Pengolahan dan Pemasaran - Perpres Kebutuhan Pokok Gairahkan Perikanan Domestik

NERACA

Jakarta - Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Saut P. Hutagalung, menyebutkan kebutuhan akan ikan domestik baik dalam bentuk basah maupun pengolahan kian meningkat tiap tahunnya.  Di tambah lagi, dengan adanya  Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting akan terus mendongkrang dan menggairahkan pemasaran dan pengolahan ikan dalam negeri.

“Tren pemasaran dan pengolahan ikan terus meningkat setiap tahunnya, di tambah dikeluarkannya Perpres 71 tahun 2015 akan semakin meningkatkan pemasaran maupun pengolahan ikan,” kata Saut, saat berbincang dengan Neraca, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Mengingat, sambung Saut, kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan semakin tinggi dimana pada tahun 2014 lalu konsumsi ikan nasional sebesar 35 kilogram dan tahun 2015 ini ditargetkan 40 kilogram per kapita. Disamping itu, selain mengandung gizi yang tinggi, harga ikan relatif terjangkau dibandingkan daging. Terutama seperti ikan lele, emas, nila, maupun patin.

“Adanya Perpres ini kan tentu campur tangan pemerintah semakin tinggi untuk menjaga stok dan harga. Jadi dipastikan dengan pasokan ikan yang cukup, ditambah harga yang terjangkau tentu akan memberikan magnet masyarakat untuk terus mengkonsumsi ikan,” imbuhnya.

Setidaknya, lanjut Saut lagi, dengan adanya Perpres ini ada bebrapa poin yang pertama adalah dapat memperbaiki sistem logistik dan distribusi ikan. Karena pemerintah disini akan ikut andil dalam  menjaga pasokan ikan sehingga tahu daerah mana yang defisit ikan, mana yang kelebihan stok dari situ bisa ditelaah distribusi atau logistik kita baik kekurangan maupun kelebihannya.

“Kita ada program Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), dengan adanya Perpres nantinya akan mempermudah pemetaan dimana kekurangan dan dimana kelebihannya,” sambungnya.

Selain itu juga, dengan adanya Perpres ini, harga ikan bisa dikendalikan dengan mengacu pada titik tengah masyarakat bisa membeli ikan harga lebih terjangkau, dan pembudidaya maupun nelayan juga tidak dirugikan. “Sudah menjadi hukum ekonomi jika stok berkurang harga merangkak naik, jika stok berlebih harga jatuh dengan Perpres ini harga bisa ditentukan oleh pemerintah, mengacu pada dua sisi,” paparnya.

Tercatat beberapa komoditas ikan yang harganya memang baru bisa dikendalikan oleh pemerintah, yakni pada ikan bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang karena memang ikan itu yang ada merata dikonsumsi masyarakat.  Kalau seperti ikan Lele, Emas, Nila, baru banyak di daerah Jawa.  Kedepan komoditasnya bisa terus ditambah seiring dengan dengan distribusi yang sudah menyeluruh. “Komoditas bisa terus ditambah, tapi memang itu tadi kita harus lihat distribusi agar merata.  Makanya penting adanya perbaikan distribusi,” tegasnya.

Sedangkan untuk  target produksi ikan pada tahun 2015 ini sendiri sebesar 25.7 juta ton yang terdiri dari perikanan budidaya sebesar 19.6 juta ton dan perikanan tangkap 6.1 juta ton. sedangkan serapan dan konsumsi ikan dalam negeri ditargetkan sebesar 10.4 juta ton baik dalam bentuk ikan bahas maupun ikan olahan. Sedangkan untuk tahun 2016 serapan dan konsumsi sebesar 11.3 juta ton. Dan hingga tahun 2019 sebesar 14.6 juta ton dengan konsumsi 54,49 kilogram per kapita “Kami yakinkan target tahun ini dapat tercapai bahkan setelah adanya Perpres yang baru ini bisa lebih,” tandasnya.

Intinya, menurut Saut,  dikeluarkannya Perpres itu, maka pangan terutama ikan harus cukup untuk masyarakat. Artinya kalau ada kekurangan dan gejolak harga pemerintah wajib turun tangan. “Ikan sudah sama seperti beras, jadi kalau ada kekurangan kami harus turun tangan,” tukasnya.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang ditandatangani tanggal 15 Juni 2015.  Dikeluarkan perpres tersebut untuk menjamin ketersediaan dan stabilisasi harga barang yang beredar di pasar. Sehingga jika terjadi kelangkaan dan gejolak harga barang bisa diatasi dengan segera.

Barang kebutuhan pokok yang dimaksud dalam Perpres ini adalah hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, bawang merah), hasil industri (gula, minyak goreng, tepung terigu), dan hasil peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang).

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…