Terkait Fasilitas GSP - Ekspor Perikanan Indonesia Dapat Angin Segar dari Amerika

 

NERACA

Jakarta – Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan Perikanan Saut P. Hutagalung  mengatakan, di tengah situasi perekonomian yang sedang mengalami perlambatan, sektor perikanan Indonesia mendapatkan angin segar untuk ekspor ke pasar Amerika Serikat setelah Presiden Barack Obama dengan persetujuan Senat AS menandatangani pembaharuan dan perpanjangan skema Generalized System of Preference (GSP), pada hari Senin, 29 Juni 2015.

GSP, dijelaskan Saut, merupakan skema khusus dari negara-negara maju yang menawarkan perlakuan istimewa non-timbal balik seperti tarif rendah atau nol kepada impor produk yang berasal dari negara-negara berkembang. Indonesia termasuk yang mendapatkan fasilitas GSP.

“Skema tersebut sempat terhenti sejak tahun 2013 karena tidak mendapatkan persetujuan Senat AS. Skema GSP akan mulai berlaku mulai 29 Juli 2015 hingga 31 Desember 2017,” jelasnya dalam keterangan resmi yang dikirim ke Neraca, Rabu (29/7).

Hal ini, sambung Saut, akan menjadi peluang yang sangat baik bagi eksportir perikanan Indonesia karena melalui skema tersebut sejumlah produk perikanan Indonesia, seperti kepiting beku, ikan sardin, daging kodok, ikan kaleng, lobster olahan, rajungan dan dibebaskan dari tarif bea masuk atau dengan kata lain dikenakan tarif 0%. Besarnya penurunan tarif antara 0,5 – 15 %.

Amerika serikat merupakan pasar tujuan ekspor utama bagi produk perikanan Indonesia. Selama empat tahun terakhir nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke AS terus menunjukan peningkatan, yaitu US$ 1,07 Miliar tahun 2011, US$ 1,15 Miliar tahun 2012, US$ 1,33 Miliar tahun 2013 dan US$ 1,84 Miliar tahun 2014. Komoditas utama ekspor Indonesia antara lain udang, kepiting, tuna, tilapia, cumi-cumi, ikan hias, rumput laut, kekerangan dan lobster. Pertumbuhan ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,14% sejak tahun 2011. Semua produk perikanan yang mendapatkan fasilitas GSP diperkirakan 1,75% dari total eks[por ke AS yang mencapai US$ 1,84 Milira tahun 2014.

“GSP yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat ini merupakan skema khusus penurunan tarif bea masuk ke AS yang sifatnya non-timbal balik artinya ditentukan sepenuhnya oleh AS. Namun demikian, hubungan antara Indonesia – AS yang baik selama ini khususnya kerjasama yang baik antara KKP dan pihak otoritas terkait di AS, upaya KKP menurunkan tarif yang gencar terutama sejak November 2014 serta langkah-langkah penanggulangan praktek IUU Fishing dan membangun kelautan dan perikanan berkelanjutan turut berkontribusi pada pemberian fasilitas GSP kepada Indonesia,” papar Dirjen P2HP.

Menurut Dirjen Saut, momentum ini harus segera dimanfaatkan oleh para eksportir produk perikanan mengingat pesaing Indonesia seperti China dan Vietnam tidak mendapatkan fasilitas serupa. Maskipun demikian, para eksportir tetap harus menjaga kualitas dan mutu produk perikanan serta memperhatikan aspek-aspek kelestarian sumber daya perikana dan aspek sosial seperti yang ditetapkan oleh otoritas AS. Hal tersebut mengingat pemerintah AS cukup ketat dalam menerapkan berbagai persyaratan untuk produk yang diimpornya.

Pada kesempatan sebelumnya, masih terkait dengan insentif fiskal, bulan lalu, lewat keterangan pers juga, Dirjen Saut menjelaskan KKP telah menyusun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 yang dikeluarkan tanggal 17 Juni 2015 tentang “Kriteria dan/Atau Persyaratan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Pada Sektor Kelautan dan Perikanan”.

Peraturan ini telah ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan masih dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini, fasilitas Tax Allowance untuk sektor kelautan dan perikanan diberikan kepada bidang usaha, diantaranya Pembesaran ikan laut (KBLI 03211), Pembesaran ikan air tawar di Karamba Jaring Apung (KBLI 03222), Industri pembekuan ikan (KBLI 10213).

Kemudian, Industri berbasis daging lumatan dan surimi (KBLI 10216), Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air (bukan udang) dalam kaleng (10221), Industri pengolahan dan pengawetan udang dalam kaleng (KBLI 10222), Industri pembekuan biota air lainnya (KBLI 10293), serta Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk biota air lainnya (KBLI 10299).

Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur pula pemberian fasilitas Tax Allowance terhadap bidang usaha  yang berkaitan dengan sektor kemaritiman antara lain: Industri kapal dan perahu (KBLI 30111), Industri peralatan, perlengkapan dan bagian kapal (KBLI 30113), Jasa reparasi kapal, perahu dan bangunan terapung (KBLI 33151), Penanganan kargo/bongkar muat barang (KBLI 52240), dan Kawasan pariwisata (KBLI 68120).

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…