Asumsi RAPBN 2016 Diminta Realistis

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta asumsi dasar dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 ditetapkan secara realistis mengikuti perkembangan ekonomi terkini. "Asumsi dasar ekonomi makro agar mengikuti perkembangan ekonomi terkini, kita ingin agar nantinya semuanya dipasang secara realistis," kata Presiden ketika memimpin rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/8).

Rapat kabinet paripurna itu membahas penetapan angka dalam rangka APBN 2016 dan penyederhanaan program dana bantuan sosial pada tahun 2016. Dalam rapat yang juga dihadiri Wakil Presiden M Jusuf Kalla, Presiden Jokowi juga meminta perhatian dalam pengelolaan dana subsidi. "Subsidi listrik, BBM dan nonenergi harus lebih dikalkulasi lagi agar tepat sasaran," katanya.

Presiden juga meminta transfer daerah termasuk alokasi dana desa lebih besar dibandingkan dengan di kementerian dan lembaga pada 2016. "Juga agar lebih hati-hati dalam pengawasan, kontrol di lapangan juga harus terus dilakukan," katanya. Presiden juga meminta penyaluran dana bantuan sosial pada 2016 lebih fokus di bidang pendidikan, kesehatan, dan pengurangan kemiskinan.

 

Sebelumnya, pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati asumsi dasar dan target pembangunan dalam RAPBN 2016. Asumsi dasar antara lain pertumbuhan ekonomi 5,5%-6% atau lebih rendah dari yang diusulkan 5,8%-6,2%. Inflasi tetap di kisaran 3%-5%. Nilai tukar rupiah dari usulan Rp 12.800-Rp 13.200 per dolar AS menjadi Rp 13.000 sampai Rp 13.400 per dolar AS. Sementara tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 4%-6%.

 

Harga minyak (ICP) lebih rendah menjadi US$ 60-US$ 70per barel dari sebelumnya US$ 60-US$ 80 per barel. Lifting minyak dari 830.000-850.000 barel per hari menjadi 800.000-830.000 barel per hari. Lifting gas bumi dari 1,1 juta-1,2 juta barel setara minyak per hari menjadi 1.1 juta-1.3 juta barel setara minyak per hari.

 

Pada kesempatan sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan besaran subsidi yang dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 hanya 9%-10%. Alokasi anggaran untuk subsidi ini berkurang dari tahun sebelumnya yang mencapai 22%.

 

Menurut Kalla subsidi 9% itu terdiri dari 2% subsidi listrik, 3% subsidi bahan bakar minyak (BBM), serta 4% subsidi nonenergi. Di luar subsidi itu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib mengalokasikan 20% anggaran pendidikan, serta 5% anggaran kesehatan. "Transfer (daerah) 24%, bayar utang sekian, bayar subsidi sekian, total hampir 80%," ujar Kalla.

 

Total anggaran terikat atau nondiskresi mencapai 81% dari RAPBN 2016. Alokasi anggaran terikat ini sudah diatur undang-undang, sehingga pemerintah hanya mempunyai diskresi terhadap 19% RAPBN. "Jadi kewenangan otak-atik anggaran hanya 19%. Apa yang harus diubah, cara berpikir supaya anggaran 81% itu saling mendukung program lainnya, seperti pendidikan 20%, sama-sama menyusun anggaran pendidikan yang betul," tutur Kalla.

 

Lebih detail mengenai RAPBN 2016 ini, Kalla menyampaikan bahwa Presiden akan memaparkannya saat membacakan nota keuangan di DPR pertengahan Agustus mendatang. Wapres juga menekankan pentingnya menyusun perencanaan yang baik dan sesuai dengan tujuan nasional.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…