PEMERINTAH DAN BI PERKUAT BAURAN KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI - Perpres 71/2015 Atur Barang Pokok

Jakarta – Pemerintah dan Bank Indonesia sepakat memperkuat koordinasi bauran kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilisasi kondisi ekonomi makro di tengah tekanan global saat ini. Presiden Joko Widodo  telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

NERACA

Dalam pertemuan tertutup di Bank Indonesia, Selasa (4/8), acara  round table policy dialogue yang membahas situasi terkini ekonomi Indonesia dihadiri Menkeu Bambang PS Brodjonegoro, Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri ESDM Sudirman Said dan Gubernur BI Agus Martowardojo.

Selesai pertemuan, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pertemuan itu menyepakati bahwa pemerintah dan Bank Indonesia sepakat untuk menjaga stabilisasi kondisi ekonomi makro di tengah tekanan global saat ini. Inflasi juga dijaga sehingga pada akhir tahun di level 4% plus minus 1%. Pertemuan petinggi negara itu juga menyepakati perlunya mengurangi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit-CAD) sehingga diharapkan mengecil angkanya di akhir tahun. "Kami perkuat koordinasi kebijakan melalui bauran kebijakan moneter dan fiskal, dan mendorong perekonomian berkelanjutan," ujarnya.  

Sementara terkait rupiah, pemerintah juga mengatakan akan melakukan berbagai hal untuk menjaga stabilisasi nilai tukar. "Pertama kita akan menempuh kebijakan moneter yang tepat konsisten dan prudent dalam menghadapi tantangan global. Lalu kita terapkan kebijakan makro yang akomodatif untuk dorong kredit. Dan ketiga kita dorong reformasi struktural," kata Agus.

Dia mengatakan,peningkatan stimulus fiskal ditempuh dengan berbagai kebijakan baik di pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan reformasi struktural ditempuh dengan pembangunan infrastruktur, peningkatan kapabilitas industrial, dan menambah ekspor serta pendalaman pasar keuangan.

Agus mengatakan, koordinasi kali ini menyimpulkan ekonomi Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang kompleks baik dari domestik dan eksternal. Di sisi eksternal kondisi perekonomian global yang melambat dari perkiraan menjadi pengaruh bagi perekonomian Indonesia. Potensi gejolak di pasar global masih tinggi, harga komoditas ekspor yang menurun pun turut memukul ekonomi nasional. Di sisi domestik, tantangan ekonomi bersumber dari reformasi fiskal yang belum secepat seperti yang diperkirakan.

Lebih lanjut, Agus menambahkan baik BI maupun Pemerintah tetap mewaspadai risiko perlambatan ekonomi yakni dengan mengupayakan berbagai hal seperti menempuh kebijakan makro yang tepat, konsisten, dan prudent dalam menghadapi tantangan global; menerapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kredit; serta mendorong reformasi struktural. Peningkatan stimulus fiskal juga ditempuh dengan berbagai kebijakan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sehingga bisa memberi dampak ganda bagi perekonomian.

Pada kesempatan yang sama, Menkeu Bambang PS Brodjonegoro mengakui perlambatan ekonomi telah berdampak pada berbagai sektor, salah satunya adalah target kredit perbankan di Indonesia yang turun.

"Kredit memang otomatis menurun, karena (adanya) perlambatan (ekomomi)," ujarnya. Namun, dia optimis pertumbuhan kredit akan kembali stabil dan bahkan meningkat. Misalnya, masih ada bank yang pertumbuhan kreditnya naik 15%, meski belanja pemerintah belum terlalu kelihatan pada semester I-2015.

Karena itu, menurut Bambang, demi terus terciptanya kestabilan dalam permintaan kredit di tiap perbankan, pihaknya akan terus menjaga stabilitas dan yang paling utama adalah bekerja sama dan berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti BI.

Jamin Pasokan Barang

Sementara itu menurut laman www.setkab.go.id, Presiden Joko Widodo  telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Aturan tersebut dikeluarkan sebagai dasar hukum pemerintah menjamin pasokan barang. Salah satunya ketika mengalami gejolak harga karena kekurangan persediaan. 

Perpres tersebut intinya mengatur Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi, serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Barang Penting adalah barang yang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.

Perpres ini juga menegaskan, dalam kondisi tertentu (kondisi terjadinya gangguan pasokan dan/atau kondisi harga tertentu berada di atas/ di bawah  harga acauan) yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan nasional, Pemerintah Pusat wajib menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Menurut pasal 5 ayat (2) Perpres itu disebutkan “Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud, Menteri (Perdagangan) menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistik, serta pengelolaan ekspor impor.”

Penetapan kebijakan harga sebagaimana dimaksud, berupa berlaku pada saat, penetapan harga khusus menjelang, saat, dan setelah hari besar keamaaan nasional dan pada saat terjadi gejolak harga 

Penetapan harga eceran tertinggi dalam rangka operasi pasar untuk sebagian atau seluruh Barang Kebutuhan Pokok dan, penetapan harga subsidi untuk sebagian atau seluruh barang kebutuhan pokok atau barang penting.

Adapun pengelolaan stok dan logistik dilakukan dengan cara, mengoptimalkan perdagangan antarpulau, melakukan pemantauan dan pengawasan ketersediaan stok di Gudang atau pelabuhan, dan menyediakan atau mengoptimalkan sarana distribusi

Pengelolaan tersebut juga dilakukan berkoordinasi dengan menteri atau kepala lembaga pemerintah non kementerian terkait dalam penyediaan moda transportasi. Keudian, melakukan koordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah non-kementerian terkait dengan penyediaan stok atau cadangan barang kebutuhan pokok tertentu yang dikuasai pemerintah.

"Untuk menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistik, serta pengendalian ekspor dan impor sebagaimana dimaksud, menteri perdagangan, dapat membentuk tim ketersediaan dan stabilisasi harga," menurut pasal 8 ayat (1) Perpres tersebut.

Dalam hal ini Pemerintah Pusat menentukan jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting. Adapun jenis barang kebutuhan pokok atau barang penting sebagaimana dimaksud, yaitu hasil pertanian antara lain, beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabai, dan bawang merah; b. Hasil industri yaitu,  gula, minyak goreng, dan tepung terigu dan hasil peternakan dan perikanan, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar (bandeng, kembung, dan tongkol/tuna/cakalang); 

Sedangkan, barang penting antara lain, benih (padi, jagung, dan kedelai), pupuk, gas elpiji tiga kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi dan baja ringan.

Penetapan barang kebutuhan pokok dilakukan berdasarkan alokasi pengeluaran rumah tangga secara nasional untuk barang tersebut tinggi, sementara penetapan jenis barang penting dilakukan berdasarkan sifat strategis dalam pembangunan nasional.

Menurut Perpres ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan barang kebutuhan pokok atau barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.

"Untuk pengendalian ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting sebagaimana dimaksud, Menteri (Perdagangan) menetapkan harga acuan dan harga pembelian pemerintah pusat untuk sebagian atau seluruh barang kebutuhan pokok dan barang penting," menurut bunyi pasal 4 Perpres No. 71 Tahun 2015 itu.

Selain itu Perpres ini juga menegaskan,  dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang yang masuk kriteria perpres ini dilarang disimpang di gudang dalam jumlah dan waktu tertentu. bari/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…