El Nino Jadi Ancaman

 

Seperti kita ketahui beberapa hari belakangan ini sejumlah  media cetak dan elektronik telah memberitakan banyak daerah yang mengalami krisis air bersih, akibat dilanda kekeringan.  Awal Juli sebuah media nasional memuat berita dengan judul “Kekeringan Ancam 200.000 Hektare Lahan”, bahkan pengusaha nasional CEO Indofood Fransiscus Welirang mengakui dampak kemarau panjang seharusnya dapat diantisipasi lebih dini oleh pemerintah.  

Pasalnya, sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan tahun ini Indonesia akan kembali dilanda fenomena alam El Nino dengan intensitas moderat.  Dan  dampaknya sekarang baru kita  rasakan bersama.

Indonesia  sebenarnya sudah berkali-kali dilanda bencana kekeringan yang dipicu fenomena alam El Nino. Namun, kemampuan untuk mendeteksi secara dini dan akurat terhadap fenomena tersebut masih sangat lemah. Akurasi ramalan baru diketahui 3-4 bulan sebelum fenomena itu benar-benar terjadi. Kesulitan seperti ini menjadikan langkah antisipasi terhadap dampak yang ditimbulkan selalu saja terlambat.

Contoh saat Indonesia dilanda bencana kekeringan tahun 1997/1998, antisipasi pemerintah waktu itu terlambat karena bersamaan waktunya dengan terjadinya gejolak sosial, politik, dan ekonomi. Pemerintah Orde Baru harus membayar mahal keterlambatan antisipasi dampak yang ditimbulkan fenomena alam tersebut. Impor beras lebih dari 5 juta ton yang ditempuh pemerintah tidak mampu menyelamatkan keadaan. Rezim yang telah berkuasa sangat powerful selama 32 tahun itu pun tumbang.

Di bidang pangan, sedikit banyak fenomena ini pasti berdampak pada capaian produksi berbagai komoditas. Sesuai periodisasinya, awal Juli Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka ramalan I (aram I) produksi beberapa komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, dan kedelai.
Produksi padi nasional 2015 akan mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG), produksi jagung 20,67 juta ton pipilan kering, dan produksi kedelai 998.870 ton biji kering. Namun, ada satu hal yang perlu diingat, aram I BPS merupakan angka perkiraan produksi pada tahun berjalan dengan basis data luas tanaman akhir Desember tahun sebelumnya. Jadi, belum memperhitungkan dampak yang ditimbulkan fenomena El Nino ini terhadap produksi pangan.
     
Ada beberapa kondisi objektif yang berkembang beberapa hari terakhir yang mengharuskan kita mewaspadai dampak terburuk dari fenomena alam El Nino ini. Beberapa kondisi objektif tersebut di antaranya, meski saat ini musim kemarau belum mencapai puncaknya, di sejumlah daerah telah terjadi krisis air bersih.

Ratusan penduduk di sejumlah desa terpencil di Bekasi dan Kabupaten Tegal  kini menghadapi kondisi keterbatasan air bersih. Padahal, tahun-tahun sebelumnya mereka ini baru minta bantuan air bersih bulan Agustus dan kini sudah menjerit kekurangan air sejak pertengahan Juni. Hal ini terjadi karena sejak awal Mei hingga sekarang ini tidak pernah turun hujan lagi.

Ini menunjukkan ketersediaan air bersih yang makin menipis telah memaksa sebagian masyarakat harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan akses air minum.  Menipisnya stok bahan pangan telah mengancam warga dari kekurangan pangan. Buruknya sanitasi lingkungan dan kualitas udara yang berdebu telah memicu timbulnya berbagai penyakit.  

Saatnya kita harus arif menyikapi dan mengelola risiko yang ditimbulkan fenomena alam El Nino. Langkah darurat yang bersifat “memadamkan kebakaran” harus segera ditempuh. Pemerintah daerah harus bergerak cepat memobilisasi sistem serta mengerahkan seluruh sumberdaya yang ada. Seluruh armada harus dikerahkan untuk memberikan bantuan air bersih, bahan pangan, serta bantuan kesehatan dasar bagi warga yang membutuhkan. Keterlambatan dalam memberikan bantuan akan berakibat makin parahnya penderitaan warga yang menjadi korban.
    
Untuk menyelamatkan tanaman pangan yang terancam puso dilakukan dengan pengaturan irigasi secara bergilir, memanfaatkan air yang masih ada seoptimal mungkin, serta pemanfaatan sumur pantek bagi daerah yang memungkinkan untuk suplesi irigasi. Upaya jangka menengah dapat dilakukan dengan upaya memanen hujan (rain harvest). Prinsipnya sangat sederhana, kelebihan air di musim hujan ditampung dan disimpan di dalam waduk, bendung, situ, embung, dan bangunan fisik penampung air lainnya untuk dimanfaatkan pada musim kemarau.

 



BERITA TERKAIT

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

BERITA LAINNYA DI Editorial

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…