh dalam politik internal Turki serta upaya beberapa kelompok militan untuk menciptakan “security gap” yang memungkinkan atensi aparat keamanan Turki menjadi terpecah. Tidak hanya itu saja, rusuh dan kekerasan di Turki juga disebabkan faktor sosial budaya di Turki yang rentan terhadap isu-isu sensitif seperti terorisme dan LGBT misalnya.

Sementara itu, “aktor-aktor intelektual” yang terlibat dalam kerusuhan dan aksi kekerasan di Turki sejauh ini dari pemberitaan media massa internasional dapat diidentifikasi antara lain : pertama, PKK atau Kurdistan Workers Party dianggap sebagai kelompok teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kelompok ini terus bertempur melawan pemerintah Turki selama tiga dekade terakhir hingga menewaskan 40 ribu orang. Mereka menuntut agar wilayah otonomi Kurdi diperluas. Kontak senjata antara milisi PKK dan aparat keamanan di Turki tercatat beberapa kali terjadi akhir-akhir ini seperti milisi bersenjata PKK melakukan serangan terhadap pos militer di Sirnak, sebuah provinsi yang berdekatan dengan Hakkari. Serangan yang berlangsung selama 20 menit tersebut mengakibatkan seorang tentara tewas. Sedangkan di Provinsi Bongol, 1 milisi PKK tewas dalam kontak nyalak senjata tersebut. Kemudian, pada Senin, 10 Agustus 2015, sedikitnya sembilan orang dilaporkan tewas menyusul gelombang serangan terhadap markas pasukan keamanan Turki.  Awal pekan ini, pesawat tempur Turki menyerang 17 target PKK di Provinsi Hakkari.

Kedua, kelompok ISIS dan kelompok bersenjata kiri. Kobani dianggap strategis bagi ISIS, karena akan menjadi penghubung langsung antara Provinsi Aleppo dan basis mereka di Raqqa. Setelah ISIS menguasai Kobani di Suriah, yang menyebabkan sedikitnya 400 jiwa tewas dalam tiga pekan serangan ISIS dan lebih dari 120.000 warga sipil mengungsi telah menimbulkan kerusuhan di Turki. Laman Inggris, The Guardian, Rabu 8 Oktober 2014, melaporkan, situasi di kota Kobani telah memicu kerusuhan di Turki. Ribuan pemrotes turun ke jalan menyatakan kemarahan dan frustasi atas keengganan pemerintah Turki untuk terlibat dalam perlawanan terhadap ISIS.

Aksi protes berubah menjadi kerusuhan setelah polisi Turki menggunakan gas air mata dan meriam air untuk menghadapi pemrotes. Media Turki melaporkan lebih dari 14 orang tewas di beberapa kota, termasuk delapan di kota Diyarbakir yang dilaporkan surat kabar Dogan. Disebutkan, setidaknya satu orang tewas akibat tembakan polisi di kepala, di Varto, Provinsi Mus. Kerusuhan juga terjadi di Ankara dan Istanbul serta pemerintah Turki kini menerapkan jam malam di lima provinsi.

Di Istanbul, ratusan orang yang menyebut diri kelompok nasionalis Turki menyerang kantor Partai Rakyat Demokratik yang pro-Kurdi. Sedikitnya, 60 orang dilaporkan terjebak dalam gedung. Di wilayah lain, polisi menembakkan peluru hidup pada para pemrotes pro-Kurdi.

Merespons hal ini parlemen Turki telah memberi otorisasi bagi pemerintah untuk memerintahkan militer bertindak terhadap ISIS. Namun, pemerintahan Erdogan tampak enggan untuk mengambil tindakan apa pun terhadap ISIS. Sikap Erdogan ini dapat dimengerti karena Erdogan tidak ingin militan ISIS melemah, yang dinilainya akan memperkuat posisi Presiden Suriah Bashar al-Assad serta para pejuang Kurdi yang selama tiga dekade terlibat pemberontakan di Turki. Pasca kota Kobani jatuh dalam kendali ISIS, ketegangan di Turki memang meningkat dengan kemarahan populasi Kurdi. Apalagi, pemimpin Partai Pekerja Kurdi (PKK) Abdullah Ocalan, telah mengeluarkan peringatan terkait sikap Ankara pada ISIS.

Banyak pengamat masalah internasional menilai bahwa operasi militer Turki ini juga ditargetkan terhadap militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Suriah. Namun sejauh ini, serangan udara yang dilakukan Turki masih fokus pada militan PKK. Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa Turki hanya berambisi menyerang kalangan Kurdi, bukan memberantas ISIS.

Selain ISIS juga ada kelompok bersenjata berideologi kiri di Turki yaitu Front Partai Pembebasan Rakyat Revolusioner Marxis (DHKP/C). Kelompok ini sering membuat gangguan keamanan di Turki yang menyebabkan kepolisian antiteror Turki menyerbu lokasi DHKP/C pada Jumat dinihari, 24 Juli 2015, waktu setempat. Pada operasi keamanan tersebut, salah seorang anggota Front Partai Pembebasan Rakyat Revolusioner Marxis (DHKP/C) tewas dalam adu tembak dengan pasukan kepolisian yang melakukan operasi di Bagcilar di Istanbul. Penyerbuan yang melibatkan 5.000 petugas kepolisian dan sejumlah helikopter ini dilakukan terhadap 26 distrik kota.

Ketiga, Amerika Serikat dapat secara tidak langsung dinilai sebagai “aktor” dalam berbagai kerusuhan dan kekerasan di Turki, disebabkan karena AS telah menjadikan wilayah Turki selain wilayah Suriah sebagai “arena proxy war” mereka dalam memburu ISIS, Al Qaeda dan kelompok teroris global lainnya. Terbukti, untuk pertama kalinya jet tempur F-16 Amerika Serikat melakukan gempuran udara terhadap basis pertahanan ISIS di Suriah melalui wilayah Turki pada Rabu, 12 Agustus 2015. Serangan udara dan penyerbuan terhadap posisi ISIS dilakukan sesaat setelah pejabat keamanan Amerika Serikat mengatakan Ankara telah sepakat memberikan izin jet tempur AS melancarkan gempuran udara terhadap ISIS dari pangkalan militer Incirlik, dekat perbatasan Suriah.

Memang dalam pertermuan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu dengan Menlu Amerika Serikat, John Kerry di di sebuah hotel di Kuala Lumpur di luar pertemuan keamanan regional yang diselenggarakan ASEAN, seperti dilaporkan BH Online pada 5 Agustus 2015.

 

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…