Upaya Indonesia Lepas Ketergantungan Sapi Impor

Oleh: Ahmad Wijaya

Tak dapat dipungkiri sampai saat ini Indonesia masih belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan daging sapi dari dalam negeri, sehingga kekurangannya masih impor sapi bakalan, khususnya dari Australia.

Sekalipun kebutuhan daging sapi masih dibantu dari impor, namun pemerintah dinilai sudah mampu mengelola keseimbangan pasokan dan kebutuhan sesuai mekanisme yang ada.

Kementerian Pertanian menjamin ketersediaan daging sapi di dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga enam bulan ke depan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Muladno, di Jakarta, menyatakan, ketersediaan daging sapi tersebut antara lain dipenuhi dari impor sapi bakalan yang mana selama Januari-Juni 2015 mencapai 298.861 ekor atau sekitar 40 persen realiasi impor sapi bakalan tahun lalu sebesar 729.400 ekor.

Realisasi impor sapi bakalan 2015 itu terdiri dari kuartal I (Januari-Maret) yaitu 97.618 dari target 100.000 ekor sedangkan kuartal II (April-Juni) terealisasi 201.643 dari target 267.624 ekor

Menurut dia, tahun 2015 masih menyisakan kuartal III dan IV yang berpeluang kembali mendatangkan sapi bakalan impor totalnya mencapai 500.000-600.000 ekor.

"Pemasukan impor sapi bakalan triwulan III dan IV sifatnya adalah jaga-jaga untuk mengantisipasi stok akhir tahun sebagai cadangan awal tahun 2016," katanya.

Dirjen PKH menyatakan, pihaknya punya tanggung jawab menjamin kestabilan ketersediaan daging sapi namun masih harus mengendalikan impor sapi."Untuk menjamin kestabilan harga daging sapi yang telah tercipta, perlu dilakukan penataan dan pengendalian impor terhadap sapi potong dan daging sapi secara efektir," katanya.

Muladno menyatakan, perlu dilakukan pengawasan secara terencana dan terpadu terhadap pemasukan dan distribusi sapi potong dan daging sapi impor guna menjaga stabilitas pasokan dan harga di pasaran.

Direktur Budidaya Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fauzi Luthfan menyatakan, hingga Juli 2015 sudah ada stok sapi yang siap potong kurang lebih 560.000 ekor, yang mana 60 persen atau 332.147 ekor sudah dipotong.

Menurut dia kontribusi sapi impor terhadap kebutuhan dalam negeri sekitar 20 persen. "Impor masih memegang andil pasokan sapi bakalan. Tahun 2014 tercatat impor sapi bakalan mencapai 729.400 ekor. Jumlah yang diimpor tahun 2014 masih sisa untuk stok awal tahun 2015 sebesar 261.100 ekor," katanya.

Fauzi menyatakan, total kebutuhan sapi potong impor per bulan mencapai 45.000 ekor sedangkan kebutuhan total nasional mencapai 230.000 ekor sapi potong dengan tingkat terbesar untuk memenuhi di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Kementerian Pertanian dalam upaya menjamin ketersediaan pasokan daging sapi di masa datang dengan harga yang tak terlalu tinggi terus berupaya mengembangkan sapi bakalan di berbagai daerah, seperti di Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat serta Sulawesi.


Upaya Indonesia untuk bisa swasembada sapi bakalan yang belakangan terus digencarkan tampaknya membuat Pemerintah Australia kelabakan karena berarti impor sapi bakalan akan berkurang.

Para eksportir sapi Australia mengharapkan kepastian dari pemerintah Indonesia terkait kuota impor sapi hidup untuk sisa tahun 2015.

"Saat ini kami menunggu pengumuman dari pemerintah Indonesia tentang berapa sapi yang bisa kami ekspor ke Indonesia. Hingga kuartal pertama, jumlah sapi yang kami kirim sekitar 250.000 ekor sapi, dan belum ada lagi kepastian tentang kuota impor Indonesia," kata Richard Norton, Direktur Meat & Livestock Australia Limited (MLA), di sela-sela seminar tentang industri daging merah Australia, Kamis, (9/7).

Lebih lanjut Richard menjelaskan bahwa pada tahun 2014 Indonesia memberikan kuota impor sapi hidup sebanyak 730.000 ekor kepada Australia.

"Kalau saja pemerintah Indonesia mengumumkan kuota lebih awal dan secara rutin, kami bisa mempersiapkan lebih baik dan harganya bisa lebih murah," katanya di Perth, Australia.

Namun, ia menilai, perubahan di pemerintahan Indonesia, dengan presiden baru dan pendekatannya yang nasionalis, kemungkinan besar akan mengubah kebijakan terhadap impor sapi dari Australia.

"Indonesia adalah pasar ekspor sapi hidup terbesar di dunia untuk Australia. Bahkan bila digabungkan, sapi hidup dan sapi potong, Indonesia adalah pasar terbesar ekspor kami," ujar Richard.

MLA adalah organisasi pemasaran, riset, dan pengembangan industri daging merah dan hewan ternak Australia.

MLA didanai oleh pemerintah federal dari pajak yang dikenakan terhadap setiap sapi dan kambing yang diperdagangkan. Setiap sapi dikenai pajak 5 dolar, sementara setiap kambing dikutip pajak sebanyak dua dolar. Dana ini digunakan untuk biaya pemasaran, riset, dan pengembangan industri daging merah dan hewan ternak Australia.

Dikutip dari laporan MLA yang dirilis pada Mei 2015, sepanjang tahun 2014 daging sapi potong dari Australia mengisi 15 persen dari kebutuhan konsumsi secara nasional di Indonesia. Sementara sapi hidup dari Australia memasok 35 persen konsumsi Indonesia.

Indonesia mengimpor 76.647 ton daging sapi potong dari Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Sekitar 78 persen dari semua daging sapi potong impor itu dipasok oleh Australia.

Pada tahun 2014, nilai ekspor sapi Australia ke Indonesia mencapai rekor tertinggi yaitu 883 juta dolar Australia atau setara dengan Rp9,3 triliun.

Ekspor sapi hidup dari Australia ke Indonesia secara geografis sangat tepat karena letak dua negara yang bertetangga dekat.

Menteri Perdagangan Indonesia Rachmat Gobel belum memberikan ketegasan tentang kuota impor sapi, bisa jadi bergerak menjadi 200.000 ekor atau bahkan turun lebih rendah lagi.

Rachmat menegaskan bahwa saat ini Indonesia sedang mengupayakan swasembada sapi dengan memberikan 80 persen pemenuhan pasar sapi kepada produsen lokal.

Di pihak lain, Presiden Konsul Bisnis Australia-Indonesia, Debnath Guharoy, menengarai hubungan dagang akan lebih menguntungkan Australia bila saja hubungan diplomatik dengan Indonesia berada di posisi yang lebih baik.

Tapi, klaim ini dibantah oleh Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema. "Izin impor sapi hidup tidak ada hubungannya dengan kondisi politik ataupun hubungan kedua negara Indonesia dan Australia," katanya dalam keterangan tertulis. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…