Dampak Konflik di Kabinet - Pemerintah Tidak Solid Bikin Keruh Pasar

NERACA

Jakarta – Disaat kondisi ekonomi yang lesu dan nilai tukar rupiah yang loyo, setidaknya pelaku pasar berharap pemerintah solid dalam memberikan solusi bagi pelaku ekonomi. Namun sebaliknya, perseteruan di tubuh kabinet memberikan pesismistis terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla terhadap perbaikan perekonomian dalam negeri.

Ketua Asosiasi Pedagang Pribumi Indonesia, Ismed Hasan Putro bilang, konflik kabinet diakui memiliki pengaruh besar bagi pelaku pasar. Dimana kondisi ini membuat pasar menjadi risau karena tak ada sinergi di kabinet,”Seiring perjalanan waktu, muncul perdebatan tak produktif di antara kabinet yang menimbulkan kerisauan pasar. Mulai tak ada sinergi antara kabinet. Hal ini jadi snowball effect,"ungkapnya di Jakarta, kemarin.

Ismed menjelaskan, kabinet yang tak bersinergi ini menjadi keraguan bagi pelaku pasar untuk menentukan kegiatan ekonomi. Dia meminta pemerintah tak berkutat pada urusan internal saja,”Kita habis waktu dengan dinamika inernal pemerintahan. Ini menambah deretan waktu panjang untuk menunggu. Padahal pasar butuh waktu yang cepat,"ujarnya.

Ismed pun berharap, agar pemerintah fokus pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan tak kembali lagi terjerumus pada perdebatan politik yang terlalu mengulur-ulur waktu,”Mengurangi frekuensi kegaduhan politik. Kalau kegaduhan politik ekskalasi ya tak masaah, tapi ini kan menurunkan," jelasnya.

Sebelumnya, analis dari PT Recapital Securities, Andrew Argadop pernah bilang, terkoreksinya indeks BEI yang cukup dalam merupakan respon pelaku pasar seiring menurunya kepercayaan investor terhadap fundamental emiten di Bursa Efek Indonesia,”IHSG BEI sedang berada dalam tren penurunan, salah satu pemicunya yakni fundamental emiten yang negatif karena nilai tukar rupiah yang terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS,”ujarnya.

Dia mengemukakan bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia bergantung pada bahan baku impor. Saat dolar AS naik terhadap rupiah, maka beban biaya bagi perusahaan otomatis meningkat dan situasi itu akan memicu pendapatan dan laba tergerus, sehingga investor saham menurunkan harapannya terhadap fundamental perusahaan tercatat.

Oleh karena itu, lanjutnya, wajar saja IHSG kembali terkoreksi karena fundamental emiten saat ini negatif. Dia juga menambahkan, sentimen data neraca perdagangan Indonesia periode Juli 2015 yang surplus belum mampu menjaga kepercayaan pelaku pasar saham. Pasalnya, surplus neraca perdagangan Indonesia tidak berasal dari kinerja ekspor yang membaik. Sebaliknya, surplus diakibatkan oleh nilai impor yang turun.

Dia menuturkan, menurunnya kinerja ekspor-impor memberi sinyal ekonomi Indonesia masih melambat. (bani)

 

BERITA TERKAIT

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

Metropolitan Land Raup Laba Bersih Rp417,6 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) membukukan laba bersih Rp417,6 miliar pada tahun 2023 atau tumbuh…

Elang Mahkota Akuisisi Carding Aero Rp704,14 Miliar

NERACA Jakarta -Kembangkan ekspansi bisnisnya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) melalui anak usahanya PT Roket Cipta Sentosa (RCS) melaksanakan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Mitra Investindo Catat Laba Meningkat 212%

NERACA Jakarta - Perusahaan jasa pelayaran dan logistik PT Mitra Investindo Tbk (MITI) membukukan laba bersih yang meningkat signifikan 212% year…

Metropolitan Land Raup Laba Bersih Rp417,6 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) membukukan laba bersih Rp417,6 miliar pada tahun 2023 atau tumbuh…

Elang Mahkota Akuisisi Carding Aero Rp704,14 Miliar

NERACA Jakarta -Kembangkan ekspansi bisnisnya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) melalui anak usahanya PT Roket Cipta Sentosa (RCS) melaksanakan…