Balada Harga Daging Sapi

Oleh: Ahmad Nabhani

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Menjaga stabilitas harga pangan merupakan kunci keberlangsungan pemerintahan. Pasalnya, dengan stabilitas harga pangan rakyat akan merasa adem ayem meskipun roda perekonomian berjalan lambat. Ya, bicara pangan tidak lepas dari bicara urusan perut yang sangat sensiitif. Kali ini, ketenangan rakyat kembali terusik dengan urusan harga daging sapi yang melonjak tinggi hingga Rp 120 ribu per kg. Padahal harga daging pada saat lebaran lalu masih di level Rp 110 ribu dan Rp 90 ribu per kg dalam kondisi normal.

Meskipun daging bukan menjadi kebutuhan pokok seperti beras, namun kenaikan harga daging yang cukup fantastis di pasar-pasar tradisional menuai keluhan dari para pedagang sapi lantaran sepinya pembeli. Bahkan ditengah kondisi lesunya pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang ikut merelah, kondisi ini makin memperburuk kondisi pedagang bagaimana melanjutkan keberlangsungan usahanya bila tidak ada intervensi signifikan dari pemerintah.

Ya balada harga daging sapi bukan kali ini terjadi, sebelumnya di zaman Menteri Perdagangan Gita Wirayawan dan Menteri Pertanian Anton Wahyono kenaikan harga daging sapi sempat menyita perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga menginstruksikan para menterinya untuk bekerja cepat. Namun sebaliknya, bukan mengurai masalah dengan impor sapi malah sebaliknya menemukan masalah baru terkait keterlibatan pejabat negara dan beberapa pelaku importir pedagang sapi soal isu kartel. Ironisnya, kebijakan pemerintah soal menjaga stabilitas harga pangan selalu bersifat reaktif seperti pemadam kebaran tanpa ada solusi yang mendalam atau komprehensif.

Biasanya jalan pintas pemerintah meredam gejolak harga pangan baik itu beras, kedelai, garam dan lain sebagainya selalu dengan impor dan impor. Lalu untuk penanganan jangka pendek hanya dengan operasi pasar. Langkah yang sama juga dilakukan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang mengeluarkan izin impor sapi siap potong dan bakalan untuk Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) sebanyak 50 ribu ekor.

Pemerintah sepertinya bersikeras dan percaya diri dengan kebijakan impor menjadi salah satu solusinya tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap daya saing para petani dan peternak dalam negeri. Sialnya lagi, dibalik kebijakan impor selalu ada trader yang coba mengambil keuntungan pribadi diatas penderitaan rakyat.

Maka menyikapi kenaikan harga daging sapi dengan ditandai aksi mogok pedagang, mungkin sebagai puncak kekesalan para pedagangan terkait cara pemerintah yang tidak memberikan solusi dan kebijakan yang tidak tepat sasaran. Kendatipun demikian, cara-cara aksi mogok pedagangan yang terjadi di Jabodetabek hingga Bandung harusnya tidak berlangsung lama, selain mengganggu roda ekonomi juga merugikan masyarakat luas lainnya, khususnya pada industri rumah makan atau restoran.

Sudah saatnya pemerintah bisa lebih bijak menanggapi kenaikan harga pangan dan termasuk harga daging sapi, selain opsi impor. Mengembangkan basis-basis lumbung pertanian dan peternakan bisa menjadi program pemerintah sebagai skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan termasuk ekspor. Tentunya, konsep ini sebenarnya sudah bukan hal baru cuma political will dari pemerintah yang belum serius. Alhasil, kebijakan yang diambil pun setengah hati yang imbasnya rakyat kecil pula yang dirugikan.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…