BI : Pertumbuhan Ekonomi RI Masih Tergantung SDA

 

 

NERACA

 

Palembang - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, pertumbuhan perekonomian Indonesia saat ini masih tergantung dengan sumber daya alam (SDA) yang ada sehingga sektor unggulan itu sangat berpengaruh dengan pasaran dunia. “Sekarang ini pasaran komoditi unggulan menurun sehingga berdampak dengan perekonomian Indonesia, katanya, di Palembang seperti dikutip laman Antara, kemarin.

Lebih lanjut dia mengatakan, memang selama ini harga komoditi unggulan seperti batu bara, karet, kelapa sawit harganya cukup tinggi sehingga perekonomian juga baik. Namun, dalam beberapa tahun sekarang ini harga komoditi unggulan tersebut harganya juga menurun terutama negara tujuan ekspor. Selain itu, sekarang ini banyak membeli barang dari luar negeri daripada mengirim barang, kata dia.

Begitu juga hutang luar negeri cukup tinggi sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, ujar dia. Sehubungan itu melalui pertemuan yang juga dihadiri beberapa gubenur dan yang mewakili Gubenur se-Sumatera ini diharapkan dapat mencari jalan keluar dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

Memang, lanjut dia, pihaknya terus berupaya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Salah satunya antara lain mengurangi pengiriman barang mentah keluar negeri supaya ada nilai tambah, kata dia. Begitu juga dalam penghapusan subsidi BBM lalu juga dapat menekan penurunan pertumbuhan ekonomi karena dana itu antara lain untuk pembangunan infrastruktur.

Hal serupa juga sempat diutarakan oleh Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Ia menyampaikan Indonesia telah mengalami perlambatan ekonomi,hal itu tercermin pada kuartal I-2015 ekonomi hanya tumbuh 4,71 persen. Dilihat dari wilayahnya, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong dari sumber ekonomi yang berbeda-beda.

Menariknya sejumlah wilayah yang mengandalkan ekonomi dari sumber daya alam justru mencetak pertumbuhan ekonomi di bawah nasional, 4,71 persen tersebut. "Papua dan Maluku, wilayah ini ekonominya tumbuh 3,7 persen, artinya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Kenapa? Ini karena sangat tergantung sumber daya alam, tambang tembaganya Freeport harganya turun," kata Bambang.

Wilayah Sumatera juga menjadi salah satu yang mengandalkan sumber daya alam. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2015 hanya 3 persen.

Bambang menyebut, ketergantungan terhadap batubara dan CPO yang harganya tengah anjlok tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. "Kalimantan adalah pulau yang paling terdampak penurunan harga komoditas, pertumbuhan ekonominya 1 persen,"imbuh Bambang.

Melihat kondisi ini Bambang berpesan agar tidak lagi terjadi "jebakan komoditas". Sulawesi menjadi salah satu wilayah yang bisa menghindar dari " jebakan komoditas ". Wilayah Timur Indonesia yang satu ini sudah mampu melakukan hilirisasi kakao dan nikel. Sehingga, pada periode sama, ekonominya tumbuh 7 persen.

Wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah Bali dan Nusa Tenggara, yakni sebesar 9 persen. Ini karena didorong pariwisata yang mendominasi perekonomian. Sementara Jawa hanya tumbuh sedikit di atas nasional, sebesar 5 persen. "Ini masih didorong manufaktur dan jasa utamanya komunikasi, perdagangan dan transportasi," pungkas Bambang.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah didesak untuk fokus dan memprioritaskan pembangunan industri barang modal, industri substitusi impor, dan industri pengolahan komoditas perkebunan maupun pertambangan. Pasalnya industri strategis itu hanya tumbuh jika pembangunan infrastruktur digenjot, terutama infrastruktur energi dan transportasi/logistik. Dengan energi yang murah dan konektivitas tersambung antara daerah penghasil bahan baku, kawasan industri, hingga ke pelabuhan internasional dan antarpulau, investasi baru dipastikan masuk.

Oleh karena itu, sekali lagi, pemerintahan harus mempercepat penyerapan anggaran infrastruktur sesuai target yang telah dicanangkan. Pemerintah jangan lagi mengulang penyakit lama, penyerapan menumpuk di akhir tahun sehingga tidak efektif dan rawan korupsi. Sedangkan untuk menggulirkan industrialisasi, kita harus segera membangun industri mesin perkakas yang kuat, yang dapat memproduksi mesin?mesin dan barang modal. Barang modal ini kemudian dapat menghasilkan produk-produk substitusi impor untuk kebutuhan dalam negeri maupun pasar dunia.

Langkah-langkah inilah yang dilakukan negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan terakhir Tiongkok. Pemerintah harus mengarahkan masuknya investasi baru ke sektor prioritas industri barang modal, kemudian ke industri substitusi impor dan pengolahan komoditas perkebunan maupun pertambangan.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…