Realistis dan Sense of Crisis

 

Sejumlah lembaga keuangan internasional telah melakukan revisi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Revisi ini dilakukan seiring dengan kondisi perekonomian dunia yang tak menentu belakangan ini, apalagi data terbaru merilis ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh 3,3% dari perkiraan semula 3,5%.

Seperti  Asian Development Bank (ADB) merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia  pada tahun ini menjadi 5% dari semula 5,5%. Revisi dilakukan lantaran rendahnya kontribusi pemerintah, tertundanya dampak positif dari reformasi ekonomi, dan pemulihan kinerja ekspor yang mengalami penundaan karena terus menurunnya harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan di berbagai mitra utama perdagangan Indonesia.

Bank Dunia pun merevisi pertumbuhan ekonomi negeri ini menjadi 4,7% darisebelumnya 5,2%, setelah melihat kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi belum memperlihatkan kemajuan yang signifikan antara lain masih ada defisit neraca transaksi berjalan dan target penerimaan pajak yang belum meningkat saat ini.

Tidak hanya lembaga internasional.  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 hanya tumbuh 5%, atau lebih rendah dibandingkan perkiraan semula yang sebesar 5,3%.  Revisi penurunan dipicu dari realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2015 yang hanya tumbuh 4,7%.

Bank Indonesia (BI) juga ikut merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1% dari semula 5,4%.  Namun, BI masih memiliki rasa optimistis indikator ekonomi akan membaik dan nantinya bakal mengerek pertumbuhan ekonomi di level yang diinginkan semua pihak.

Dari prediksi berbagai lembaga yang kredibel tersebut, kita menyimpulkan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 harus realistis dan terukur.  Pasalnya, pemerintah saat menyusun asumsi makro ekonomi dalam APBN 2016 terlihat belum realistis. Misalnya target pertumbuhan masih sekitar 5,5%-6%, dan besaran inflasi 4% plus minus 1%. Padahal, kenyataannya sekarang angka-angka tersebut sudah bergeser jauh yang ditetapkan pemerintah tersebut.

Jika menyimak kata “Realistis” yang memiliki arti bersifat nyata atau wajar. Artinya, dalam penyusunan APBN harus merujuk pada hal-hal yang wajar  dengan melihat situasi dan kondisi perekonomian dalam negeri dan perekonomian dunia. Menjadi aneh manakala target asumsi makro yang ditetapkan tidak realistis dengan menetapkan target pertumbuhan yang begitu tinggi.

Sayangnya, upaya Presiden Jokowi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal tampaknya tidak mampu melawan arus perlambatan ekonomi  dunia yang semakin menjadi-jadi. Fundamental ekonomi yang rapuh membuat ekonomi Indonesia terbawa arus perlambatan ekonomi global.  Bahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah dari waktu ke waktu.

Saat ini, nilai tukar (kurs ) rupiah terpantau di kisaran Rp13.300-Rp 13.464 yang mendekati Rp 13.500 per US$.  Belum ada pergerakan yang mampu membawa nilai tukar rupiah kembali di bawah Rp13.300 per US$.  Selain rupiah, kinerja ekspor pun tidak menggembirakan dan justru kinerja impor yang semakin cenderung meningkat, dan membuat defisit transaksi berjalan semakin membengkak.

Penurunan harga komoditas dunia sejak 2014 dan berlangsung hingga sekarang turut membuat kinerja ekspor sulit kembali naik. Di sisi lain, diversifikasi barang ekspor belum dilakukan secara signifikan oleh pemerintah. Pemerintah justru "memanjakan" rakyat Indonesia dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang tidak berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sayangnya, hingga sekarang belum ada pernyataan pejabat tinggi negara di bidang ekonomi yang mengisyaratkan krisis mulai mengancam ekonomi Indonesia, atau paling tidak memiliki sense of crisis yang tinggi. Tetapi sebaliknya sejumlah petinggi negara di bidang ekonomi menyatakan bahwa nilai rupiah yang melemah tidak terkait dengan fundamental ekonomi Indonesia.  Kita khawatir pejabat negara seperti itu tidak memiliki kompetensi yang memadai sehingga “asal bunyi (Asbun)”, yang tentunya sulit untuk menegakkan kedaulatan ekonomi di negeri ini.

    

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…