Potret Kemiskinan Nelayan Indonesia

 

Oleh: Nailul Huda

Peneliti INDEF

 

Pembangunan sektor maritim menjadi fokus utama pemerintah dalam pembangunan nasional. Pemerintah sangat berharap sektor ini menjadi motor perekonomian nasional. Hal ini terasa sangat wajar jika melihat potensi yang ada di sektor maritim ini. Luas wilayah Indonesia didominasi oleh lautan dan merupakan salah satu negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia.

Kesungguhan pemerintah dalam pengembangan sektor maritim sendiri tertuang dalam poin 10 Nawacita bidang ekonomi dimana Pemerintah berkomitmen untuk pembangunan ekonomi maritim. Salah hal yang disorot adalah pembangunan pada sektor perikanan. Sektor perikanan ini sendiri dapat menjadi ujung tombak pembangunan ekonomi daerah terutama daerah pinggiran.

Penurunan kesejahteraan nelayan harus menjadi fokus utama kebijakan pemerintah untuk mencapai target yang tercantum dalam RPJMN. Pemerintah harus jeli melihat penyebab terjadinya penurunan NTN dimana ada ketimpangan pembangunan perikanan antara Kawasan Indonesia Timur (KIT) dengan Pulau Jawa. Ketimpangan ini ditunjukkan dengan peta kemiskinan masyarakat pesisir yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010 yang lalu. Bahkan 40 persen masyarakat miskin di Papua merupakan masyarakat pesisir.

Ketimpangan pembangunan antara KIT dan Pulau Jawa dapat dilihat dari tiga jenis ketimpangan. Pertama, ketimpangan keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM). Kedua, ketimpangan bantuan pemerintah melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Ketiga, ketimpangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Ketimpangan tersebut akan berpengaruh pada daya jual nelayan di KIT. Kurangnya modal akan memaksa nelayan untuk meminjam modal pada tengkulak dengan bunga yang tinggi. Tentu akibatnya akan ada ketergantungan pada tengkulak sehingga akan menurunkan daya jual nelayan. Selain itu, nelayan akan dipaksa mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak untuk menutup bunga yang tinggi. Tidak jarang nelayan-nelayan itu menggunakan alat tangkap terlarang seperti pukat harimau maupun cantrang yang dapat merusak terumbu karang yang merupakan tempat berkembangbiak beberapa ikan. Dampak jangka panjangnya pasti akan menurunkan hasil produksi perikanan.

Pemerintah harus melihat ketimpangan pembangunan perikanan sebagai bahan pertimbangan pembuatan kebijakan. Bagaimanapun juga peningkatan kesejahteraan nelayan menjadi target di RPJMN. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pemberian bantuan pemerintah dan pembangunan TPI pada wilayah-wilayah yang belum banyak terdapat LKM. Hal ini akan mendorong LKM-LKM untuk membuka unit usahanya di wilayah-wilayah tersebut. Selain itu, faktor daerah potensial patut dilihat. Hal ini untuk menjaga lingkungan agar pembangunan perikanan tetap berkelanjutan.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…