Arus Balik dan Lampu Merah Urbanisasi

Oleh: Shinta Dwi Nofarina

Peneliti INDEF

 

Hari Raya Idul Fitri 2015 telah berlalu lebih dari satu minggu. Setelah berbondong-bondong pulang ke kampung halaman masing-masing di arus mudik, kini para pendatang kembali ke beberapa kota untuk kembali bekerja. Hal ini sudah menjadi sebuah tradisi bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama bagi yang bekerja di Ibukota Jakarta. Jakarta sebagai kota terpadat di Pulau Jawa (± 10 juta penduduk) merupakan pusat arus balik terbesar. Jakarta sudah ibarat magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi masyarakat Indonesia sehingga setiap tahunnya selalu mengalami penembahan jumlah pendatang.

Arus balik lebaran bisa menjadi ancaman tersendiri bagi ibukota karena tak jarang para pendatang membawa serta keluarga, saudara, atau teman. Jakarta sudah ibarat magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi masyarakat Indonesia sehingga setiap tahunnya selalu mengalami penambahan jumlah pendatang. Sebanyak 70.593 pendatang baru di prediksi oleh Pemprov DKI akan memasuki Jakarta di arus balik lebaran tahun ini.

Mengutip data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil DKI) angka proyeksi itu berasal dari perkiraan peningkatan sekitar 3% dibandingkan dengan jumlah pendatang baru pada 2014 sebanyak 68.537 orang. Melihat kondisi Jakarta saat ini yang sudah sangat padat dan penuh sesak, penambahan pendatang baru yang terus-menerus bukan hal yang bisa dibilang ideal dan banyak menimbulkan dampak negatif.

Setidaknya terdapat 2 problema yang disinyalir menjadi dampak negatif dari tingginya tingkat arus urbanisasi di kota Jakarta. Pertama, ketimpangan menjadi semakin tinggi. Selama ini, bayang-bayang Jawa Sentris masih melekat di Indonesia. Di dalam pulau Jawa sendiri, Jakarta merupakan kota yang paling hiruk-pikuk oleh jumlah penduduk. Tidak hanya dari segi jumlah penduduk, kondisi perekonomian selama ini juga mengalami ketimpangan cukup mencolok. Dengan meningkatnya arus urbanisasi, ketimpangan ini akan semakin lebar.

Kedua, meningkatnya unskilled labor yang semakin membebani Pemerintah Provinsi. Tak sedikit para pendatang di ibukota yang mengadu nasibnya hanya dengan bermodal ‘nekat’ dan minim ketrampilan. Hal ini tentu akan membebani pemerintah setempat karena berpotensi menimbulkan pengangguran atau memicu bertambahnya tindak kriminal dan gelandangan.

Meningkatnya arus urbanisasi merupakan sinyal lemahnya peran daerah dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Sementara itu, setiap masyarakat menginginkan perubahan taraf hidup yang lebih baik. Hal ini wajib manjadi perhatian khusus bagi kementerian Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) dan juga pemerintah daerah-daerah.

Salah satu cara untuk menekan urbanisasi adalah dengan mempercepat pembangunan daerah dan desa-desa untuk mengembangkan dan memajukan perekonomian di sana, menciptakan sebanyak-banyaknya lapangan kerja bagi warga desa dengan penghasilan yang layak, juga menciptakan berbagai peluang usaha atau bisnis di desa yang nantinya bisa menarik warga desa lainnya untuk ikut bekerja. Penggunaan dana desa juga harus dimaksimalkan potensinya dengan catatan dikelola oleh pihak yang kredibel dan kompeten.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…